62 ~ Ngidam

998 164 5
                                    

Hari demi hari, bulan demi bulan sudah Akbar lewati untuk menemani pahit manisnya masa kehamilan Feli, meskipun melelahkan dan kadang merasa kesal, namun Akbar bersyukur karena Allah mengizinkannya untuk selalu menemani tumbuh kembang calon anak mereka.

Cup..

Entah sudah yang ke berapa kali Akbar mencium perut Feli yang sudah buncit dengan posisi kepala berada di pangkuan Feli yang sedang duduk bersandar di atas kasur.

"Sayang.." panggil Akbar.

"Kenapa?" tanya Feli sembari mengusap rambut Akbar.

"Kalo anak kita udah lahir, kamu mau dipanggil apa? Ibu, mama, um.."

"Bunda.." timpal Feli, "Aku mau dipanggil bunda.."

"Kenapa?"

"Gak tau kenapa aku suka aja denger panggilan bunda.. Pertama kali aku tau panggilan itu dari adik kembar kamu.. Sejak itu aku suka dengernya, dan berharap suatu saat nanti anak aku juga manggil aku pake panggilan bunda.."

Akbar yang tengah mendongak menatap Feli itu tersenyum, kemudian kembali menghadapkan wajahnya ke perut Feli, "Kamu denger boy.. Kamu harus panggil ayah bunda.. Inget itu.." ucapnya.

Feli terkekeh geli memperhatikan Akbar yang memang sangat suka bicara dengan janin di kandungannya, padahal ia tidak akan mendapat jawaban apapun, tapi Feli sendiri juga suka mendengarnya, bahkan ia juga sering reflek bercerita dengan janinnya.

"Sayang.." panggil Feli.

Akbar kembali mendongak menatap Feli, dan Feli pun berkata, "Besok ke markas lagi ya.."

"Ngapain lagi?"

Entah kenapa, selama masa kehamilannya, Feli jadi lebih suka berkunjung ke markas AERLANG, bahkan hampir setiap hari ia mengajak Akbar kesana, padahal Akbar yang merupakan anggotanya saja kadang bingung.

"Ya ngapain aja.. Yang penting ke markas.." jawabnya.

Dan jawaban Feli pun selalu sama, ia tidak pernah punya rencana ingin melakukan apa di markas, namun saat sudah di sana, Akbar selalu kewalahan menghadapi maunya. Dari menyuapi makan 2 harimau ketua, memandikan harimau, belum lagi momen dimana Feli ketiduran dengan posisi memeluk Muezza, betapa bingungnya Akbar memikirkan cara membawa Feli tanpa membangunkan Muezza, karena takut mendapat amukan dari Mauza yang posesif itu.

"Tadi kan udah yang.. Besok istirahat aja ya.." bujuk Akbar.

"Gak mau.. Aku mau ke markas pokoknya.."

Akbar reflek meraup kasar wajahnya, jika Feli sudah mengucapkan kata 'pokoknya' maka itu sudah menjadi keputusan mutlak, jika Akbar menolak maka Feli akan merajuk hingga Akbar menurutinya.

"Yaudah iya.." ucapnya mengalah.

Seketika Feli tersenyum girang, "Gitu dong.. Calon ayah yang baik.." ucapnya sembari menepuk pelan pipi Akbar, hingga membuat Akbar terkekeh dan reflek menarik hidung Feli yang berujung dengan tawa mereka di malam itu.

🍁..🍁..🍁

Sesuai keinginan Feli, keesokan harinya di sore hari mereka sudah berada di markas AERLANG. Sebenarnya Feli ingin sejak pagi, namun karena Akbar ada urusan kantor jadi mereka baru bisa ke markas saat siang hari. Untungnya Feli tidak melarang Akbar untuk bekerja, asalkan keinginannya terpenuhi, ia tidak masalah dan akan menunggu hingga Akbar tidak sibuk lagi.

Anggota AERLANG lainnya pun sudah biasa melihat Feli bermain dengan 2 harimau ketua, bahkan tidak sedikit juga dari mereka yang harus terkena imbasnya, mau tidak mau mereka harus menurut karena Feli selalu bilang jika ia sedang mengidam.

Antara Hati & LogikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang