Rena tak pernah menduga bahwa kedatangan pria bernama Lukman Atmaja ke ruang kerjanya, dengan dalih membantu usaha meloloskan diri gadis itu dari sasaran kerumunan media, justru akan kembali menyeret Rena pada situasi yang membuat ia sekali lagi terjebak bersama sosok Andreas Pramoedya di ruang sempit ini.
Saat mengetahui bahwa pria dibalik kemudi yang akan membawanya pergi adalah orang yang sama sekali ingin coba ia hindari, hal pertama terlintas di pikiran Rena adalah keinginannya untuk nekat saja menerobos barisan para wartawan atau kembali naik ke atas, meminta Mas Tian dan Mala menjalankan rencana pelarian mereka seperti semula.
Namun belum sempat Rena berpikir untuk merealisasikan kehendak itu, Lukman yang melihat keterdiaman Rena karena enggan beranjak dari tempatnya, dengan sendirinya berinisiatif mendorong pelan gadis itu hingga terduduk paksa ke jok penumpang. Bahkan sempat melotot tajam ketika Rena baru saja ingin mengeluarkan protes tak terima, dan dengan sigap langsung menutup pintu mobil dengan cepat. Berpamitan sopan pada Andreas melalui satu anggukan kepala.
Pintu yang otomatis terkunci dari dalam, membuat niat Rena menolak ide ini terhempas sia-sia. Sementara Andreas tak lama setelahnya mulai menjalankan mesin kendaraan ketika mendapat pesan konfirmasi dari Lukman tentang posisi asistennya itu yang sudah berhasil membawa Alphard hitam miliknya keluar dari parkiran. Diikuti oleh kehebohan beberapa wartawan yang bergegas menyusul di belakang Lukman, saat mengenali plat dan warna mobil Andreas baru saja lewat melintasi halaman depan lobi utama.
Pada akhirnya Rena tak punya kesempatan menolak keputusan ini, atau mungkin ia juga sudah terlanjur lelah untuk terlibat konfrontasi lagi karena sekarang kepalanya sudah terisi penuh dengan beragam masalah yang ada. Andreas yang duduk di sampingnya juga tak banyak bicara, selain sesekali bertukar informasi dengan Lukman di seberang earphone bluetooth, usai mereka berhasil keluar dari pelataran parkir tanpa terendus keberadaan para reporter tersisa di sekitar lobi dan pintu masuk.
Berterima kasihlah pada kaca gelap mobil sedan Lukman yang menjadi tameng pertukaran untuk mengelabui para media. Sesuai persis dengan apa yang sudah direncanakan.
"Pak Andreas bisa turunkan saya di sekitaran Lipi. Ada jalur Transjakarta yang biasa saya tumpangi di sana." Rena membuka suara setelah lewat dua puluh menit mereka meninggalkan gedung Ciputra. Usai terlibat sedikit kemacetan di sana-sini.
"Kamu hanya akan turun kalau kita sudah sampai di Bogor." Andreas menjawab tanpa melepaskan atensi pada jalanan di depan.
Rena mengerut dahi tak menyembunyikan kebingungannya. "Bogor? Sejak kapan kontrakan saya ada di Bogor?"
"Memangnya siapa yang mau pergi ke kontrakan kamu?"
"APA?"
Andreas berdecak seraya mengusap telinganya yang gatal akibat pekikan nyaring Rena.
"Kamu pura-pura tidak dengar? Atau punya gangguan pendengaran?" balas Andreas seenak dengkul. "Kita tidak akan kemana-mana selain ke Bogor."
Sumpah, jika membunuh bisa melalui tatapan tajam, mungkin Andreas sekarang sudah tewas menggelepar di tempat saat sorot laser penuh amarah dari Rena menghujamnya teramat kuat. Ini seperti perasaan de javu yang sangat familiar ketika ia berakhir di mobil yang sama dengan Andreas. Seperti pengalaman sebelumnya, pria itu memang selalu semena-mena mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan pendapat orang lain.
"Saya hanya butuh kembali ke kontrakan saya. Dan tidak punya alasan atau keharusan mengikuti anda sampai ke Bogor!"
"Dan saya juga tidak akan membiarkan kamu mengacau jika tertangkap oleh media di kontrakan kamu sendiri." Andreas menimpali.
"Kamu pikir berita yang sudah menjamur ini akan membuat kediaman tempat tinggal kamu aman dari serbuan wartawan? Informasi di era digital seperti ini tidak akan sulit membuat mereka menggali lebih lanjut tentang identitas wanita yang terlibat skandal dengan saya dan Namira."

KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels
Romance[On going] Andreas Pramoedya tak pernah membiarkan siapapun mengusik ranah pribadinya. Sikap dingin dan tertutup pria itu makin tak tersentuh saat Namira istrinya memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan tragis. Kematian Namira yang penuh tragedi, s...