Author POV
Setelah benar-benar mengantar pulang Hirana hingga ke depan rumahnya dengan wajah Hirana yang masih terlihat kebingungan, Ashtara pun pulang ke rumahnya sendiri.
“Ashtara” panggil seorang wanita cantik yang berdiri tepat di depan pintu rumah Ashtara. Wanita itu memiliki sorot mata yang cukup tajam. Meskipun umurnya mungkin sudah terbilang tidak muda lagi, wajahnya masih terlihat muda dan cerah. Ia memakai dress berwarna abu-abu dengan hiasan di bagian pinggulnya.
“Bunda? Ngapain disini?” tanya Ashtara yang melihat sang ibu berdiri di depan pintu rumah besar itu. Sang ibu menaikkan sebelah alisnya. Wanita dengan rambutnya panjang berwarna merah kecokelatan itu menatap malas sang anak.
“Apa maksudnya? Rumah juga rumah saya. Kenapa bunda nggak boleh disini” ucap seorang laki-laki yang tiba-tiba berdiri di sebelah sang ibu sambil merangkul wanita berwajah cantik itu. Laki-laki yang berdiri di samping sang ibu itu adalah ayah dari Ashtara. Ia memiliki perawakan tegap dan tubuh yang bagus dengan wajah tampan serta memiliki rambut berwarna hitam legam.
Ashtara menatap kedua orang tuanya dengan tatapan santai, “udah balik toh, kenapa nggak bilang dulu?” tanya Ashtara terkesan basa-basi.
Ibu dari Ashtara menatap anaknya dengan tatapan kesal.
“Sengaja. Seandainya kami bilang, kami nggak bakal tau kalo ternyata kamu sering pulang malem kayak gini” ucap sang ibu.
“Hah? Ini pulang malem karena tadi ada urusan organisasi. Biasanya kalo ngurusin perusahaan ayah aku pulang malem juga kok” jawab Ashtara.
“Itu adik kamu sendirian. Terus mau kamu biarin aja?” tanya sang ibu.
“Bun…”
“Udah, biarin dia masuk dulu” ucap sang ayah sambil membawa masuk istrinya ke dalam rumah. Sedangkan Ashtara hanya mengikut dari belakang.
Setelah Asthara selesai membersihkan diri, Ashtara dan keluarganya, termasuk Rena berada di ruang makan untuk makan bersama.
Ruang makan itu sangat besar. Di dinding ruang makan tersebut terdapat dekorasi dan ukiran yang sangat cantik. Disana sudah terdapat Ashtara bersama kedua orang tuanya. Tinggal menunggu satu orang lagi yang belum berada di sana, yaitu Rena Eilzhnata, adik dari Ashtara yang katanya tadi izin untuk mandi terlebih dahulu, tetapi setelah satu jam ia masih belum keluar dari kamar mandi.
Tak lama, seorang wanita cantik dengan baju berwarna cokelat cerah datang memasuki ruang makan. Ia langsung menghampiri tempat dimana sang kakak dan orang tuanya berada.
“Misi-misi, aku mau duduk samping bunda” ucap Rena sambil mendorong Ash yang sudah duduk di kursinya.
Ash menoleh, “Sana pergi, duduk situ” tunjuk Ash pada salah satu kursi yang kosong di hadapannya.
“Nggak mau. Sana kek. Aku mau samping bunda” Rena menarik tangan Ash agar berdiri dari kursi yang tentu saja tidak berpengaruh apa pun pada Ash. Ash masih diam tidak bergerak sedikit pun. Suatu hal yang sia-sia menarik Ash, seorang laki-laki yang bahkan bisa melawan belasan orang sekaligus dengan tangan kosong.
Ash masih diam, mengabaikan adiknya.
“Ash, sana” ucap sang ibu memerintahkan anak laki-lakinya untuk pindah.
Ash masih diam. Sepertinya ia pura-pura tuli.
“Ash”
“......”
“Ash”
“......”
“Ash, kalo kamu masih diem disini, semua data yang kamu urus bunda hapus permanen”
Mendengar hal itu, Ashtara langsung menolehkan kepalanya kepada sang ibu. Keluarganya itu memang suka aneh-aneh. Sang ibu tahu ancaman-ancaman lainnya pasti hanya sekedar angin lalu. Tapi kalo soal data-data yang Ash urus, baik data kampus, organisasi, maupun data perusahaan yang dia urus, pasti dia tidak bisa mengabaikannya. Lagipula ancaman dari sang ibu bukan hanya ancaman biasa. Keluarga Ash memang memiliki perusahaan besar. Mereka pun kenal dengan banyak orang penting lainnya. Sang ibu juga memiliki kenalan di sebuah perusahaan IT yang sangat terpandang. Jika Ash tidak menuruti perkataan sang ibu, wanita itu bisa saja benar-benar menghilangkan semua data-data milik Ashtara. Bahkan meskipun tidak melalui kenalan-kenalan perusahaan lain, pegawai-pegawai perusahaan keluarga Ashtara berada di level tingkat atas yang bekerja di berbagai bidang. Ash yang tahu hal itu pun lebih memilih untuk mengalah.
“Ck” Ashtara yang mendecih pelan yang langsung saja mendapat pelototan dari sang ibu. Kemudian, ia langsung berpindah ke kursi lainnya. Sang ayah hanya menggeleng pelan memperhatikan tingkah laku istrinya dan kedua anaknya.
Setelah keributan kecil di meja makan, mereka pun makan bersama. Jarang-jarang mereka bisa seperti ini, biasanya orang tua Ashtara tidak ada di rumah karena sang ayah mengurusi perusahaan yang berada di luar negeri. Sedangkan sang ibu, ia hanya mengikuti sang suami. Waktu itu sang ibu pernah ditanya oleh tetangga kenapa dia nggak jaga rumah aja, kenapa malah ngintilin suaminya kemana-mana. Biasalah tetangga suka rempong.
Kemudian sang ibu menjawab, “Hah, udah pada gede ini, kali-kali biar saya bisa nikmatin hidup, mesra-mesraan sama suami. Saya udah capek ngurusin dua anak ayam itu” katanya santai.
Tadinya sang tetangga ingin membalas sesuatu, tapi karena ibu Ashtara itu malas mendengarkan ocehan tidak penting, maka tetangga itu ia tinggal begitu saja.
Kembali ke meja makan, Rena kembali membuka suaranya bertanya kepada kedua orang tuanya.
“Kalian disini berapa lama?” tanya Rena.
“Seminggu” jawab sang ayah.
“Yahhh, kok bentar banget sih”
“Kami kesini hanya mampir untuk mengecek soal keadaan kemarin” ucap sang ayah.
“Maaf ya Rena, saat kamu lagi susah, ayah sama bunda malah nggak ada disini. Waktu kami denger kamu jatuh dari gedung itu, tadinya bunda mau langsung dateng kesini, tapi di perusahaan ayah ada masalah dan kalau tidak diselesaikan saat itu juga, semuanya bisa hancur. Ibu hanya bisa kirim orang buat ngurusin kamu di rumah sakit” ucap sang ibu dengan raut wajah sedih yang berbanding terbalik dengan ekspresi biasanya yang ala-ala mommy kece orang kaya yang suka pake kacamata item itu loh. Walaupun emang kaya sih.
“Kami juga sempet denger kabar mengenai orang yang menargetkanmu. Makanya kami memutuskan untuk datang kesini. Kami nggak mau kejadian kayak waktu kamu jatuh dari gedung itu terjadi lagi” kata sang ayah kepada Rena.
Rena hanya diam mendengar perkataan orang tuanya. Sebenarnya ia tidak mau lagi membahas hal ini. Sejujurnya di dalam dirinya masih tertinggal rasa trauma. Akan tetapi, setelah melihat Hirana yang dijadikan umpan dan terakhir kali bertemu Hirana, ia melihat bahwa Hirana memiliki banyak luka di tubuhnya, ia malah merasa sedikit kasihan. Apalagi tepat sebelum Hirana diculik, mereka sempat berbincang-bincang santai dan Hirana kembali meminta maaf padanya. Ia malah sedikit merasa bersalah.
“Lalu, bagaimana soal perusahaan milik manusia tidak tahu diuntung itu?” tanya sang ayah kepada Ashtara yang sudah hampir menyelesaikan makannya.
“Sudah diurus” jawab Ash, “Lagian, bisa nggak sih ayah urus sendiri soal musuh-musuh anda yang merepotkan itu. Dia nggak mungkin dateng kesini secara langsung kalo nggak ada dendam dengan anda, ayah yang terhormat. Orang itu pusat perusahaannya di luar negeri. Harusnya dia juga nggak bisa sampe nargetin kita segitunya”
Sang ayah yang mendengar hal tersebut malah tertawa. Begitu juga dengan sang ibu.
~~~~
Halooo, buat part ini sama satu part ke depan, mungkin nggak bisa ketemu sama Hirana dulu yaaa.
Disini aku mau nunjukkin sedikit interaksi keluarga mereka dan ngasih beberapa penjelasann hehehe.
Selamat membaca dan selamat menikmati ~~~~
Jangan lupa vote dan komennyaa
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Handsome Ashtara [END]
Jugendliteratur[Belum Revisi] Ana ternyata benar-benar masuk ke dalam dunia novel yang ia pernah baca. Novel romantis yang menceritakan tentang perjalanan sang pemeran utama dan lika-liku kehidupannya. Sayangnya, bukan menjadi pemeran utama, ia malah menjadi figu...