CHAPTER 21 [REVISI]

81.5K 5.8K 41
                                    

"Bagaimana?" tanya seseorang bertudung hitam menatap lawan bicaranya dengan seksama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana?" tanya seseorang bertudung hitam menatap lawan bicaranya dengan seksama.

"Gadis itu benar-benar masih hidup! Dan aku sangat muak melihatnya. Mengapa ia tidak mati saja?!"

Orang bertudung hitam menaikkan sebelah alis. "Sebegitu bencikah kau padanya?"

"Sangat! Dia sudah merampas kebahagiaan dalam hidupku! Merebut sesuatu yang seharusnya menjadi milikku! Aku sangat ingin membunuhnya. Tetapi, harus dengan cara apa lagi?!"

Orang itu tersenyum miring. "Mungkin, dengan membuat hidupnya menderita."

Orang bertudung hitam tersenyum puas. "Jika kau mau, kita bisa bekerja sama," tawarnya. Orang itu menatap sekilas lalu mengangguk dengan mantap.

Mereka sudah diliputi oleh rasa benci. Sulit untuk dikendalikan dan itu tak akan pernah berhenti. Namun, mereka tidak tahu bahwa roda kehidupan akan terus berputar. Mereka yang berniat jahat, bisa jadi sesuatu hal yang sebaliknya terjadi pada mereka.

***

"Hm, sepertinya kurang gula, Bi," ucap Rashelyna setelah mencicipi es buah yang ia buat bersama Bi Weni. Di siang hari dengan cuaca panas terik. Tiba-tiba Rashelyna kepikiran ingin membuat es buah.

Bi Weni menambahkan sedikit gula. Rashelyna mengangguk dengan berbinar saat rasa es buah tersebut sudah pas. Gadis itu membawa satu mangkuk, ia menuangkan es buah pada mangkuk itu  untuk diberikan pada Arkielga.

Sebenarnya sih dirinya masih marah dan kesal. Dia sangat malas sekali untuk sekedar berbicara pada lelaki itu. Tetapi, ia harus bisa lebih bersabar. Gadis penyabar sekali bukan?

"Bibi ambil ya. Ini masih banyak, kita berikan juga pada yang lainnya. Di jamin langsung seger!" seru gadis itu.

"Siap, Nona!!" Bi Weni langsung saja mengambil beberapa mangkuk untuk dibagikan. Ia sangat senang, karena kebiasaan Rashelyna yang ternyata tak pernah berubah.

"Aku tinggal dulu ya, Bi." Bi Weni mengangguk patuh. Rashelyna melangkah beranjak dari sana sembari membawa mangkuk berisi es buah.

Rashelyna celingukan kala tak mendapati keberadaan Arkielga di kamarnya. Mungkinkah lelaki itu berada di ruang kerja?

Saat sudah berada di depan pintu ruang kerja. Tangannya terangkat untuk mengetuk pintu. Bisa saja Rashelyna langsung menerobos masuk. Tetapi ia masih sayang nyawa. Ia sangat tahu bagaimana sikap kejam lelaki itu.

"Masuk." Terdengar suara Arkielga dari dalam.

Rashelyna membuka pintu, di sana ternyata bukan hanya Arkielga. Melainkan Zidan, lelaki tampan dengan rambut ikalnya, tengah berada di sana.

"Halo, Nona Rashel."

Zidan berdiri dari duduknya. Ia tersenyum lebar melihat Rashelyna memasuki ruangan. Mata lelaki itu melirik-lirik mangkuk yang Rashelyna bawa.

"Hai, Zidan."

"Ah, maaf aku mengganggu. Tetapi ini untukmu." Rashelyna meletakkan mangkuk itu di meja.

Arkielga tak menjawab, ia masih sibuk berkutat dengan berkas-berkasnya.
Tak mendapat respons, gadis itu menggaruk rambutnya yang tak gatal.

"Berikan ucapan terima kasih atau sejenis lainnya kek! Menyebalkan sekali orang kejam ini," batin Rashelyna geram

"Untukku bagaimana, Nona?" tanya Zidan memelas sembari terus menatap mangkuk itu.

"Jika dia tidak mau. Kau saja yang memakannya."

"Wahh benarkah??" tanya Zidan berbinar.

"Iya, itu aku yang membuatnya." Rashelyna tersenyum senang. Jika Arkielga tidak mau yasudah. Tahu begini mending ia tidak perlu repot-repot memberikannya untuk lelaki itu. Tapi untungnya ada Zidan di sini.

"Baiklah, terima kasih banyak, Nona." Zidan hendak mengambil mangkuk tersebut. Namun segera ditepis oleh Arkielga. Lelaki itu sudah menarik mangkuk lebih dulu.

Arkielga langsung saja menyuapkan satu sendok es buah pada mulutnya dengan tenang tak memedulikan tatapan melongo dari keduanya.

Melihat tatapan kesal dan sedih Zidan, Rashelyna menjadi tak tega. "Tidak apa-apa, es buah itu masih banyak kok. Jika kau ingin, aku akan membawakannya untukmu."

Mendengar itu sontak saja Zidan beralih menatap Rashelyna. Dia mengangguk cepat mengiyakan.

"Punya kaki, kan?" Suara Arkielga membuat Rashelyna yang hendak berbalik terdiam.

Zidan menjadi geram dibuatnya. Jika tidak ada Rashelyna mungkin ia akan menjedotkan kepala Arkielga pada meja. Ia menahan sumpah serapah yang ingin keluar dari mulutnya sedari tadi.

"Tidak perlu repot-repot, Nona. Saya masih ingin memiliki kedua kaki yang utuh. Terima kasih atas tawarannya, Nona." Zidan buru-buru pergi dengan perasaan dongkol. Sedangkan Rashelyna menatap kepergian lelaki itu tak mengerti.

Tatapan Rashelyna beralih pada Arkielga. Ia menunggu respons lelaki itu tentang es buah yang sudah ia buat.

"Ada apa?" tanya Arkielga menaikkan sebelah alis kala gadis itu masih berdiri sembari menatap dirinya.

"Bagaimana? Enak tidak?"

"Biasa saja."

Bibir Rashelyna cemberut. Sudahlah berharap apa ia pada Arkielga. Lelaki kejam itu bahkan mengatakannya tanpa beban dengan ekspresi datar andalannya.

Rashelyna menghentakkan kaki beranjak pergi. Ia tidak mau berlama-lama dengan Arkielga, takut jika emosinya akan meledak.

"Lucu."

***

Seorang wanita paruh baya mengecup pelan kening anak perempuannya yang sedang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. Wanita paruh baya itu terus menangis terisak.

Ia sangat merindukan sosok anaknya yang selalu tersenyum manis dan ceria. Bahkan ketika melihat sang anak terbaring lemah, ia sangat terpukul.

"Kapan kau akan bangun, Nak? Mama sangat merindukanmu, Sayang," ucap wanita paruh baya itu mengelus lembut rambut anaknya.

Dia tahu anaknya selama ini sangat menderita. Anaknya tidak pernah mau menceritakan apa yang sedang ia rasakan. Sebagai seorang ibu, wanita paruh baya itu menjadi khawatir sekaligus kecewa dengan dirinya sendiri. Anaknya tidak mau terbuka padanya. Apakah ia ibu yang buruk?

Terlintas pikiran yang menjadi alasan mengapa anaknya bisa seperti ini. Ia mengepalkan tangan dengan kuat.

"Bangun, Sayang. Kau tidak merindukan anakmu?"

"Mama berjanji. Mama akan membalas perbuatan lelaki itu yang dengan berani menyakitimu. Maka dari itu, Mama mohon cepatlah bangun," lirih wanita paruh baya itu.

***

Di spam komen bikin aku seneng banget!! Thank u gaiss <3
Btw, mingdep aku Ujian Sekolah. Kemungkinan update agak telat.
Tunggu di chapter selanjutnya yaaa.

𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐬𝐡: 𝟗 𝐀𝐩𝐫𝐢𝐥 𝟐𝟎𝟐𝟑
𝐑𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢: 𝟓 𝐍𝐨𝐯𝐞𝐦𝐛𝐞𝐫 𝟐𝟎𝟐𝟑
©𝐈𝐜𝐞𝐲𝐧𝐝𝐚, 𝟐𝟎𝟐𝟑

RASHELYNA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang