Benar-benar sebuah lelucon menggelikan. Apalagi mendengar langsung bagaimana seorang Hendrawan Sanjaya berperan menjadi ayah bijaksana demi nama baik rumah tangga putrinya, yang bahkan tak pernah ia pedulikan. Sekalipun jasadnya sudah terkubur di dalam tanah.
Andreas pikir, keluarga terlampau cuek seperti Sanjaya tidak terlalu senang mengundang orang lain ke dalam drama hidup mereka, selama hal itu tidak mengusik martabat dan nama baik yang mereka agung-agungkan. Namun dari pembicaraan singkatnya bersama Hendrawan di telepon beberapa jam lalu, sepertinya ayah mertuanya itu tak akan melepaskan Andreas dengan mudah kali ini. Apalagi setelah semua pemberitaan media yang terjadi.
Lagipula ia yakin, bukan murni rasa empati pada Namira lah yang menggerakan Hendrawan mengungkit masalah berita penuh sensasi ini ke permukaan, tapi tidak lebih pada harga diri setinggi langit pria itu yang merasa tercoreng, karena sang menantu tidak lagi menganggap keberadaan mereka cukup penting dengan berkelakuan seenaknya di luar sana menciptakan skandal dengan perempuan lain.
Karena jika keluarga besar Sanjaya memang memiliki hati sedermawan itu, mungkin istrinya tidak akan memilih kematian paling tragis sebagai jalan keluar dari neraka dunia yang ia namakan keluarga.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam saat mobil dikemudikan Andreas memasuki pekarangan luas rumah mewah klasik bergaya Renaisans yang tidak cukup asing baginya. Mengingat ia pernah beberapa kali menginjakkan kaki ke tempat ini bersama Namira. Hanya saja untuk kedatangannya kali ini, tidak ada lagi sosok wanita itu yang akan selalu berjalan mendampinginya seperti sudah-sudah.
Melepas sabuk pengaman, Andreas pun turun dari mobil dan melangkah menuju pintu utama yang tampak sengaja dibiarkan terbuka lebar. Seakan mempersilakan kedatangannya tanpa perlu repot-repot mengetuk terlebih dulu.
Area foyer dengan langit-langit tinggi, disertai tangga panjang melingkar terletak di sudut kiri ruangan dekat pintu masuk, adalah pemandangan pertama yang menyambut ketika kakinya menjejak melewati ambang pintu. Pandangan mata lelaki itu langsung tertuju pada bingkai foto keluarga berukuran besar terpancang megah pada dinding atas dari sofa kulit merah tua khusus tamu diletakkan.
Bayangan lima orang yang tampak tersenyum lebar berpose di dalam sana, terlihat kontras dengan wajah datar sosok lain yang berbagi ruang foto dengan kelima orang itu. Wanita berambut ikal panjang dengan gaun satin putih tanpa lengan tersebut, bahkan tanpa segan menunjukkan keengganannya. Pemandangan yang justru tak pelak menaikan lengkungan miris di bibir Andreas.
Benar-benar sebuah gambaran keluarga harmonis dan bahagia.
Ya, setidaknya itulah yang berusaha bingkai foto di depannya tampilkan.Samar-samar, suara bincang tawa terdengar dari area ruang makan ketika langkah kaki lelaki itu menelusur masuk ke bagian rumah semakin dalam. Gelak canda yang bertambah kian lantang bersamaan dengan jaraknya mendekati ruang sumber keramaian itu tercipta, perlahan langsung meluruh hingga hilang tak berbekas. Menyisakan ruang hening, sesaat setelah orang-orang di tempat itu menyadari kehadirannya.
Hendrawan yang duduk di kepala meja berhadapan langsung dengan arah kedatangan lelaki itu, lebih dulu membuka suara. "Kamu terlambat. Makan malam bahkan sudah lewat dari dua puluh menit yang lalu."
Andreas yang menangkap nada sarkasme kentara dari kalimat itu, ikut mengulas sunggingan samar. "Saya rasa tidak pernah berjanji mengatakan akan datang tepat waktu kalau-kalau anda lupa, Pak Hendrawan."
Tanpa menunggu dipersilakan, Andreas sudah lebih dulu menjatuhkan diri ke kursi kosong terdekat yang bisa ia jangkau. Berdampingan dengan Violina Sanjaya ibu mertuanya yang juga turut hadir di sana tanpa sedikitpun menoleh walau hanya sekedar menyapa berbasa-basi. Bersamaan dengan satu sosok lain, seorang perempuan muda di samping Violina, di mana cukup Andreas kenali sebagai anak kedua Hendrawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels
Romance[On going] Andreas Pramoedya tak pernah membiarkan siapapun mengusik ranah pribadinya. Sikap dingin dan tertutup pria itu makin tak tersentuh saat Namira istrinya memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan tragis. Kematian Namira yang penuh tragedi, s...