12. Twelve

2.5K 248 7
                                    

Aku memyambut rina dan amel yang baru saja masuk kelas. Wajah mereka sumringah, mereka membawa makanan dan minuman dari kantin.

"Silahkan tuan puteri" ucap amel yang kesal padaku.

"Terima kasih sahabat terbaikku" aku merangkul amel berusaha menciumnya.

"Dihh, bibir mau?" Amel memanyunkan bibirnya, aku mengelak mendorong kepala amel.

"Lo selalu deh kalau jam pak rangga pasti males deh ke kantin" keluh amel

"Lo berdua kan tahu, gua harus jadi murid terbaik yang udah duduk manis menyambut pak rangga. Agar pak rangga semangat ngajar, apalagi dikelas ini ada dua manusia yang nilainya selalu remedial di mata pelajaran pak rangga" sindirku. Amel dan rina berbarengan hendak memukul kepalaku.

Suara gaduh anak kelas menghentikan gerakan amel dan rina. Kami buru-buru merapikan meja yang penuh makanan. Pak rangga masuk dengan senyun manisnya, namun bukan pak rangga kini yang menjadi fokusku. Melainkan sosok cantik yang pagi ini mengikat rambutnya dengan pita berwarna pink. Ia berjalan mengekori pak rangga dengan membawa beberapa buku dilengannya.

Mataku bertemu dengan auri. Aku segera berpaling, entah kenapa aku jadi gugup.

"Halo, hari ini senior kita akan ada praktek mengajar. Kebetulan ia membawa mata pelajaran bapak dan sesuai sama materi kalian hari ini. Jadi, mari kita dengarkan materi yang akan disampakan oleh kak Advika auristella" jelas pak rangga. Mataku beralih pada auri yang mengambil alih posisi pak rangga. Pak rangga berjalan ke belakang dan berdiri bersender di dinding.

"Halo selamat siang" auri mulai menyapa.

"SIANG KAK!!!"
Aku tertegun dengan suara teman-temanku. Aku melihat sekelilingku termasuk amel dan rina yang tampak antusias. Aku tersenyum geli melihat suasana saat ini.

Aku menatap auri, aku tersenyum padanya, mengepalkan tanganku memberi isyarat padanya untuk semangat.

Aku bangga melihat auri yang sangat cakap. Tak tampak beban di wajah dan suaranya, ia menjelaskan dengan rapi dan semangat. Auri mengakhiri penjelasan materinya dengan bagus, aku tentu saja mengapresiasi auri dengan bertepuk tangan, kehebohanku memudar ketika semua mata menatapku. Aku melempar senyun malu, namun malah makin gaduh. Amel dan rina melanjutkan tepukan tanganku yang terhenti diikuti dengan teman yang lain. Auri tersenyum padaku, aku membalas senyum manisnya dengan mata berbinar.

Usai kelas, aku menyusul auri yang sudah keluar lebih dulu.

"Lo keren!" Pujiku

"Makasih" jawab auri. Kami terdiam. Aku merasa canggung.

"Gua ke kelas ya" ucap auri. Aku mengangguk. Aku memandangi punggung auri hingga hilang.

"Dar"

"Eh pak rangga, mau saya bantu pak" ucapku menawarkan bantuan melihat pak rangga banyak membawa buku kami dan barang pribadinya.

"Boleh" pak rangga memberiku beberapa barang yang bisa ku bawa.

"Kamu dan auri akrab ya" ucap pak rangga. Aku heran mendengarnya.

"Lumayan pak"

"Bagus dong, berarti kamu bisa banyak belajar dari auri. Dia pintar, bapak kagum. Bagaimana bisa anaknya sepintar itu, padahal papanya dulu disekolah biasa saja" jelas pak rangga. Aku mengerutkan keningku, apa arah pembicaraan pak rangga.

"Ya sudah kamu ke kelas sana, terima kasih ya dara"

Aku mengangguk dan berbalik keluar dari ruang guru.

Sepulang sekolah, aku dan auri langsung ke rumah. Auri tampak punya banyak waktu. Ia bahkan memasak sebelum mama dan om andrea pulang, aku memghampiri auri.

"Ada yang perlu aku bantu?" Tanyaku. Auri menggeleng, aku pun duduk santai  menonto tv hingga mama pulang.

"Aduh, biar mama aja sayang" ujar mama. Auri hanya tersenyum meletakkan masakannya ke meja makan. Mama menatapku yang santai di depan tv.

"Aku udah nawarin bantuan ma, tapi anak kesayangan mama gak butuh bantuanku" jelasku sebelum mama mengomeliku.

"Ri, pak rangga mulai besok udah bisa jadi guru private kamu ya"

Aku sontak terbatuk ketika makan, mama menepuk punggungku. Auri menatap sinis padaku. Aku tentu kaget mendengar nama pak rangga disebut.

"Auri private?" Tanyaku memastikan

"Iya dar, auri butuh guru private. Kebetulan teman om ngajar di sekolah kalian, namanya pak rangga. Dara tahu kan?" Jelas om andrea, aku mengangguk.

"Ma, dara boleh ikut gak?" Tanyaku asal. Aku hanya ingin lebih sering ketemu pak rangga.

"Dar, jangan aneh-aneh deh. Auri udah mau kelulusan, kamu gak usah ngerecokin" ujar mama. Aku manyun. Auri tertawa pelan.

"Emang lo gak belajar kelompok lagi?" Tanyaku ketika kami berdua sudah dikamar. Auri naik ke kasur dan duduk bersandar disampingku

"Biar gak disangka pacaran sama lu" jawab auri

"Gila, gak alesan" ketusku.

"Gua gak nyaman belajarnya, jadi lebih baik belajar dirumah sama guru private"

"Gak nyaman kenapa?, bukannya lo deket sama boy?, bukannya dia ketua kelas lo, dia juga ketua kelompok belajar lo?" Tanyaku

"Gua gak perlu jelasin detail kan ke lo?" Ucap auri. Aku sedikit kecewa dengan ucpaannya ini.

"Gak perlu" jawabku.

"Lo juga udah tau sebagian dari omongan boy" auri melirikku. Aku menelan air liurku, aku teringat telah mengangkat telpon auri tanpa izin.

"Kenapa pak rangga?, emang gak ada guru lain?. Bukannya om andrea itu banyak temen ya?, apalagi pernah tinggal di luar negeri, pasti banyak kenal guru private yang bagus"

"Lo cemburu?" Auri mendekatkan wajahnya padaku. Aku merasakan napas auri di wajahku. Mataku terjebak di mata cantiknya, auri tersenyum. Aku mendorong bahu auri hingga ia menjauh dari wajahku.

"Ya cemburulah, kan gua suka sama pak rangga" jawabku gagap

"Suka?, atau kagum?" Auri mematapku

"Ya... suka, kagum juga" jawabku ragu

"Hmm,,, menarik. Gua juga kagum. Kalau gitu gua lebih leluasa dong ketemu pak rangga, oh iya kata papa aku boleh milih tempat belajarnya. Rumah, cafe, atau.."

"Apa??" Tanyaku kesal karena auri menggodaku.

"Pak rangga udah punya pacar belum?"

"Mana gua tau?"

"Sama gua cocok gak?" Tanya auri, ia memgibaskan rambutnya, menopang wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Aku tertegun, mataku berkedip melihat auri.

"Cocok gak?" Tanya auri lagi.

"GAK!!" Aku membentaknya. Aku berbaring memebelakanginya, memasang earphoneku dan menutup mataku. Aku merasakan tangan auri melepas earphoneku dengan lembut, aku menoleh ke belakang. Aku terpaku karena wajah auri sangat dekat dengan wajahku.

"Terimakasih ya buat tadi siang. Lo udah semangatin gua. Kalau tidak, gua mungkin gugup dan gak bisa ngomong apa-apa. Terima kasih juga tepuk antusiasnya" ucap auri pelan hampir berbisik, aku mengerjapkan mataku mendengar ucapan auri, ucapan itu terasa hangat ditelinga dan hatiku, hinggal wajahku terasa menghangat dan merona.

"Good night dara" ucap auri lagi, ia tersenyum lalu berbalik berbaring membelakangiku. Aku menyentuh pipiku yang hangat. Ah, aku terenyuh dengan ucapan auri. Kenapa ia bersikap manis setelah membuatku kesal, ia selalu seperti itu. Aku tidak pernah bertahan lama untuk marah padanya, sikap manisnya membuatku lemah.

Don't Leave Me AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang