Paginya, ketika aku bangun. Hatiku serasa berhenti sementara. Aku sempat shock karena aku tidur bukan di kamar tempat biasa aku tinggali melainkan di kamar milik Ashtara. Saat aku menolehkan kepalaku dan melihat ke sekeliling, Ashtara sudah tidak ada disana.
Aku keluar dari sana dan menuju dapur untuk mengambil minum.
Kulihat ada Ash disana dengan posisi duduk memegang tablet pintarnya.
"Ash?" panggilku.
Ash dengan kacamata yang bertengger di wajahnya menoleh menatapku. Jika melihat Ash dengan memakai kacamata dengan posisi ini di pagi hari, membuatku merasa de javu. Tapi omong-omong jika Ash sudah kembali ke aktivitas biasa, apa itu artinya dia udah sehat lagi?
"Udah enakkan? Apa masih demam?" tanyaku padanya.
Ash tidak langsung menjawab. Ia menurunkan kacamatanya, menatapku dengan mata hitamnya dan tersenyum menyeramkan. Huahh, jika dia sudah bisa menunjukkan wajah seram seperti itu, aku duga dia sudah kembali sehat. Cepet banget sehatnya.
"Kamu nggak mau mengecekku?" ucapnya.
"Itu pake termometer, kenapa harus aku" sejujurnya aku masih sedikit kesal karena semalam aku jadi terpaksa tidak mengerjakan tugas dan malah tidur di kamar besar milik Ashtara.
Ash terkekeh pelan. Ia sedang meledekku ternyata. Tapi baguslah tandanya dia beneran sudah sehat kembali.
Tiba-tiba dia mendekat ke arahku.
Ekspresinya kembali berubah dalam sekejap. Matanya menatap tajam.
Kemudian dengan cepat ia menarik tanganku dan meletakkannya di dahinya sendiri.
Aku kaget. Tanpa aku sadari pipiku memerah.
"Katakan sesuatu" perintahnya.
"U..uddah nggak demam" ucapku sedikit terbata.
"Makasih" ucapnya tiba-tiba.
"Buat?"
"Sudah menemaniku semalam"
Akhhh. Kata-kata yang ambigu sekali. Itu juga karena kamu mendekapku sampai nggak bolehin aku pergi makanya aku nggak bisa keluar dari sana.
"Stop ngomong gitu. Kemarin pasti sengaja kan. Kamu pasti pura-pura tidur. Kalo ada yang denger mereka bisa salah sangka"
"Salah sangka soal apa?" ucapnya berpura-pura polos.
Sialan. Menyebalkan sekali. Benar-benar menyebalkan. Wajah tampan dengan ekspresi berpura-pura polosnya itu membuatku sedikit tergoda. Apa ini. Aneh sekali.
Aku melepaskan tanganku dari genggaman Ash, kemudian berlalu pergi mengambil air. Setelah meminumnya aku pergi dari sana ke arah kamar meninggalkan Ash sendirian.
Sedangkan Ash, ia hanya menatapku dan memperatikan setiap gerak-gerikku. Aku jadi merasa diawasi oleh CCTV berbentuk manusia.
-
Setelah sarapan dengan masakan yang dibuat Ashtara (entah kenapa dia kembali sehat dengan sangat cepat, bahkan sudah bisa memasak, padahal kemarin niatnya aku yang memasak karena aku sudah menyiapkan bahan-bahannya), aku memperingatkannya untuk meminum obatnya sekali lagi, buat berjaga-jaga saja karena dia akan pergi ke kampus pagi ini. Omong-omong, aku ada kelas siang jadi aku tidak perlu pergi ke kampus bersama Ashtara.
"Seharusnya kamu yang jangan lupa pakai obat dan salepmu" ucapnya.
Aku terdiam sebentar. Apa maksudnya? Tak lama, aku baru ingat kalau memang luka-luka di tubuhku masih banyak yang belum sembuh. Jangan bilang tadi malam, dia melihat luka-lukaku saat sedang tertidur. Aku kan nggak bisa mengontrol gerakan ketika sedang tidur, pasti ada luka dan lebam yang keliatan. Aku reflek menutup tubuhku dengan kedua tanganku dan menundukkan sedikit kepalaku. Mataku berkaca-kaca. Bagaimana ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Ashtara [END]
Teen Fiction[Belum Revisi] Ana ternyata benar-benar masuk ke dalam dunia novel yang ia pernah baca. Novel romantis yang menceritakan tentang perjalanan sang pemeran utama dan lika-liku kehidupannya. Sayangnya, bukan menjadi pemeran utama, ia malah menjadi figu...