Part 30

33.5K 2K 38
                                    

“Ahh. Aku pusing. Penelitian apaan. Walaupun cuma observasi singkat tapi tetep aja ini kayaknya harus ngelobi perusahaan. Perusahaan mana coba” Aku menggumam tidak jelas, sembari berjalan keluar tanpa arah. Kelas baru saja selesai dan jika dibayangkan, mungkin rasanya ada sebuah asap yang mengebul terlihat di atas kepalaku.

Jurusanku yang jelas berbeda dengan jurusan Hirana membuatku pusing bukan kepalang. Setelah beberapa saat kakiku melangkah ke arah kantin. Perutku sepertinya sudah meronta-ronta minta diberi makan dan tubuhku membutuhkan energi lebih akibat berpikir terlalu banyak tadi.

Sepanjang jalan, aku mengerutu dan mengeluh dalam hati. Aku lelah, bahkan mungkin siapapun yang melihatku saat ini bisa melihat wajah pucatku yang kelelahan.

Aku harus makan segera, jika tidak rasanya emosiku akan naik turun dan rasanya ingin mengguncang dunia. Pantas saja ada sebuah slogan ‘lo rese kalo lagi laper’ di sebuah iklan di duniaku yang dulu. Ternyata itu tidak salah.

Sibuk mengeluh, tidak terasa aku sudah sampai di kantin. Tanpa berlama-lama, aku pun langsung memilih makanan yang aku inginkan. Setelah mendapatkan makananku, tak lama terdengar suara orang memanggilku.

“Hirana” aku yang mendengar suara yang memanggil namaku otomatis menolehkan kepalaku mencari-cari dari mana asal suara itu.

Setelah beberapa detik mencari asal suara, aku melihat seorang wanita yang melambaikan tangannya ke arahku. Di samping wanita itu juga ada beberapa wanita lainnya.

Itu adalah Rena. Rena melambaikan tangannya menandakan bahwa ia yang sedari tadi memanggilku.

“Sini” panggilnya.

Aku bimbang. Ada sedikit keraguan apakah aku harus menghampiri mereka atau tidak. Akan tetapi, pada akhirnya aku menuju ke arah Rena.

“Hirana, sini” ucap Rena lagi saat aku sudah berada di dekat meja mereka. Rena menepuk-nepuk kursi di sebelahnya menyuruhku untuk duduk. Melihat aku yang masih terdiam, Rena menarik tanganku dan mengarahkanku untuk duduk. Selain Rena, disana juga ada Tere dan Nata. Nata menatapku tajam. Matanya menatapku seakan-akan mau memakanku. Sedangkan, ekspresi Tere biasa saja tidak menunjukkan tanda-tanda benci atau kesal padahal kukira dia akan menunjukkan ekspresi tidak suka mengingat permasalahan kalung milik Tere.

“Udah selesai kelas?” tanya Rena membuka obrolan denganku.

“Udah, ini abis makan mau pulang” ucapku.

Rena mengangguk-angguk. Di sisi lain, Nata menatapku kesal.

“Lo nggak ada yang diomongin ke kita?” ucap Nata tiba-tiba.

“Apa?” tanyaku singkat sambil melanjutkan makanku. Jujur sebenernya aku lagi tidak mood berbicara dengan mereka.

Melihat diriku yang menjawab dengan malas-malasan, Nata menatapku sengit dan berbicara dengan suara yang mulai sedikit meninggi.

“Setidaknya jelasin kenapa kalung Tere bisa ada di lo?”

Aku menatap Nata pelan dengan mulut yang masih mengunyah makanan. Ahh, sudah aku pusing memikirkan perusahaan apa yang harus aku observasi, memikirkan kalung Tere, sekarang aku harus berurusan dengan mereka mengenai kalung itu.

Rena melirikku tapi bukan dengan tatapan intimidasi, ia menatapku dengan tatapan penuh harap seakan menungguku untuk menjawab pertanyaan tersebut.

“Aku nemu kalung itu di jalan. Waktu konser” ucapku, “Itu kalung ada di tengah-tengah orang-orang yang lagi siap-siap nonton konser. Abis itu juga langsung aku kasih ke Ash, nggak aku apa-apain” lanjutku.

Aku perhatikan wajah Tere dan Rena. Mereka hanya tersenyum tipis mendengar perkataanku. Nata sempat terdiam sebentar. Sepertinya dia sedang menimbang-nimbang perkataanku.

My Handsome Ashtara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang