Seokjin membuka jendela mobilnya ketika mereka sudah berada dekat dengan rumah kedua orang tua Namjoon.
Mengeluarkan satu tangannya untuk merasakan sejuknya hawa pedesaan.
Ia menarik napas panjang dan memejamkan matanya sebentar.
Namjoon yang melihat hal itu tersenyum.
"Iya. Seokjin memang butuh udara segar seperti ini" Pikirannya kembali pada Seokjin tadi malam, ia sangat tersiksa diantara sesak napasnya.
Namjoon membelai rambut Seokjin yang berkibaran ditiup angin.
"Kukira kau marah Namjoonie..." Ia menoleh dengan tatapan sedih.
"Maaf membuatmu khawatir sayang..."
Namjoon tersenyum manis.
Mereka bertiga tidak banyak bicara selama perjalanan tadi sampai-sampai Jimin tertidur pulas di bangku belakangnya.
"Tapi kita perlu bicara soal tadi...kau kenapa..." Seokjin kembali menatap jalan.
"Iya sayang...kita bicara nanti ya..."
Mobil itu melewati ladang bunga dan buah-buahan. Kemudian masuk ke sebuah halaman luas.
Di tengahnya terdapat rumah yang terbuat dari kayu dan bata merah.
Seokjin, Namjoon dan Jimin pun keluar dari dalam mobil dan menurunkan barang-barang belanjaan mereka.
"Aigoooo....Joonie kau tinggi sekali sekarang.."
"Selamat ulang tahun nak..." Wanita paruh baya itu menyambut Namjoon dengan pelukan hangat.
"Jiminiee...kalian sehat?"
"Aah...ini pasti pacarnya Joonie bukan?" Wanita itu menghampiri Seokjin.
"H-hallo...nyonya Kim..aku..." Sapaannya terputus ketika ibu Namjoon langsung memeluknya.
"Aishh....nyonya apanya....panggil aku eomma Seokjin-ah..." Wanita itu menepuk dan mengusap-usap lengannya.
"Kalian sudah datang rupanya.." Seorang laki-laki yang juga sudah terlihat berumur muncul dari pintu.
"Appa...." Jimin berlari memeluknya.
Namjoon tersenyum kemudian menengok ke arah Seokjin yang berdiri di sebelah ibunya yang masih mengelus-elus lengannya.
Pria itu sedikit menunduk.
Senyumnya memudar ketika melihat mata Seokjin berkaca-kaca.
"Ayo masuk...kalian pasti lelah.."
Ujar ayah Namjoon sambil menggiring anak-anaknya...dan Seokjin yang terlihat beberapa kali mengatupkan kedua matanya sambil membungkuk hormat.Malam itu terdengar ramai sekali di ruang tamu.
Mereka semua duduk beralaskan bantal di depan sebuah meja pendek dan menyantap makan malamnya.
"Jimin suka sekali makan di meja ini...kuharap kau tidak apa-apa Seokjin-ah". Sang ayah tersenyum kikuk pada pria di seberangnya.
"T-tidak apa-apa tuan Kim...aku suka suasana seperti ini" Suaranya agak bergetar.
Namjoon mulai khawatir.
"Appa..." Ibu Namjoon yang berada di ujung meja mengkoreksi panggilan Seokjin pada sang ayah.
"Ah..maaf...appa.." Seokjin tertawa malu sambil mengusap tengkuknya.
Makan malam yang hangat itupun berlanjut dengan canda tawa.
Eomma dan appa banyak bercerita tentang masa kecil anak-anaknya.
Seokjin hanya tersenyum memperhatikan keluarga sederhana itu, sesekali ia menunduk, memainkan makanannya sebelum menyuapkannya.
"Tambah lagi supnya Seokjin-ah..." Eomma menunjuk mangkuk sup yang isinya sudah hampir seperempatnya.
"A-aku sudah kenyang eomma...terimakasih"
"Aku antar kau berkeliling yuk Seokjinnie..." Namjoon berdiri dan menarik tangan Seokjin.
"Ah...apakah tidak apa-apa? Mereka belum selesai makan" Seokjin tidak bergerak dari tempat duduknya.
"Eoh?" Namjoon bingung.
"Ahahahaha....tidak apa-apa Seokjin-ah...tidak usah formal seperti itu..."
"Tapi jangan lama-lama di luar..udara malam dingin sekali disini" Sang ayah berpesan.
Seokjin berdiri dan membungkuk.
"Sayang....." Namjoon menarik Seokjin yang berjalan di depannya.
"Hey...hey...ada apa?" Namjoon menyusul, berdiri di hadapan pria itu dan merendahkan badannya.
"Maaf...aku tidak bisa menahannya.." Air matanya turun tanpa henti.
"Seokjinnie......ini yang aku takutkan jika mengajakmu kesini...." Namjoon mendekap erat tubuhnya. Tersenyum mengecup rambut, kening dan pipinya berkali-kali.
"A-bukan begitu Namjoonie....aku hanya terharu.." Ucapan Seokjin terbata-bata diantara tangisannya.
"Aku tidak pernah diperlakukan sebaik itu"
"Waktu eomma memelukku..aku...." Ia terisak lagi."Aku mengerti sayang...aku mengerti....sshhhh...tidak apa-apa....mereka keluargamu sekarang..."
"Seokjin anak yang sopan ya Jimin-ah"
Appa, eomma dan Jimin mengintip dari balik jendela.
Jimin pun bercerita tentang apa yang telah Seokjin alami pada orang tuanya.
Mereka hanya mengangguk-angguk sesekali mengelus dada sambil berpandangan.