CHAPTER 1 [REVISI]

146K 9.8K 25
                                    

𝐊𝐚𝐥𝐨 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐧𝐞𝐦𝐮 𝐭𝐲𝐩𝐨 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐤𝐚𝐥𝐢𝐦𝐚𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐩𝐚𝐭, 𝐦𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐭𝐨𝐥𝐨𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐧𝐭𝐮 𝐤𝐨𝐫𝐞𝐤𝐬𝐢 𝐲𝐚.

Di dalam ruangan penuh dengan alat medis, bau obat-obatan menyeruak ke dalam lubang hidung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di dalam ruangan penuh dengan alat medis, bau obat-obatan menyeruak ke dalam lubang hidung. Alat infus tertancap pada lengan seseorang yang tengah terbaring tak berdaya. Hidung yang dipasang alat oksigen membantu sistem pernapasan pada orang itu.

Ceklek

Seorang pria berkacamata menggunakan jas putih memasuki ruangan bersama suster. Pria itu menghampiri gadis yang tengah terbaring. Ia memeriksa kondisi gadis itu. Setelah memeriksa, pria itu melirik suster dengan menghela napas.

"Sama seperti sebelumnya," ujar pria berkacamata itu. "Apakah Anda akan terus tertidur, Nona?"

Bersamaan dengan itu seorang wanita paruh baya memasuki ruangan, ia terkejut melihat dokter tengah memeriksa anaknya.

"Dokter, bagaimana keadaannya?"

Dokter tersebut mengalihkan pandangan, "Ia tidak menunjukkan perkembangan, setelah mengalami koma kemungkinan untuk bangun akan membutuhkan waktu yang cukup lama."

Wanita itu meneteskan air mata melihat kondisi anaknya seperti ini. Ia mengusap kepala gadis itu dengan sayang. "Sayang, apa kau tidak rindu pada Mama?"

Dokter dan suster menatapnya dengan iba, mereka turut berdoa dan berharap agar gadis itu cepat sadar setelah satu bulan terbaring di rumah sakit.

"Baiklah, saya permisi."

***

Perlahan salah satu jari lentik gadis itu bergerak, begitu pula dengan kelopak matanya yang mulai terbuka menyesuaikan cahaya lampu di ruangan. Gadis itu mendesis merasakan sakit, tenggorokannya terasa kering.

Ia butuh air, namun tubuhnya terasa kaku. Sekedar menggerakkan kepala saja ia tidak bisa. Dengan bergetar gadis itu memaksa mengangkat lengan berusaha meraih gelas pada meja disebelah ranjang.

Tiba-tiba gelas itu terjatuh ketika tangannya tak mampu untuk memegang. Ia berusaha mengatur napas, matanya terpejam merasakan sakit pada bagian kepala.

Telinganya mendengar suara langkah kaki dari arah pintu.

"Nona?!"

Mata gadis itu perlahan terbuka, ia melihat sosok perempuan menggunakan baju seperti pelayan. "No-na? Anda sudah sadar?" ujar perempuan itu dengan wajah terkejut.

"A-ir."

Pelayan gelagapan melihat kanan kiri dengan perasaan campur aduk. Ia buru-buru mengambil gelas baru berisikan air putih, membantu gadis itu dengan perlahan untuk minum.

Pelayan itu menangis haru, setelah sekian lama akhirnya gadis itu bangun dari tidur panjangnya. "Nona tunggu sebentar, akan saya panggilkan dokter," ucap pelayan berlari meninggalkan ruangan.

Dokter bersama suster pun datang dengan raut wajah senang memeriksa keadaan gadis itu. "Akhirnya Anda sadar, Nona. Tuan dan keluarga Anda pasti sangat senang mendengar kabar baik ini."

Sedangkan gadis yang tengah terbaring diam-diam mengerutkan kening melihat suasana asing. Dimana dia? Apakah ini rumah sakit begitu ia melihat sesuatu menancap pada lengannya. Jika benar, apakah dia selamat dari maut setelah dia tertembak? Mengapa bisa ia selamat? Harusnya sudah mati.

Gadis itu semakin bingung kala melihat beberapa orang memasuki ruangan. Mereka tampak senang dan juga terharu? Siapa mereka? Mengapa mereka menatap kearahnya?

Seorang wanita paruh baya menghampiri dan memeluk dirinya. "Sayang, Mama sangat rindu. Mama senang akhirnya kau sadar," ucap wanita itu sembari terisak.

"Papa juga rindu," timpal seorang pria paruh baya mengelus rambut gadis itu.
Gadis itu tak mengerti dengan keadaan ini. Ia terlihat seperti orang linglung.

"Apa ada yang sakit?" tanya wanita itu melepas pelukannya. Ia menatap khawatir begitu tak ada respon dari anaknya.

"Katakan, Nak. Kau baik-baik saja?"

Gadis itu tetap bungkam membuat orang-orang yang ada di ruangan menangis.

"Ah! Apa kau mencari-"

"S-siapa kalian?" Dengan serak gadis itu bersuara.

Suasana ruangan menjadi hening, wanita paruh baya itu menangis histeris dipelukan pria paruh baya.

"Kau tidak mengingat Mama dan Papa, Sayang?" katanya dengan isak tangis pilu membuat gadis itu tak tega. Tetapi ia menggelengkan kepala tanda tak mengingat apapun.

Ia merasa asing dengan mereka. Ia bahkan tidak tahu siapa orang yang mereka sebut dengan mama dan papa. Seingatnya ibu sudah meninggal dan ayah? Dia tidak tahu dan tidak mau mengingat orang yang tak pantas disebut ayah.

"Apakah Nona ingat siapa nama anda?" tanya dokter.

"Sh-elyn?"

"Bisa anda menyebutkannya dengan lengkap?" Gadis itu menggeleng lemah, namanya hanya Shelyn saja, tidak ada kepanjangan atau marga keluarga dan semacamnya.

"Namamu Rashelyna Zergant."

Gadis itu mengerutkan kening kembali. A-apa?! Sejak kapan namanya menjadi berubah. Siapa pemilik nama itu? Namanya Shelyn bukan Rashelyna!

"Ini Papa Argan Ardipta dan ini Mama Fira Ardipta. Apakah kamu tidak ingat?" kata pria paruh baya mengenalkan diri beserta istrinya.

Rashelyna menegang begitu merasakan tangan mungil mengenggam lengannya. Ia sedikit menunduk ingin melihat siapa pemilik tangan itu.

"Kakak, aku Lala. Apa Kakak tidak mengingat Lala?" tanya seorang gadis kecil dengan wajah polos.

"Aku Darlina, kakakmu dan ini kakak iparmu Sean."

Rashelyna menggeleng lagi, ia tidak tahu siapa mereka. Ia semakin dibuat terkejut saat mendengar ucapan dari seseorang yang umurnya mungkin sama seperti orang yang mengaku sebagai orang tuanya.

***

𝐓𝐨 𝐛𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞

𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐬𝐡: 𝟏𝟑 𝐌𝐚𝐫𝐞𝐭 𝟐𝟎𝟐𝟑
𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢: 𝟐 𝐍𝐨𝐯𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 𝟐𝟎𝟐𝟑
©𝐈𝐜𝐞𝐲𝐧𝐝𝐚, 𝟐𝟎𝟐𝟑

RASHELYNA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang