Sejak kejadian malam itu, perasaan Feli semakin tidak tenang, entah kenapa otaknya terus saja memikirkan Akbar, padahal ia sendiri akan melangsungkan pernikahan hari itu.
Dengan tubuh yang sudah dibalut gaun pengantin, wajah yang sudah dipoles dengan indah, Feli terus mondar-mandir didekat kasurnya. Rasa gelisah itu semakin pekat ia rasakan, otaknya juga terus mengingat Akbar, seolah tidak mengizinkan memikirkan hal lain selain Akbar.
"Sebenernya gue kenapa sih.. Kenapa malah kepikiran Akbar gini.." batinnya merasa gelisah.
Pandangannya tiba-tiba tertuju pada ponselnya yang tergeletak diatas meja rias, "Dia dateng gak ya.." gumamnya dalam hati.
Entah dapat dorongan dari mana, Feli tiba-tiba meraih ponselnya, dan menelpon Daffa. Selama menunggu Daffa mengangkat telponnya, tangannya gemetar dan berkeringat dingin, degup jantungnya juga tak beraturan.
"Apa?" tanya Daffa diseberang sana.
Feli sempat tersentak saat mendengar suara Daffa yang sangat ketus dan terdengar emosi saat menjawab telponnya.
"S-sorry kalo gue ganggu.. Guee.. Cuma mau nanya.. Kalian berempat dateng kan?" tanyanya dengan ragu.
"Gak.. Kita gak akan pernah dateng.. Dan satu lagi.. Lo gak usah deket-deket Akbar lagi.."
Feli benar-benar bingung dan tidak mengerti, kenapa Daffa tiba-tiba melarangnya untuk dekat dengan Akbar.
"Kenapa?" tanya Feli.
"Kenapa? Lo masih bisa nanya kenapa.. Akbar sekarang koma.. Dan itu gara-gara lo.."
Deg..
Jantungnya terasa berhenti berdetak, tubuhnya lemas, Feli tiba-tiba mendudukkan dirinya di tepi kasurnya, air matanya jatuh begitu saja. Kini ia mengerti kenapa dirinya sangat gelisah dan selalu memikirkan Akbar, rupanya itu adalah firasat jika sudah terjadi sesuatu pada Akbar.
"Koma?" gumamnya dengan pandangan kosong.
Feli menggelengkan kepalanya sembari terus meneteskan air mata, "Gak.. Gak mungkin.. Akbar gak mungkin koma.."
Dengan cepat Feli memeriksa ponselnya yang masih ia genggam, ternyata Daffa sudah memutuskan panggilannya. Tanpa pikir panjang, Feli kembali menghubungi Daffa.
"Angkat Daffa.."
Sialnya, panggilan Feli malah di reject oleh Daffa. Berkali-kali ia mengulangi panggilannya, namun berkali-kali juga Daffa mereject panggilannya.
Kini dadanya terasa sesak, tangisnya semakin pecah, ia tidak percaya jika Akbar mengalami koma. Satu hal yang menjadi pertanyaan di otaknya, kenapa dirinya yang disalahkan, padahal ia sendiri baru tau jika Akbar koma.
Otaknya sudah tidak bisa berpikir lagi, Feli segera berlari keluar dari kamar, dengan niat ingin menemui Akbar. Ia sudah tidak perduli jika ia sudah mengenakan gaun pengantin.
Semua keluarga yang sudah bersiap diruang tamu itupun dibuat heran melihat Feli berlari menuruni anak tangga sembari menangis.
"Feli.. Kamu kenapa?" tanya bu Luci.
Seolah tidak mendengar dan tidak melihat, Feli terus berlari melewati mereka semua yang sedang menatap bingung dirinya.
"FELI..." panggil pak Willi yang ingin mengejar.
"Pa.. Biar Eza aja yang kejar.." tahan Eza.
Pak Willi mengangguk dan Eza pun segera pergi keluar mengejar Feli. Kedua orang tuanya dibuat gelagapan, pasalnya 30 menit lagi pernikahan akan dimulai, namun Feli malah pergi begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Hati & Logika
Romance📌 FOLLOW SEBELUM BACA ❗❗❗ 📌 Spin Off "Takdir si Kembar" 📌 Sudah End 📌 Belum Revisi Akbar Umair Al-Fariz yang kerap disapa Akbar adalah seorang pria kelahiran Kalimantan yang pindah ke Jakarta karena ingin melupakan kisah masa lalunya. Namun siap...