Shelyn memeluk lutut di tengah kegelapan, ia menangis tersedu-sedu. Tubuhnya bergetar kedinginan. Tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar. Ia semakin histeris ketakukan saat melihat sang ayah datang membawa sapu lidi.
“Dasar anak tak tahu diri! Kau sangat merepotkan!” Ayah memukul tubuh Shelyn menggunakan sapu lidi itu dengan tak berperasaan.
“Ampun Ayah..."
“Ayah berhen-tih, ini sakit...”
Seakan tak mendengar rintihan kesakitan dan tangisan Shelyn, ayah membekap mulut gadis itu dengan lakban. Lengan Shelyn diikat ke belakang.
“Terima hukumanmu! Kau bawa ke mana uang itu hah?!”
Shelyn menggeleng lemah, ia memakai uang itu untuk membayar uang bulanan sekolah. Uang yang Shelyn dapatkan dari hasil jerih payahnya. Sepulang sekolah ia menyempatkan waktu untuk membuat kue dan menjualnya di sekolah.
“Jangan harap kau bisa bersekolah besok!” sentak ayah beranjak meninggalkan Shelyn sendirian di gudang. Ayah mengunci pintu dari luar. Shelyn kembali terisak.
Ia tidak bisa tidur dalam keadaan seperti ini, tikus beserta binatang-binatang kecil keluar menemani Shelyn di malam itu.
“Rashel...”
“Rashel...”
“Rashelyna!”
Mata gadis itu terbuka dengan gerakan cepat. Ia menatap sekitar dengan mata bergetar ketakutan. Peluh membasahi wajah Rashelyna. Tiba-tiba ia merasakan usapan lembut di pipinya. Rashelyna menoleh mendapati suaminya sedang menatapnya.
“Kenapa?” tanya Arkielga.
“T-idak apa-apa,” jawab Rashelyna menetralkan degup jantungnya. Ia mengangkat sedikit tangannya yang gemetar. Apa sebesar itukah efek dari masa lalu Shelyn hingga rasa sakit itu masih bisa ia rasakan.
Arkielga menyodorkan gelas berisi air putih, Rashelyna segera meraih gelas tersebut lalu ia minum dengan terburu-buru hingga tersedak.
Uhukk
“Pelan-pelan.”
“Masih mengantuk?”
Rashelyna menggeleng cepat, sebenarnya rasa kantuk itu masih ada namun jika tidur kembali ia takut mimpi itu datang lagi. Ia memainkan jari-jarinya, Arkielga yang melihat itu segera meraih lengan Rashelyna pada genggamannya.
Rashelyna menoleh menatap lelaki di sampingnya yang sedang bersandar sambil memejamkan mata.
Rashelyna, kenapa kau beruntung sekali? Aku jadi iri padamu...
Gadis itu menghembuskan napas pelan, selang beberapa menit entah mengapa perutnya seperti bergejolak ingin memuntahkan sesuatu. Wajah gadis itu sedikit pucat, Rashelyna merasakan pusing pada kepalanya.
Rashelyna melirik sedikit ke samping, dilihat lelaki itu sepertinya sedang nyenyak dalam tidurnya jadi tidak tega untuk membangunkannya.
Karena tidak ingin mengganggu Arkielga, gadis itu menyenderkan tubuhnya pada kursi, ia mengatur napas dengan baik supaya rasa mual itu hilang. Lalu tak lama, mata Rashelyna mulai terpejam.
***
Tepukan pelan pada pipi membuat Rashelyna terbangun dengan lesu. Ia melihat Arkielga tengah menatapnya dengan tatapan tajam. Arkielga membantu gadis itu untuk duduk dengan benar.
“Kita sudah sampai?” tanya Rashelyna. Gadis itu terkejut begitu dirinya sedang berada di dalam mobil. Bukankah tadi ia masih berada di pesawat?
“Turun.” Setelah mengatakan itu Arkielga berlalu turun tanpa menghiraukan gadis itu.
Tak henti-hentinya bibir Rashelyna berdecak kagum begitu dirinya berpijak dan melihat begitu mewahnya bangunan di hadapannya itu. Bahkan bangunan ini lebih besar dari rumah yang sebelumnya ia tempati.
“Tuan dan Nyonya, mari.” Seorang pria mempersilakan mereka menuju pintu besar bangunan itu. Ia membukakan pintu lalu disambut oleh seorang wanita tua dengan seragam sama seperti Sarah—What?! Ia melupakan Sarah!
Dengan refleks Rashelyna menarik ujung baju Arkielga dengan pelan. Lelaki itu menoleh sedikit.
“Apakah Sarah tidak ikut?”
“Masuklah.” Arkielga malah menyuruh gadis itu memasuki rumah terlebih dulu sedangkan lelaki itu pergi. Rashelyna menahan diri untuk tidak mengumpat. Hatinya sangat dongkol dengan perilaku Arkielga.
“Selamat datang kembali, Nyonya,” ucap pelayan tua itu menyambut dengan senang kedatangan Rashelyna.
Tersadar, Rashelyna menoleh. “Terima kasih.”
“Perkenalkan saya Weni, Nyonya bisa panggil saya Bi Weni.”
“Senang bertemu denganmu Bi, panggil aku Rashel, namaku Rashelyna,” ucap gadis itu tak suka dipanggil 'Nyonya' oleh seseorang yang bahkan lebih tua darinya.
Bi Weni menggeleng tak setuju. “Tidak bisa, Nyonya.”
"Ehm, bagaimana jika Nona Rashel saja?" Rashelyna menatap Bi Weni penuh harap karena Sarah pun memanggilnya dengan sebutan 'Nona'. Itu terdengar lebih nyaman. Bi Weni menghela napas pelan. Ia mengangguk menurut.
“Silakan, Nona.”
Bi Weni mengarahkan Rashelyna menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.
Bi Weni membantu membawa koper yang sudah terletak di depan pintu. Namun, dengan cepat Rashelyna menolak. Ia bersikeras untuk membawa dan merapikan kopernya sendiri ke dalam kamar. Walaupun sedikit lelah, gadis itu tak mau merepotkan Bi Weni.
Bi Weni tersenyum lembut, ia sudah menganggap Rashelyna seperti anaknya sendiri. Mendengar kabar bahwa gadis itu kecelakaan dan amnesia membuat Bi Weni iba. Namun melihat Rashelyna yang kini sudah baik-baik saja walaupun melupakan dirinya, Bi Weni tentu sangat senang sekaligus lega.
Setelah pelayan tua itu pergi, Rashelyna memasuki kamar. Kamar ini sangat luas berbeda dengan kamar yang ia tinggali. Terdapat kasur berukuran king size, gadis itu meloncat dan merebahkan tubuhnya sejenak.
“Woahh, bahkan kasur ini sangat lembut.”
***
𝐓𝐨 𝐛𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞
𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐬𝐡: 𝟐𝟔 𝐌𝐚𝐫𝐞𝐭 𝟐𝟎𝟐𝟑
𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢: 𝟒 𝐍𝐨𝐯𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 𝟐𝟎𝟐𝟑
©𝐈𝐜𝐞𝐲𝐧𝐝𝐚, 𝟐𝟎𝟐𝟑
KAMU SEDANG MEMBACA
RASHELYNA
قصص عامةSeorang gadis cantik penuh ceria memiliki nasib yang malang setelah ibunya meninggal. Dirinya selalu mendapat kekerasan dan berakhir meregang nyawa akibat perbuatan ayahnya sendiri. Di saat-saat terakhirnya dia berharap diberikan sebuah kesempatan...