50 ~ Pilihan atau Paksaan ??

777 139 33
                                    

Di apartemen pribadi Eza, di sanalah sekarang Feli tinggal. Sejak meninggalnya pak Willi, Feli di usir dari rumah oleh bu Luci. Awalnya Feli ingin mencari kontrakan, namun Eza datang dan mengajaknya di apartemennya, sebagai seorang kakak tentu saja ia tidak ingin Feli kenapa-napa.

Tak..

Tak..

Tak..

Terdengar suara langkah memasuki kamar yang Feli tempati, tanpa merasa terganggu Feli tetap diam, menatap lurus ke depan di area balkon kamar itu. Otaknya terus memutar ulang kejadian beberapa hari terakhir yang membuat matanya bengkak akibat terus menangis.

"Fel.. Makan dulu.. Kakak beliin bubur.."

Ya, yang masuk tadi adalah Eza, dengan pakaian lengkap ala kantoran ia membawa nampan berisi bubur yang baru saja ia belikan untuk Feli.

"Feli gak laper kak.."

Eza menghela nafasnya, rasanya sudah biasa mendapat penolakan dari adiknya itu. Meskipun Eza juga kecewa dengan keputusan Feli memilih islam, setidaknya Eza sedikit lebih mengerti akan perasaan Feli, toh semua sudah terjadi pikirannya.

"Udah dari kemaren kamu gak makan, entar sakit.. Ayo makan dulu.." bujuknya.

Feli menggeleng tanpa membalik tubuhnya, "Nanti aja kak.."

Eza kembali menghela nafasnya, jika sudah begini Feli memang susah untuk di bujuk, "Yaudah.. Buburnya kakak taroh di atas meja.. Jangan lupa di makan.. Kakak mau ke kantor dulu.."

"Hmm.."

Setelah melihat Feli mengangguk, Eza meletakkan bubur itu di meja yang ada di balkon, kemudian segera beranjak pergi menuju kantor karena ada pertemuan penting yang harus ia hadiri, jika tidak mungkin Eza akan membujuk Feli hingga mau makan.

🍁..🍁..🍁

Di markas AERLANG, masih lengkap dengan pakaian kantornya Akbar duduk dengan pandangan lurus kearah harimau ketua yang sedang tidur. Sikap Akbar yang sejak datang diam saja itu tentu saja membuat teman-temannya bingung dan penasaran.

Daffa, Zaid dan Taufiq sudah berkali-kali saling senggol, mereka ingin bertanya apa yang Akbar pikirkan, namun mereka juga takut salah bicara, pasalnya raut wajah Akbar tampak berbeda.

Disaat 3 temannya itu sedang berpikir keras memikirkan cara bertanya yang tidak memancing emosi Akbar, Farel tiba-tiba melempari Akbar minuman soda. Tentu saja Akbar tersentak dan segera menatap tajam Farel yang sedang berjalan mendekatinya.

"Farel sialan.." umpat 3 temannya pelan.

Tanpa rasa takut sedikitpun, Farel meneruskan langkahnya mendekati Akbar yang terlihat seperti seorang psikopat yang siap menguliti mangsanya.

"Kalo kayak gini cocoknya ngelawan Mauza.." celetuk Daffa pelan.

"Mauza lagi tidur, lo aja sana.." bisik Zaid.

Seketika Daffa bergidik merinding, "Mubazir nyawa gue.. Mana belum nikah.."

Taufiq yang kebetulan duduk di tengah-tengah mereka berdua itu terkekeh pelan mendengarnya. Setelah itu mereka bertiga kembali diam, namun lain halnya dengan Farel yang mendekati Akbar dan dengan tampang santainya ia duduk di dekat Akbar.

"Kenceng banget muka lo.. Longgarin dulu pake soda tuh.." ucap Farel.

Akbar mendengus kesal kemudian mengalihkan pandangannya, namun sorot matanya masih tajam, seolah sedang marah dengan seseorang namun bukan Farel orangnya.

Antara Hati & LogikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang