Part 33

28.3K 1.7K 51
                                    

Ia seperti menulikan pendengarannya. Ia kembali menjambak rambutku dan menarikku, kemudian ia memukulkan kepalaku ke tembok. Mataku kembali memburam. Kemudian ia menendang perutku. Perutku yang masih kosong dan belum terisi makanan itu terasa terobrak-abrik. Aku merasa mual. Aku ingin muntah. Kemudian, sang ayah dari Hirana mengambil pecahan beling dari gelas yang tadi ia lemparkan padaku. Kemudian mengarahkan pecahan besar tersebut kepadaku seolah-olah ingin menusukku.

Aku tidak punya tenaga melawannya.

Kumohon. Kumohon berhentilah.

Tak lama, aku mendengar suara pintu luar terbuka. Dari sisa-sisa pandanganku, aku dapat melihat bahwa itu adalah Arfi yang baru saja pulang. Aku menatapnya dalam diam. Sebenarnya aku sudah tidak berharap apa-apa pada Arfi. Aku tidak berharap Arfi akan membantuku. Namun, tidak disangka-sangka ia datang ke arah kami.

Sesaat setelah ia membuka pintu, ia terdiam sebentar menatap ke arah kami. Aku tidak bisa melihat ekspresinya karena pandanganku yang semakin buram. Kemudian, langkah kakinya mendekat ke tempatku dan sang ayah.

“Ayah, ngapain?” Arfi kemudian melirik ke arah pecahan beling besar yang dipegang oleh ayah dari Hirana. Arfi menatap sang ayah, memperhatikannya dengan baik.

“Mabuk? Tumben, gila ya” Arfi mengambil pecahan beling yang ada di tangan sang ayah. Sang ayah yang terlihat sempoyongan tidak memberontak sama sekali ketika pecahan beling tersebut diambil oleh Arfi. Tidak adil sekali bukan. Kenapa sikapnya berbeda ketika ia melihatku dan ketika ia melihat Arfi.

“Ckk” sang ayah hanya mendecak kemudian duduk di sofa.

Sedangkan Arfi masih terdiam di tempat tadi memandangi kondisiku. Ia menatapku lamat-lamat. Entahlah, aku tidak tahu apa yang ia pikirkan, mungkin ia sedang bingung apakah perlu membantuku atau tidak. Sedangkan aku sudah tidak tahu lagi bagaimana kondisiku saat ini. Air mataku masih terus keluar tanpa diminta, dan isakan tangisku masih terus berlanjut tanpa henti. Dadaku sakit, seluruh tubuhku terasa ngilu, pandanganku semakin tidak fokus dan kepalaku pusing. Aku hanya terduduk di lantai dengan kondisi yang benar-benar mengenaskan.

“Ampun… ampun… Ana janji nggak kayak gitu lagi.. Ana janji akan jadi anak yang baik. Ayah maaf… ibu maaf… ampunn... Ana salah... Ana nggak akan nakal lagi” Aku masih tidak bisa berhenti menangis seperti anak kecil dan mulai melantur kemana-mana. Kata-kata itu tanpa sadar keluar dari mulutku. Perkataan yang secara otomatis terucap akibat kejadian menakutkan yang terus terjadi bertahun-tahun lamanya.

Bayangan itu. Bayangan yang terus menerus menghantuiku. Aku sudah berusaha untuk melupakannya. Akan tetapi, trauma masa lalu yang terus menerus muncul dan ingin aku sembunyikan, mulai kembali meluap.

Ukkh. Sakitt. Bukan hanya tubuhku yang terasa sakit, tetapi kepala dan dadaku juga merasakannya. Kejadian dimana aku dipukul berkali-kali, wajahku diraup, aku ditendang, ditampar, dibentak, diancam menggunakan pisau, dan hal menyakitkan lainnya sudah menjadi makananku sehari-hari sedari kecil di duniaku yang dulu.

Aku tidak bisa lepas, jika kabur aku tidak punya siapa-siapa. Apalagi kejadian saat aku kecil yang tidak terlupakan sampai sekarang, kejadian dimana aku berusaha kabur dari rumah dan berakhir tertangkap lagi. Aku bahkan tidak sanggup lagi menjelaskannya. Orang yang harusnya merawat dan membimbingku malah membuatku selalu merasa ketakutan dan was-was. Saat itu aku berakhir dengan memar dan darah di seluruh tubuhku serta beberapa tulang yang patah.

Akibat kejadian itu, mereka malah semakin sering membahasnya dan sedari kecil, hari demi hari, mereka terus menganiayaku. Dimana sebenarnya letak kesalahanku.

Padahal sebelum aku masuk ke dunia yang ini, aku baru saja bisa menghindarinya. Memilih untuk melanjutkan studi di tempat yang jauh dengan beasiswa tidaklah mudah. Aku bisa pergi dari mereka sementara tanpa mempedulikan soal uang. Setelah usaha yang berat, aku berhasil mendapatkan tempat studi yang jauh dengan beasiswa. Aku pun bertemu dengan Sinta dan kami bisa berteman baik.

My Handsome Ashtara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang