Aku masih berjalan tanpa arah. Kepalaku masih memikirkan apa yang harus aku lakukan dari sekarang. Sebenarnya sejak beberapa hari yang lalu, ayah dari Hirana itu sudah pergi entah kemana. Dia memang jarang pulang, tetapi ayah dari Hirana itu tidak pernah memberi kabar dan tidak memiliki jadwal pulang ke rumah secara pasti sehingga aku merasa was-was. Bagaimana kalau ternyata nanti saat aku pulang, ayahnya Hirana sudah berada di rumah. Jika memang begitu, aku harus bagaimana? Apa aku harus bersembunyi?Dalam ingatan Hirana asli yang mucul baru-baru ini, Ayah Hirana juga jarang pulang. Namun, sekalinya pulang ia pasti akan melakukan kekerasan dan penganiayaan.
Aku takut. Aku sudah bilang berkali-kali kan kalau aku penakut, yah meskipun terkadang nekat kayak kemarin waktu bertemu ayah dari Hirana. Ketika nekat melawan ayah dari Hirana itu, eh malah makin dipukuli. Entahlah aku pusing memikirkannya.
Ayah dari Hirana sering tidak pulang dalam waktu yang lama. Jadi mari berharap saja dia tidak akan pulang dalam waktu dekat ini.
Aku pun masih berjalan-jalan tanpa arah dengan dikelilingi suasana festival di luar sana. Aku semakin menjauh dari kerumunan dengan sedikit harapan untuk mencari ketenangan. Dibilang mencari ketenangan, ya nggak juga sih. Aku memang nggak ada kerjaan aja, dan rasanya otakku terlalu pusing karena memikirkan banyak hal.
Aku berjalan menuju ke arah belakang mencari tempat sepi. Suara keramaian orang-orang sudah tidak begitu terdengar. Hanya terdengar suara sayup-sayup saja.
Saat aku melangkahkan kakiku tanpa arah, aku tiba-tiba saja sudah berada di bagian belakang gedung tanpa sadar. Hanya sisi belakang gedung yang terlihat dengan dua kursi panjang yang dikelilingi pohon-pohon rindang. Tempatnya cukup terpencil dan ketika aku memperhatikan sekitar, aku tidak melihat ada orang selain aku.
Aku berjalan ke arah salah satu kursi disana. Saat aku mendekatinya, aku melihat sebuah gitar yang dibiarkan begitu saja di samping kursi itu. Aku tidak tahu itu gitar milik siapa, tetapi sepertinya mungkin tadi sempat dipakai untuk lomba.
Aku celingukan melihat sekitar sambil mencari siapa tahu ada sang pemilik gitar, tetapi karena tidak ada siapa-siapa kuputuskan untuk meminjam dan memainkan gitarnya sebentar. Sudah lama sekali aku tidak bermain gitar. Terakhir kapan ya. Sepertinya saat aku dan Sinta sedang dilanda stress ketika ujian dosen killer yang membuat semua mahasiswa tepar.
‘Ah jadi kangen Sinta. Dia apa kabar ya. Btw siapapun yang punya gitar ini, aku pinjem dulu ya’
Aku tersenyum melihat gitar yang ada di sisiku. Waktu di duniaku yang dulu, aku terkadang main gitar terutama jika sedang gabut atau sedang benar-benar banyak masalah. Pokoknya sekarang aku mau melupakan masalahku sebentar.
Aku mengambil gitar itu dan duduk di salah satu kursi panjang yang ada di dekat sana.
Aku memikirkan lagu apa yang akan aku nyanyikan. Tiba-tiba terlintas sebuah lagu unik di otakku. Mungkin disini tidak ada lagu seperti ini.
Ada Mbah Dukun
Sedang ngobatin pasiennya
Konon katanya
Sakitnya karena diguna-guna
Sambil komat-kamit
Mulut Mbah Dukun baca mantra
Dengan segelas air putih
Lalu pasien disembur
BYUARR
……
Aku menyanyikan lagu itu dengan tidak jelas dan kemudian aku terkekeh kecil. Apa sih. Random banget. Begini saja aku tertawa, padahal tidak ada yang lucu. Memang tidak salah aku menyanyikan lagu ini. Akan tetapi ada yang aneh, saat aku menyanyikan lagu ini, aku juga mendengar sesuatu. Seperti suara laki-laki yang tertawa kecil. Apa itu cuma perasaanku saja ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Ashtara [END]
Roman pour Adolescents[Belum Revisi] Ana ternyata benar-benar masuk ke dalam dunia novel yang ia pernah baca. Novel romantis yang menceritakan tentang perjalanan sang pemeran utama dan lika-liku kehidupannya. Sayangnya, bukan menjadi pemeran utama, ia malah menjadi figu...