Aku menghentak-hentakkan kakiku kesal, sekarang sudah pukul delapan malam lewat, tetapi bukannya beristirahat, aku malah harus kembali bersiap-siap ke kampus untuk menemui Ash. Kenapa sih dia memintaku bertemu di kampus malam-malam begini? Dia juga mengancamku jika aku sampai datang terlambat. Jujur aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya. Kejadian-kejadian ini setauku sama sekali tidak pernah ditunjukkan di dalam novel.
Sifatnya ukhhh.. Entahlah aku tidak mengerti.
“Tarik nafas….. Huppp…. Tahan…. Buang…..” Aku berusaha menenangkan diriku.
Walaupun aku malas, aku tetap memaksakan diriku datang ke kampus di malam hari. Aku memilih ojek sebagai kendaraan yang akan mengantarkanku ke sana.
Sesampainya di kampus, yang pertama menyambutku adalah angin malam yang terasa dingin. Saat aku melihat-lihat ke sekeliling, suasananya bukan main. Iya bukan main seremnya. Lampu-lampu sudah banyak yang dimatikan membuat lingkungan sekitar terasa benar-benar gelap. Aku menyusuri jalan dengan perlahan, suasananya benar-benar redup, lampu jalan yang berada di sekitarku menampilkan cahaya remang-remang yang menurutku malah membuat suasana semakin mencekam.
Aku ingin mencari dimana Ashtara berada. Daripada berlama-lama di suasana ini, aku memutuskan untuk menghubungi Ash, tetapi tidak tersambung. Saat aku mencoba mengiriminya pesan, tidak ada balasan apa pun. Jangankan balasan, bahkan sepertinya, pesanku tidak terkirim dan diterima oleh Ash karena di aplikasi itu hanya menunjukkan centang satu.
Sekarang, apa yang harus kulakukan? Suasana remang-remang dan keheningan malam ini membuatku takut. Aku terus berjalan mencari dimana kira-kira gedung dengan ruangan yang masih menyala. Aku memperhatikan sekitarku. Terdapat tiga gedung yang di dalamnya terlihat beberapa ruangan dengan lampu yang masih hidup jika dilihat dari tempatku berdiri. Haruskah aku hampiri ke sana. Akan tetapi, lampu-lampu yang menyala itu berada di bagian tengah dan atas gedung. Haruskah aku melewati lorong-lorong yang gelap di dalam gedung untuk bisa mencapai sana.
Nggak, nggak. Aku takut, tetapi mempertimbangankan kondisi saat ini, di luar juga sama saja menyeramkannya. Aku mencoba memberanikan diriku melangkah, sambil berpikir gedung mana yang harus aku masuki. Kalau aku ingat-ingat, di dalam novel sering disebutkan bahwa kelas Ash sering berada di gedung tiga, gedung itu pula yang sering digunakan jika ada rapat organisasi dan sebagainya. Karena Ash berperan sebagai presiden mahasiswa, maka aku duga ia pasti masih sibuk berada di sana.
Aku bisa melihat sebuah tulisan besar yang bertulisankan “ IGA” yang diterangi dengan cahaya lampu. ‘Aduh jadi pengen makan iga deh’ pikirku. ‘Hushh ngadi-ngadi, liat situasi dong, ini kamu lagi dimana sekarang’ aku menggeleng-geleng pelan menanggapi konflik pikiran yang muncul secara tidak jelas di kepalaku. Aku yakin tulisan sebenarnya adalah “TIGA”, mungkin lampu pada huruf T tersebut sedang mati.
Dasar, kampus doang elit, ngebenerin properti sulit.
Aku mempercepat langkahku ke arah gedung itu. Semoga saja Ash benar-benar berada disana. Akan tetapi, di tengah jalan, aku mendengar sebuah suara. Suaranya seperti suara bisikan. Aku menengok dengan cepat
‘Suara apa itu?’ batinku.
Aku makin mempercepat langkahku. Sumpah. Itu suara apa. Nakutin banget. Aku paling benci hal-hal seperti ini. Sejak di duniaku dulu, hal-hal menyeramkan seperti ini adalah hal yang paling aku hindari. Aku terlalu takut untuk mengalami hal-hal yang kayak gini, tapi yang jadi masalah adalah aku suka menonton film-film horor itu walaupun aku penakut karena merasa tertantang. Dasar bodoh, hal kayak gitu lah yang membuatku semakin bertambah dan membayangkan hal-hal yang tidak-tidak.
Semakin berjalan cepat, suara itu tidak menghilang walaupun terasa semakin menjauh. Namun, karena hal itulah aku semakin merasa takut. Aku pernah mendengar mitos-mitos yang katanya semakin jauh suaranya terasa, itu menandakan mereka berada semakin dekat.
Huwahh, sumpah, pengen nangis, pengen pulang. Aku setengah berlari. Entah kenapa gedung itu terasa sangat jauh. Kok nggak sampe-sampe sih. Aku terus berlari. Namun, karena berlari itulah aku malah melihat hal-hal yang aneh, entah karena suasana yang gelap dan penglihatan yang bergerak cepat akibat berlari, atau hal itu beneran ada.
Aku melihat sesuatu berwarna putih di pohon yang berada di ujung sana. Semakin aku berlari, aku merasa aku melewati sesuatu yang bergerak dengan cepat. Jantungku berdegup kencang. Bukannya ini di dunia novel? Ada juga kah hal-hal kayak gitu. Aku menggeleng-geleng. Ya ada lah ya kali enggak.
Aku masih terus berlari, entah kenapa sesuatu berwarna putih itu ternyata tidak hanya satu. Aku pun berkali-kali melewati sesuatu berwarna aneh dan itu terasa bergerak di dekatku.
“Ha…ha… hah… HUWAAAAAA…..TOLONGGGG… SIAPAPUN TOLONG AKU” Teriakku di sela-sela lariku. Rasanya aku sudah kehabisan nafas, tetapi aku terlalu takut untuk berhenti. Aku deg-degan. Detakannya begitu cepat dan tubuhku gemetar karena takut. Meski begitu aku terus berlari.
‘Sedikit lagi sampai, ayo sedikit lagi’ batinku.
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang mengejarku dari belakang. Aku yakin ini bukan hanya perasaanku. Saat aku berusaha melihat dari sudut mataku, aku melihat sesuatu berwarna hitam berlari dan bergerak mengejarku dengan begitu cepat. Saat aku melihat kembali ke arah depan, sesuatu berwarna putih-putih itu pun masih ada di beberapa sisi.
Aku takut. Benar-benar takut. Air mataku perlahan mengalir. Aku menangis. Rasanya jantungku memompa darah dengan sangat cepat dan sekuat mungkin. Tubuhku lemas, tetapi aku mati-matian menahan rasa gemetar di kakiku. Aku tidak berhenti. Aku berusaha berlari semakin cepat. Namun, sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak. Aku tersandung, lalu terjatuh begitu saja.
Kenapa aku harus terjatuh di saat-saat seperti ini. Aku memejamkan mataku dengan air mata yang belum berhenti mengalir, aku merasakan ada sesuatu yang bergerak ke arahku. Aku bisa merasakan ia mendekatiku. Tolong siapapunnn.
TAP.
“AKKKKKKHHHHHH, TOLONGG….. MAAFIN AKU….. AKU NGGAK GANGGU. CUMA NUMPANG LEWAT…. HUHU…. HU….” aku merasa pundakku disentuh oleh seseorang.
“He-” belum sempat berbicara, suara tersebut terpotong olehku.
“Lepasin saya…..” lirihku dengan mata yang masih terpejam tidak mau melihat apa yang sedang menyentuh pundakku. Aku berjaga-jaga siapa tahu yang menyentuh pundakku ini bisa saja berbentuk aneh dan menyeramkan.
Dia belum melepaskan sentuhannya dari pundakku. Hah aku benar-benar takut dan masih tidak berani membuka mataku.
“ Hei, ka-”
“WAKHHH” Teriakku lagi, “please menjauh dariku”
“Mbak nggak pa-”
“AKHHH, LEPASIN... ku..mohon...” dengan bulir-bulir air mata yang terus terjatuh hingga membuat pipiku basah, aku masih saja tidak memberi kesempatan ia berbicara. Setiap dia berbicara secara otomatis teriakanku keluar begitu saja. Aku masih terus menangis.
Akhirnya sesuatu di depanku ini terdiam, tetapi belum juga melepaskan pegangannya dari pundakku. Aku pun ikut terdiam sampai akhirnya aku tersadar, kalau tidak salah kayaknya tadi hantu tersebut mau menanyakan apakah aku baik-baik saja. Kalau beneran hantu mana mungkin dia mau nanyain apakah aku nggak apa-apa. Begitulah pikirku.
Dengan air mata yang masih mengalir, aku membuka mataku perlahan, sambil takut-takut. Takut melihat hal yang tidak seharusnya dilihat dan akan menyebabkan mimpi buruk.
Saat aku membuka sedikit mataku, disitulah aku menyadari bahwa sepertinya orang dihadapanku ini manusia. Dia memakai hoodie hitam, topi hitam, dan celana jeans hitam.
‘Jadi itu orang?’
~~~~~
Selamat membaca dan jangan lupa vote dan komennya (◠‿◕)
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Ashtara [END]
Roman pour Adolescents[Belum Revisi] Ana ternyata benar-benar masuk ke dalam dunia novel yang ia pernah baca. Novel romantis yang menceritakan tentang perjalanan sang pemeran utama dan lika-liku kehidupannya. Sayangnya, bukan menjadi pemeran utama, ia malah menjadi figu...