Arkielga mengunci pintu kamar. Dia berjalan mendekat ke arah Rashelyna. Gadis itu memundurkan langkah hingga punggungnya membentur dinding.
Sial! Jika sudah begini ia harus kabur.
"Apa yang kau lakukan?" Rashelyna mencegah Arkielga berjalan lebih dekat.
"Katakan dengan jelas!" ucap lelaki itu tegas. Seketika tubuh Rashelyna menegang, ia lupa kalau Arkielga itu menyeramkan. Rashelyna menunduk tak mau menatap lelaki itu.
Rashelyna memainkan jemarinya menghilangkan rasa takut. Keringat dingin membasahi kening. Tak suka diabaikan, Arkielga mencengkeram dagu gadis itu hingga terangkat. Rashelyna meringis.
"Kau bisu?"
"Sakit... Kasar sekali, bukankah ucapanku tadi benar?" lirih gadis itu memegang erat tangan Arkielga.
"Atas dasar apa kau berkata begitu?" sinis Arkielga.
"Lalu siapa dia?"
"Cemburu, hm?" bisikan rendah itu membuat Rashelyna meremang. Dia menggeleng cepat.
"Tidak! Mengapa aku harus cemburu? Lagipula kau memiliki dua istri saja tidak cukup? Bahkan istri pertamamu saja sedang terbaring di rumah sakit!" Rashelyna langsung menutup mulut, sadar bahwa ia keceplosan.
"Istri pertama?" Arkielga menaikkan sebelah alis. Ia melepas cengkeramannya.
"Ya."
Arkielga menyeringai. "Itu urusanku." Setelah mengucapkan itu, ia berbalik meninggalkan Rasheyna.
Benar, seharusnya Rasheyna sadar, ia terlalu berlebihan. Harusnya ia tidak usah ikut campur. Lagipula mengapa dirinya sangat ingin menjauhkan Arkielga dari wanita pelakor itu? Dirinya hanyalah orang asing yang terperangkap dalam tubuh Rashelyna.
Ada apa dengan Rashelyna sebenarnya?
Dia menghela napas pelan. Ia menatap pada langit-langit kamar. lebih baik ia membuat teh hangat untuk menenangkan suasana hatinya yang semakin tidak mood.
"Nona, Anda sedang apa di sini?" Bi Weni datang dengan membawa nampan kosong.
"Aku ingin membuat teh hangat, Bi," jawab Rashelyna tersenyum.
"Biar saya yang buatkan."
Rashelyna menggeleng, "Tidak usah, Bi. Biar aku saja." Bi Weni hendak menyanggah, namun Rashelyna segera mengalihkannya. "Bi, aku ingin menanyakan sesuatu."
Bi Weni menatap gadis itu. "Silakan, Nona."
"Bibi mengenal wanita yang bernama Claris itu?" tanya Rashelyna ragu. Mendengar pertanyaan dari mulut sang nona, justru Bi Weni sudah menduga hal tersebut. Dia sangat yakin, saat Claris datang sudah pasti Rashelyna akan bertanya-tanya.
"Setahu saya, Nona Claris merupakan mantan sekretaris Tuan Arkielga. Dan ia juga pernah berteman dengan Anda, Nona."
Rashelyna tercengang. Apa katanya? berteman? Yang benar saja! Jika benar Claris adalah teman Rashelyna, lalu mengapa Claris bersikap seperti itu.
Rashelyna sepertinya juga tidak sudi memiliki teman seperti Claris. Mungkin Rashelyna akan mencari tahu dulu siapa Claris sebenarnya. Dia juga harus waspada, bisa jadi dulunya mereka memang berteman. Tetapi ada alasan lain hingga Claris berubah.
"Ah, rumit!" seru gadis itu mengacak rambut. Bi Weni menatap dengan khawatir. Ia tahu sang nona pasti akan sangat kecewa dan sedih. Bi Weni sangat tahu betul bahwa Rashelyna dulu begitu menyayangi sahabatnya yang tak lain adalah Claris.
***
"Witi, kau tahu? Hari ini aku sangat kesal. Memangnya dia bisa berperilaku seenaknya padaku? Dan apa katanya, aku cemburu? Huh mana mungkin! Aku saja bahkan tidak memiliki alasan untuk cemburu. Aku sangat khawatir, jika istri pertamanya bangun nanti, mungkinkah ia akan syok?" Rashelyna mengelus lembut bulu Witi sembari curhat. Ia memberikan Witi makanan berupa wortel.
"Pintar! Makananmu habis Witi." Rashelyna mengacak bulu putih Witi dengan gemas.
"Mengenai istri pertama Arkielga. Mengapa tidak aku tanyakan pada Bi Weni saja ya?" Gadis itu menepuk kening.
Rashelyna menaruh Witi pada kandangnya. Ia membereskan sisa-sisa makanan Witi. Biarlah ia dianggap seperti orang gila karena mengajak hewan berbicara. Ini merupakan kebiasaannya jika sedang bosan dan tak punya teman untuk berbincang.
Gadis itu sangat berterima kasih pada sang papa telah memberikan hewan lucu itu. Tiba-tiba ia jadi merindukan orang tuanya. Setelah ini Rashelyna akan menghubungi mereka.
Saat melewati ruang tamu, ia bisa melihat Claris dan Arkielga di sana. Lelaki itu sibuk berkutat dengan laptop, sedangkan Claris tengah memperhatikan wajah Arkielga dengan tatapan kagum.
Rashelyna sempat bersitatap dengan wanita itu, namun Claris langsung saja menaruh kepalanya pada bahu Arkielga sembari tersenyum licik.
Bukannya merasa marah, Rashelyna malah mengedikkan bahu tak acuh. Biarkan saja dia bertindak sesukanya hari ini. Namun esok hari dan seterusnya, ia tidak akan membiarkan wanita itu menginjakkan kaki sedikitpun di rumah ini.
Kaki Rashelyna melangkah beranjak dari sana. Ada hal lebih penting yang harus gadis itu lakukan. Ia ingin segera menghubungi orang tuanya. Bersamaan dengan itu, Arkielga mendorong kasar kepala Claris hingga terbentur meja dengan keras.
"Ahk, Arki kau ini apa-apaan!" ringis wanita itu mengusap kepala yang sebentar lagi akan benjol.
"Berhenti bersikap bodoh! Keluar kau dari rumahku!" sentak Arkielga berdiri lalu menyeret Claris kasar. Ia sangat tidak suka dengan keberadaan wanita itu yang sudah mengusik dirinya. Sedari tadi ia berusaha bersabar, namun tingkah Claris malah semakin menjadi.
"Arki! Lepaskan! Kau tidak merindukanku?" lirih Claris.
"Dalam mimpi!"
Seorang pria berbaju hitam dengan tubuh kekar datang. Mereka merupakan bodyguard Arkielga.
"Seret wanita ini keluar!"
Claris melotot. "Tidak, Arki! aku masih ingin—Berhenti! aku bisa jalan sendiri!" cegah wanita itu kala bodyguard mendekat berniat memegangi tangannya.
Dengan menghentakkan kaki kesal, Claris terpaksa berbalik melangkah diikuti oleh bodyguard. Claris akan terus mengunjungi rumah ini. Ia sangat bertekad membuat Arkielga berpaling dari gadis bodoh seperti Rashelyna.
Lihat saja nanti, akan kubuat kau menderita! gumam Claris penuh emosi.
Tidak tahu saja bahwa sedari tadi Arkielga memiliki rencana untuk menyingkirkan wanita itu. Tatapan Arkielga berubah tajam.
***
𝐓𝐨 𝐛𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞
𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐬𝐡: 𝟕 𝐀𝐩𝐫𝐢𝐥 𝟐𝟎𝟐𝟑
𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢: 𝟓 𝐍𝐨𝐯𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 𝟐𝟎𝟐𝟑
©𝐈𝐜𝐞𝐲𝐧𝐝𝐚, 𝟐𝟎𝟐𝟑
KAMU SEDANG MEMBACA
RASHELYNA
General FictionSeorang gadis cantik penuh ceria memiliki nasib yang malang setelah ibunya meninggal. Dirinya selalu mendapat kekerasan dan berakhir meregang nyawa akibat perbuatan ayahnya sendiri. Di saat-saat terakhirnya dia berharap diberikan sebuah kesempatan...