47. Forty Seven

1.8K 168 2
                                    

Hari berlalu begitu cepat, rasanya baru saja aku dan dara berpacaran. Besok adalah hari ke 200 kita bersama sebagai sepasang kekasih. Aku excited menyambut hari esok, aku sudah menyiapkan sesuatu untuknya. Dara sudah terlelap sejak tadi, ia kelelahan seharian bekerja ditambah lembur.

Aku bangun lebih awal, dara masih nyenyak dibawah selimut. Hari ini hari pertama libur semester. Aku mengambil cake yang udah aku siapin dari kulkas, aku sedikit menghias cake bertuliskan 200 days ♡, memberi lilin dan menyalakannya.

"Sayang bangun!" Aku menggungcang tubuh dara, ia langsung berputar ke arahku, bergeliat merentangkan kaki dan tangannya.

"Happy 200 days" kataku riang, dara sumringah melihat cake dengan lilin menyala, hanya ada dua lilin diatasnya. Aku dan dara memegang cake ini, memejamkan mata dan berdoa dalam hati. Kami tersenyum dan saling tatap, lalu bersama meniup lilin ini.

"Love you" ucap dara mencium keningku. Aku tak menjawabnya. Ia mengambil cake dari tanganku dan meletakkannya di sebelahku.

"Aku bilang, I love you" aku suka menganggunya seperti ini, ia tak akan terima jika aku tak menjawabnya. Dara menarik pinggangku hingga aku terjatuh di atasnya. Ia menekan pinggangku ke arahnya.

"I love you too" kataku mencium bibir tipisnya. Kami bertahan di posisi ini sebentar, berciuman adalah kebiasaan kami yang semakin memupuk rasa cinta.

"Aku udah masak sarapan" kataku menghentikan aktivitas kami. Dara menghela napas pelan

"Ok wait, aku cuci muka dulu" katanya segera bangkit. Aku meletakkan cake di atas meja makan, aku udah siapin sarapan sederhana.

"Hmm, enak. kamu buat sendiri cakenya?" Dara menikmati cake setelah sarapan.

"Iya, kamu suka?"

"Suka, terima kasih sayangku" dara tersenyum manis sekali. Selama 200 hari ini, kami lalui dengan baik tanpa banyak drama, hanya berantem kecil dengan ambekan yang bukan buat sedih, tapi menggemaskan.

"Hari ini kita mau kemana?" Tanya dara.

"Pantai" Dara yg sedang mencuci piring berbalik melihatku yang masih menikmati sisa cake. Aku tersenyum melihatnya senang, dara bergoyang dan bersenandung sambil menyelesaikan kerjaannya.

Drrtt...drrtt...

"Mama telpon" aku meraih hp dara. Dara mengisyaratkan untuk menerima telpon itu.

"Halo ma"

"Ha??.. mama dimana?"

"Ok ma, sebentar"

Oh my god. Aku harus segera beres-beres dan jemput mama.

"Kenapa ri?"

"Mama baru landing, mau imigrasi. Ayo jemput mama dulu" kataku berlari ke kamar untuk siap-siap. Dara menyusulku tak kalah heboh, kita berdua grasak grusuk di kamar. Aku menggigit bibirku khawatir melihat keadaan apart yang berantakan, terutama kamar ini.

"Sayang bentar aku beresin kamar dulu" kataku, dara yang sudah keluar kamar pun berbalik membantuku.

Untuk cepat sampai ke bandara kami pun memilih menggunakan taxi. Kami berlarian di bandara mencari mama, sambil dara menelpon tanya dimana posisi mama.

"Ma" dara berteriak, aku mengikuti dara yang berlari menghampiri mama. Aku mengatur napasku yang ngos-ngosan. Aku memeluk mama dan mencium kenzo adikku.

"Papa mana ma?" Tanyaku sembari membantu membawa barang mama

"Papa gak bisa ikut"

"Lalu kenapa mama kesini?, kan repot berdua doang sama adik bayi" dara memperbaiki selimut dan menutup stroler kenzo.

"Mama kangen banget sama kalian" jawab mama.

Kami kembali ke apart dengan taxi. Dara masih asik dengan kenzo, sedangkan aku menemani mama berkeliking melihat seisi apart. Seperti kebanyakan seorang ibu, mama komplain apapun yang ia lihat tak sesuai.

"Aduh ini kecil sekali, kalian bisa berdua tinggal disini. Papa bagaimana sih, emang papa gak lihat apart sekecil ini?" Omel mama, omelannya semakin panjang ketika melihat kamar kami. Jarak pintu kamar ke kasur hanya 3 langkah, semua tampak sempit. Namun aku dan dara tak ada mengeluhkan hal ini.

"Its ok ma, kita senang kok tinggal disini. Ini udah cukup" dara memberi mama minum dan duduk disebelah mama.

"Kalian bisa belajar di ruangan sekecil ini?"

"Bisa ma, buktinya auri masih bagus tuh nilainya" jawab dara, aku mengerutkan keningku ke dara.

"Kamu sendiri bagaimana?, kalau auri mama percaya nilainya selalu bagus" mama menatap dara, dara memutar bola matanya. Sebenarnya aku juga khawatir dengan perkuliahan dara, ia bahkan lebih banyak habisin waktunya untuk kerja. Aku tak pernah melihatnya mengerjakan tugas, ataupun menghabiskan waktu di perpustakaan, atau sekedar membaca buku.

"Mama udah sarapan?, pagi ini auri masak, aku siapin ya" dara beranjak. Aku tersenyum geli melihat gelagatnya.

"Mama apa kabar?, capek ya urus kenzo?" Kataku duduk mendekati mama.

"Sedikit, tapi mama happy" jawab mama. Mama pasti seperti balik lagi merasakan pertama kali jadi ibu, apalagi jarak kelahiran dara dan kenzo jauh sekali.

Mama dan kenzo sedang istirahat di kamar. Aku dan dara duduk di sofa menonton TV.

"So, kita dirumah aja?" Tanya dara. Spontan aku teringat, bukan rencana kita yang akan ke pantai. Tapi ingat bahwa kita bukanlah kaka adik yang dulu saat di bandung. Aku menatap dara, rasa khawatir mulai menyelimuti hatiku.

"Kenapa lihatin begitu?" Tanya dara membuyarkan pikiranku.

"Kita dinner aja" jawabku. Aku tak punya rencana lagi. Lebih baik diam dirumah saat ini dan makan malam, menunggu mama dan kenzo bangun.

"Jangan sayang, ini pakai uang mama aja" mama menahanku mengeluarkan uang. Aku merasa tak enak ketika mama membayar makanan kami. Walau hal ini wajar dilakukan orang tua, tapi aku punya uang.

"Mama ada tempat yang mau dikunjungi?" Tanya dara

"Ada dong, mama udah buat listnya. Karena kedua anak mama libur semester, berarti kalian punya banyak waktu buat temenin mama dan kenzo"

"Ok ma" jawabku

"Tapi aku kan ker...Aww.." Aku mencubit keras pinggang dara. Mama menatap kami berdua

"Kenapa?"

"Gak apa ma, ayo pulang!" Kataku membantu mama mendorong stroler. Sampai apart mama dan kenzo masuk kamar. Aku dan dara akan tidur di depan. Dara merentangkan alas berbulu dan bantal di lantai dekat sofa.

"Kamu tidur di atas aja" katanya padaku, ia meletakkan selimut di sofa. Aku menatap dara yang memunggungiku.

"Kamu kenapa?" Tanyaku, dara tak menjawab. Aku memikirkan kesalahan apa yang ku buat. Aku pun turun dari sofa dan berbaring disampingnya.

"sakit ya?" Tanyaku menyentuh pinggangnya, dara tak menjawab. Ku oeluk pinggangnya dan kuletakkan daguku diatas bahunya.

"Sayang, mama lagi disini. Kamu sadar kan kita harus rahasiain hubungan kita. Kamu juga gak bisa bilang ke mama kalau kamu disini kuliah sambil kerja. Kalau kita gak bisa jaga rahasia ini, aku gak tahu mama bakal seribut apa" jelasku berbisik ditelinga dara. Dara tak bergeming.

"Maaf aku cubit kamu, kamu boleh balas cubit aku" kataku. Dara berbalik ke arahku, wajah kami sangat dekat karna berbaring di satu bantal.

Cup.. dara menciumku. Ia menggigit bibir bawahku dan mengulum disana. Aku merasakan perih dan mendorongnya. Dara menatapku lalu kembali menciumku dengan lembut.

"Kamu harus balik ke sofa, aku gak akan bisa nahan diriku jika kita tidur seperti ini" ucap dara dengan senyum jahilnya, jemarinya menyentuh dadaku. Aku langsung saja beranjak kembali ke sofa, menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

"Dasar anak nakal" bisikku padanya sebelum benar-benar menutup wajahku dengan selimut. Dibalik selimut pikiranku kembali ke mama, selama ini tak terlintas dibenakku akan reaksi mama papa. Aku hanya tahu jatuh cinta dengan dara, adikku.

Don't Leave Me AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang