Namjoon terbangun dan mendapati Seokjin menghilang dari sebelahnya.
Ia berjalan keluar dari kamar.
Suara orang mengobrol dan tertawa terdengar sayup-sayup dari belakang rumahnya.
Ia mengintip dari balik pintu.
"Jangan marahi Jimin nee...kami hanya khawatir padamu"
"Tidak appa...aku jadi malu karena kemarin" Seokjin mengusap tengkuknya.
"Seokjin-ah...tidak baik memendam perasaan itu..jika kau punya kesempatan, punya seseorang untuk bersandar...gunakanlah orang itu untuk meluapkan perasaanmu.."
"Jika kau marah, marahlah..jika kau bahagia, bagilah kebahagianmu itu..jika kau menyayangi seseorang, katakan segera....kau tidak akan tahu kapan waktu akan berhenti bukan?"
Seokjin mengangguk pelan. "Terimakasih appa..."
"Appa senang ada yang menemani Joonie lagi...kau pandai memasak katanya?"
"Ah....tidak appa..hanya hobi saja" Seokjin melambaikan kedua tangannya dan tertawa.
"Kau tahu...suatu hari Joonie pernah memasak...biasanya masakannya yang gosong...tapi tidak....pancinya yang gosong, masakannya masih mentah" Appa bercerita dengan semangat khas anaknya.
Suara tawa wiper jendela itupun muncul lagi seiring dengan Namjoon yang menampakkan dirinya.
"Appaaa~~~~"
"Itukan sudah lama sekalii......" Namjoon merengek lucu.Mereka menyelesaikan sarapannya bersama-sama.
Namjoon dan Seokjin pergi berjalan kaki.
Keduanya duduk di padang rumput di atas bukit yang tidak jauh dari rumahnya.
"Seokjinnie....kemarin..." Namjoon membuka percakapan.
"Maaf Namjoonie aku tidak bermaksud lancang membelikan barang-barang itu aku hanya...."
"Bukan begitu sayang...." Namjoon memotong ucapan Seokjin yang tanpa jeda.
"Aku juga laki-laki Seokjinnie...maaf jika aku terlalu jujur, tapi aku merasa harga diriku jatuh jika kau terus menghujaniku dengan pemberianmu" Ia menatap wajah polos Seokjin dengan hati-hati.
"Aku tidak akan pernah bisa membalasnya"
"Dan....aku tidak mau uang hasil kerja kerasmu habis karena ini semua"Hening
"Begitu ya..." Seokjin akhirnya bicara.
"Sebenarnya aku tidak mengerti kenapa itu jadi masalah untukmu"
"Aku senang jika orang-orang di sekitarku senang"
"Kau selalu menuruti permintaan semua orang Seokjinnie..." Pernyataan Namjoon disusul dengan anggukan polos Seokjin.
"Lalu apa yang kau inginkan?"
Seokjin memiringkan kepalanya bingung.
"Apa yang seorang Kim Seokjin mau dalam kehidupannya?" Namjoon meletakkan telunjuknya di dada Seokjin.
"Ikuti kata hatimu Seokjinnie..."
Sore itu mereka bersiap-siap untuk pulang. Namjoon membantu mengangkut koper-koper mereka ke dalam bagasi.
Jimin masih merangkul erat lengan ibunya."Sering-seringlah kalian main kesini.." Appa menepuk-nepuk bahu Seokjin.
"Hati-hati menyetirnya Seokjin-ah..."
"Terimakasih bedcovernya ya..hangat sekali..." Eomma mengusap punggungnya dan tersenyum.
Namjoon dan Jimin berpamitan setelah memeluk kedua orang tuanya.
"Eomma...Appa....walaupun sebentar tapi aku benar-benar senang sekali...terimakasih banyak..." Seokjin membungkukkan badannya.
"Sama-sama Seokjin-ah....sehat-sehat ya..." Eomma memeluknya erat.
Seokjin terpejam dalam pelukan wanita itu.
Rasa hangat yang tidak pernah ia dapatkan dari seorang ibu.
Matanya yang kembali berkaca-kaca dengan cepat ditutupi dengan kaca mata hitamnya.
"Kami berangkat eomma..."
Mobil bergerak pelan meninggalkan rumah itu.
Kedua orang tua Namjoon melambai dari kejauhan.
"Ini akan menjadi salah satu kenangan terbaik yang aku pernah kumiliki"