Hirana’s POV
Ya kembali lagi bersamaku. Yang jelas sekarang aku sudah diperbolehkan pulang ke rumah Ash.
Sebenarnya beberapa kali setiap malam aku selalu bermimpi mengenai kejadian itu. Dan ini sudah beberapa hari setelah aku tinggal kembali di rumah Ash, tetapi sepertinya ingatan mengenai kejadian itu belum mau hilang sepenuhnya.
Rasanya seperti dikejar-kejar, menit demi menit, detik demi detik, aku terus mengingatnya secara detail di setiap adegan demi adegan.
Apakah itu termasuk bentuk trauma? Tidak mungkin kan? Ah, entahlah, tapi bayang-bayang itu serasa memerasku. Hampir setiap malam aku menangis dan rasanya itu menyesakkan. Bahkan jika ada laki-laki yang berperawakan tinggi dan cukup besar mendekatiku secara tiba-tiba seperti Zeron atau Evan yang beberapa kali menjengukku, tubuhku pasti gemetar dan bereaksi dengan sendirinya. Rasa takutku tiba-tiba kembali memuncak dan aku merasa seperti kembali ke waktu dimana kejadian itu terjadi.
Tapi jika kalian bertanya apakah ada pengecualian, aku akan menjawab iya. Entah kenapa, sepertinya hal itu tidak berlaku untuk Ash dan kakakku sendiri. Apa karena Ash yang menolongku saat kejadian itu? Dan kakakku Arfi yang pernah menolongku dari penganiayaan ayah Hirana? Aku pun tidak tahu.
Meski sudah cukup sehat, terkadang pikiranku kosong dan aku hanya melamun. Tapi meski begitu, aku berusaha untuk menjalani hari-hari seperti biasa dan tetap mengerjakan tugas-tugasku #tugasno1
Mungkin sedang dibilang aku sedang dalam kondisi stress berat.
Rena yang melihatku terus seperti itu terlihat khawatir dan terus-terusan menjagaku.
Kalau Ash… hmmmm….
Dia kayaknya nggak beda jauh, mirip seperti sebelumnya. Hmm atau beda ya? Rasanya aku lebih sering melihat Ash dibanding sebelumnya. Ia masih terlihat tampan dan masih tetap terlihat seram, tapi entah kenapa sepertinya ada yang aneh. Ia terlihat terus-terusan berada di sisiku dan meskipun kadang perilakunya di luar nalar manusia biasa, aku sepertinya tidak punya intensi menolaknya, meski jika dipikir-pikir itu terlihat seperti perlakuan…… yah kalian tau sendiri. Mana ada orang normal yang berperilaku seperti itu.
Eh, tapi mana ada juga orang normal yang oke oke aja menerima perlakuan seperti itu. Ah aku jadi kepikiran hal itu lagi. Jangan-jangan aku tipe yang semakin senang kalo disakiti dan ditindas. Nggakkk kan. Nggak mungkinn… buktinya aku masih ketakutan dan menangis mengingat kejadian penculikan itu. Berarti pemikiranku ini salah. Aku kayaknya kebanyakan nonton drama.
"Hirana" suara seorang perempuan terdengar di telingaku.
Namun, aku sempat tidak mengacuhkannya.
"Hirana. Jangan bengong, Hirana" ucap Rena yang sekarang berdiri tepat di depanku.
Wajah Rena terlihat khawatir dan matanya menatapku sayu.
Tiba-tiba Rena memelukku erat tanpa mengatakan apapun.
"Kenapa Ren?" tanyaku.
Rena menggeleng kecil.
"Hirana, jangan kayak gini" ucapnya.
Aku sama sekali tidak mengerti maksud ucapan Rena. Namun, Rena melanjutkan perkataannya.
"Kemarin kamu nggak bergerak dan stay di posisi yang sama dari siang sampe sore. Dipanggil nggak nyahut, disentuh nggak ngerespon, diajak ngomong nggak dibales. Dan sekarang kamu sadar nggak sebelum kesini, kamu bengong di kamar mandi sampe 3 jam. Untung aja aku ngecek kalo nggak kamu bisa…." Rena tidak melanjutkan ucapannya.
Aku… tidak… aku tidak tahu, aku merasa normal-normal saja.
Lalu, aku melihat Ash yang mendekat ke arah kami sembari Rena berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Ashtara [END]
Teen Fiction[Belum Revisi] Ana ternyata benar-benar masuk ke dalam dunia novel yang ia pernah baca. Novel romantis yang menceritakan tentang perjalanan sang pemeran utama dan lika-liku kehidupannya. Sayangnya, bukan menjadi pemeran utama, ia malah menjadi figu...