48 ~ Kenyataan

870 147 10
                                    

Pukul 17:45 Akbar mengendarai mobilnya dengan santai. Sehabis bekerja keras memutar otak di kantor membuatnya perlu sedikit hiburan dan ketenangan.

Entah kenapa Akbar tiba-tiba rindu dengan adik kembarnya. Saat menuju arah pulang, Akbar ingat jika tidak jauh lagi ia akan melewati cafe tempat langganan si kembar membeli es krim. Tanpa pikir panjang ia melajukan mobilnya menuju cafe itu untuk membelikan es krim yang akan ia bawakan ke rumah si kembar.

Baru saja masuk ke cafe itu, pandangan Akbar tertuju pada Feli yang kebetulan sedang duduk di sana.

"Akhirnya ketemu lagi.. Gue tagih janji lo.." batin Akbar sembari tersenyum tipis.

Tanpa pikir panjang, Akbar segera mendekati Feli dan duduk tepat di depannya, sayangnya Feli masih belum sadari kehadirannya. Akbar yang sadar jika Feli tengah melamun itupun dengan jahilnya menarik segelas jus milik Feli, seketika Feli tersadar dan menahan gelasnya.

"Akbar.." ucapnya yang baru sadar.

"Ngelamun itu gak baik.. Mending curhat sama gue.."

Feli terdiam, sepertinya ia harus mempertimbangkannya jika ingin menceritakan tentang masalahnya pada Akbar, pasalnya Akbar juga ikut terlibat meskipun tidak bersalah.

"Kok malah diem.."

"Terus gue harus gimana? Guling-guling gitu?"

"Yang ada entar orang-orang ngira lo gila.." kekeh Akbar.

Feli ikut terkekeh sembari mengalihkan pandangannya kearah jalanan, kebetulan dinding depan cafe itu adalah kaca transparan.

"Mana janji lo?" tanya Akbar.

Feli tersenyum, ia tidak menyangka jika Akbar sangat mengingatnya, "Gue kira lo udah lupa.."

"Boro-boro lupa.. Yang ada hampir mati penasaran.."

Feli terkekeh, dan Akbar diam-diam tersenyum saat mendengar tawa Feli. Sungguh, ia sangat merindu mendengar tawa Feli yang sudah menjadi candu untuknya sejak dulu.

"Semua ini murni keputusan gue.. Pilihan hati gue.."

"Sorry.. Tapii.. Bukannya pendirian lo sama keyakinan lo yang dulu kuat banget ya?"

"Keliatannya doang Bar.. Sebenernya gue udah tertarik sama islam sejak kecil.."

Akbar tercengang sesaat saat mengetahuinya, ia benar-benar tidak menyangka. Seketika otaknya memutar ulang setiap momen Feli bertanya apapun tentang islam padanya.

"Terus, reaksi nyokap bokap lo gimana?"

"Mereka marah.. Dan mereka nyuruh gue ninggalin islam.." jawabnya sembari menunduk.

Oke, kini Akbar paham kenapa Feli melamun dan terlihat seperti sedang memikul beban berat, ternyata masalah yang ia lalui memang berat.

"Terus apa keputusan lo?"

"Gue tolak.. Meskipun mereka maksa ataupun ngancem gue, gue tetep gak akan ninggalin islam.."

Akbar tersenyum bangga pada Feli yang benar-benar mempertahankan islam, padahal cobaannya tidak mudah. Dalam hatinya berdoa, semoga Feli selalu kuat.

"Tingkat kehidupan itu sama kayak kita lagi sekolah.. Makin tinggi kelas kita, makin susah ujiannya.. Cuma orang yang rajin belajar dan pantang nyerah yang bisa lulus dengan nilai sempurna.. Dan gue yakin, lo pasti bisa.." ucap Akbar menyemangati.

"Thank.. Lo sama kek adek lo.. Sama-sama pinter nyemangatin orang.."

Akbar terkekeh, "Namanya juga kakak adek.."

Antara Hati & LogikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang