CHAPTER 9 [REVISI]

102K 7.1K 6
                                    

Mobil keluarga Ardipta perlahan meninggalkan pekarangan rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mobil keluarga Ardipta perlahan meninggalkan pekarangan rumah. Rashelyna merasa hampa, padahal ia masih ingin berlama-lama bersama mereka.

“Kau bisa mengunjunginya kapanpun,” ujar Arkielga seakan tahu isi pikiran gadis itu.

“Masuk.”

Rashelyna berjalan di belakang Arkielga sambil menundukkan kepala dengan memainkan jari-jari tangannya.

“Aduh,” pekik Rashelyna merasa dahinya menabrak sesuatu yang keras. Saat ia mendongak ternyata Arkielga berhenti secara mendadak. Ada apa dengan dia?

Arkielga menatap dirinya dingin.

“Mengapa menunduk, hm?” tanya Arkielga menundukkan wajahnya agar bisa berhadapan langsung dengan wajah Rashelyna. Ya, memang tinggi Rashelyna hanya sebatas dada lelaki itu. Huh, selain tampan lelaki itu juga sangat tinggi seperti tangga saja.

“Perhatikan jalanmu dengan benar,” kata lelaki itu kemudian menegakkan kembali tubuhnya. “Kau mendengarku?”

“I-iya.”

Setelah Arkielga beranjak meninggalkan gadis itu sendirian akhirnya Rashelyna bisa bernapas dengan benar. Sedari tadi dia memang menahan napas karena masih merasa takut jika berhadapan dengan sosok suaminya.

***

Suara jeritan terdengar sangat memilukan di ruang bawah tanah. Bau anyir tercium sangat menyengat, tak membuat lelaki jangkung itu berhenti melakukan aktivitas yang menurutnya sangat menyenangkan.

Arkielga menyeringai melihat mangsa yang terkapar tak berdaya di bawah kakinya. Darah merembes dari mulut orang itu. Kaki Arkielga menginjak dadanya dengan sadis.

“Am-pun, arghh!

“Katakan!”

“Ja-ngan h-harap!”

“Kau ingin bermain-main denganku rupanya,” kekeh Arkielga.

Zidan datang bersama sebuah cambukan yang ia bawa.

“Siksa dia, jangan sampai mati,” titah Arkielga. Zidan mengangguk patuh.

Arkielga duduk di kursi dengan santai sembari mengangkat satu kaki. Suara cambukkan pun terdengar bersahutan dengan raungan kesakitan. Ia seperti sedang menikmati sebuah tontonan mengerikan itu.

Ctak ctak

Arghh—ber-hen-tih...”

“A-ku akan—mengata-kan—"

Ctak

Arghh—"

“Berhenti, Zidan.”

Zidan menghentikan cambukkan nya.

Arkielga menatap dengan tajam, “Katakan.”

Orang itu hanya bungkam, tak mau berbicara membuat rahang Arkielga mengetat. Urat-urat terlihat di pelipisnya. Langsung saja Zidan menginjak kaki orang itu dengan kuat.

“Aku hanya menuruti perintah!”

“Katakan dengan jelas!” ujar Zidan menekan injakannya hingga menimbulkan bunyi seperti tulang yang patah.

ARGHHH—"

“Seseorang—ya-ng menggu-nakan t-topeng, d-dia memberiku-perintah—menghabisi—gadis itu,” ucap orang itu terbatuk menahan sesak.

“Tembak.”

“TIDAKK!”

Dor

Arghh—"

Darah memuncrat memenuhi lantai. Arkielga menyorot dingin orang itu yang tengah kesakitan memegang sebelah kakinya yang tertembak. Ia tidak akan membiarkan orang itu mati dengan mudah. Zidan sangat tahu sifat dan perilaku tuannya, ia merupakan sahabat Arkielga sejak lama. Ya, walaupun sekarang ia menganggap lelaki itu sebagai bosnya, namun mereka berdua masih tetap menjalin persahabatan.

Zidan memberi perintah pada orang-orangnya untuk membawa tubuh tak berdaya orang itu menuju penjara bawah tanah.

“Ar, dia masih berusaha mengejar sampai sini, bagaimana selanjutnya?” tanya Zidan tanpa embel-embel 'Tuan', jika di dalam ruangan hanya terdapat dirinya dan Arkielga.

“Awasi pergerakannya.” Arkielga berdiri dari duduknya kemudian beranjak pergi dengan langkah tegas.

***

“Ini sangat indah sekali, Sarah kau melihatnya bukan?” Rashelna terkagum entah untuk yang keberapa kali. Taman bunga yang cukup luas memenuhi halaman dengan indah. Berbagai macam bunga ada di sana. Rashelyna sangat menyukai bunga, terutama bunga mawar.

“Apa Nona menyukai tempat ini?” tanya Sarah.

“Tentu saja, sepertinya mulai sekarang tempat ini menjadi favoritku,” ujar Rashelyna tersenyum senang.

Mendadak kepala Rashelyna berdenyut pusing akibat terlalu lama berdiri di bawah terik matahari. “Sarah, aku ingin beristirahat sebentar.”

“Anda baik-baik saja?” Rashelyna tersenyum mengangguk.

“Kita akan berteduh di pohon sana, Nona.” Sarah menunjuk ke arah pohon mangga yang tak terlalu besar, namun cukup untuk berteduh. Di sana juga sudah disediakan tikar.

Rashelyna melepas alas kaki, lalu duduk bersandar pada pohon. Ia memijit kepala sembari menyelonjorkan kaki. Gadis itu menghirup udara dengan perlahan membuat suasana hatinya tenang seketika.

“Akan saya ambilkan dulu minum,” ucap Sarah beranjak pergi.

Sebuah mobil berwarna hitam terlihat memasuki pekarangan rumah, Rashelyna mengernyit, bukankah itu mobil milik Arkielga? Pintu mobil terbuka dan nampaklah sosok yang Rashelyna pikirkan tadi.

Gadis itu memperhatikan gerakan Arkielga dari jauh, lelaki itu turun dari mobil. Tetapi sepertinya lelaki itu mendapat panggilan telepon dari seseorang, namun entah mengapa ia bisa melihat raut wajah Arkielga yang terlihat khawatir saat menerima telepon itu.

Dengan terburu-buru Arkielga masuk ke dalam rumah, namun tak sengaja berpapasan dengan Sarah yang tengah membawakan air minum untuk Rashelyna. Sarah terlihat berbicara dengan Arkielga sambil menunduk, apa yang mereka bicarakan?

Setelahnya Sarah berlari dengan cepat menuju tempat Rashelyna berada, “Nona!”

***

𝐓𝐨 𝐛𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞

𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐬𝐡: 𝟐𝟒 𝐌𝐚𝐫𝐞𝐭 𝟐𝟎𝟐𝟑
𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢: 𝟒 𝐍𝐨𝐯𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 𝟐𝟎𝟐𝟑
©𝐈𝐜𝐞𝐲𝐧𝐝𝐚, 𝟐𝟎𝟐𝟑

RASHELYNA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang