Chapter 65 : Deja vu

144 14 0
                                    




Keduanya dalam perjalanan pulang.

Seokjin menyalakan musik dalam mobil Namjoon.

Ia pun mulai menggumam mengikuti lagu tersebut.

Spring Day.

Namjoon pun ikut bernyanyi.

Dan akhirnya berteriak-teriak karena nada lagu tersebut terlalu tinggi.

Seokjin terbahak-bahak mendengarnya.

"Yyyaaahhhhhh.....jangan bernyanyi!" Ia memukul-mukul pelan lengannya.

Tapi tidak menghentikan Namjoon untuk menyanyikan chorus lagu itu dengan suara sumbang dan keras.

Seokjin lagi-lagi tergelak.

Tawa wiper jendela itu tidak bisa berhenti hingga lagu selesai.

"Aishhhh...jinjja....perutku sakit" Seokjin menghentikan tawanya.

Menyeka air matanya dan menepuk-nepuk pipinya yang panas.





Mereka akhirnya tiba di apartemen Seokjin.

"Passwordnya masih sama..." Ia tersenyum sambil menunjuk.

"Nee....besok baru akan kuganti" Seokjin membuka pintu dan masuk terlebih dahulu.

Tak lama ia keluar dari kamarnya membawa kaos dan celana training.

"Namjoon-ah...."

"Menginap disini ya..." Seokjin menatapnya.

Matanya membulat. Lucu sekali.

Namjoon segera melangkah dan mengambil baju di tangan Seokjin.

"Kau mau mandi?" Tanyanya sambil menanggalkan pakaiannya satu persatu.

"Kita bau daging panggang hahaha..."





"Seokjin-ah...." Namjoon melebarkan kedua tangannya.

"Bajunya kekecilan"

Seokjin yang sedang membalas pesan di ponselnya mendongak dan terbahak-bahak melihat pria yang baru selesai mandi itu.

Kaos putihnya mengatung di bawah perutnya.

'Jinnieya...'
'Kau jadi berangkat lusa?'

'Jadi Tae...'
'Penerbanganku jam 5 pagi'

Namjoon tak sengaja melirik ponsel yang diletakkan Seokjin di meja untuk mengambil kaos baru untuknya.

"Besok benar-benar hari terakhirku bersama Seokjin..."

"Tidak mungkin ia membatalkan penerbangannya jika aku menahannya bukan?"

"Hey..."

Seokjin melemparkan kaos berukuran besar itu.

Pria  yang sedang melamun itu terkejut dan gelagapan menangkapnya.




"Kau sudah mengantuk?"

"Belum..." Seokjin yang sedang bersandar di sebelahnya menggeleng.

Mereka berdua menonton televisi dan menikmati sebotol wine.

"Seokjin-ah...."

"Apa rencanamu sesampainya disana?" Namjoon meletakkan gelasnya di meja.

"Belum tahu hehe..."

"Kau.....tidak merencanakan apa-apa sama sekali?" Namjoon bergeser menghadap pria yang masih duduk santai itu.

Seokjin kembali menggeleng sambil menatapnya polos sambil menghabiskan winenya.

"Haruskah aku punya rencana?" Ia kembali mengisi penuh gelas dan menyesapnya.


"..."



"Apakah ini benar-benar pilihanmu?"

"Haruskah aku membahas hal ini sekarang?"

"Sudah terlambat bodoh!"

Namjoon mengalihkan perhatiannya. Mengambil gelas dan ikut menyesapnya.


"Dingin tidak?"

"Aku ambil selimut ya..."

"Akhh....." Seokjin tiba-tiba membungkuk dan meremat perutnya ketika ia hendak berdiri.

"Sayang!"

"Sakit?"

Namjoon reflek menangkap tubuhnya dan memapahnya kembali ke sofa.

"Sayang?" Seokjin menyeringai disela kesakitannya.

"A...maksudku..."

"Sshhhhhh...." Seokjin membungkukkan duduknya.

"Maaf ya...dari tadi sore perutku sedikit sakit"

"Itukan sebabnya kau menangis di bioskop tadi?" Namjoon mengusap-usap punggungnya pelan.

Seokjin menoleh kaget. Tak menyangka Namjoon akan mengetahuinya.

"Dimana obatmu? Aku ambilkan ya..."

Namjoon lalu berlari ke kamarnya.

Kamar itupun sudah kosong.

Koper-kopernya berada di dekat pintu.

"Tuhan...apa yang harus kulakukan sekarang?"

Langkahnya terhenti.

Hatinya sakit sekali.


"Namjoon-ah...." Suara di belakangnya setengah berbisik.

"Hey...jangan jalan-jalan dulu nanti makin sakit..."

Pria itu berjalan perlahan mendekatinya. Mendaratkan kepalanya pada leher Namjoon.

"Minum obatnya dulu ya....." Ia membelai rambut Seokjin dan memberikan obat maag itu.

Jantungnya kembali berdebar kencang.

"Bogoshipda...." Seokjin berbisik di ceruk lehernya.

"Sudah enakan?" Namjoon mendektkan wajahnya.

"Namjoonie....."

"Bolehkah aku jadi kekasihmu sampai aku berangkat nanti?"

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang