"Kandungannya sehat ya bu"
Aku sedang menemani mama kontrol kandungan. Seharusnya mama pergi dengan papa, namun Papa ada meeting dadakan di kantor. Aku yang semula masih bermalasan di kamar pun sigap menemani mama.
"Ih lucu" kataku melihat bentukan si kecil di layar, ia meringkuk menutupi wajahnya.
Aku menghampiri mama yang duduk menungguku menebus obat.
"Kita makan siang bareng papa ya, papa barusan telpon mama" aku mengangguk mengekori mama menuju parkiran rs.
Resto yang dituju tepat di samping gedung kantor papa. Papa melambaikan tangannya ketika kami masuk.
"Gimana ma?"
"Sehat" jawab mama mengelus perutnya. Papa tersenyum dan ikut melakukan hal sama. Aku senang melihat kemesraan kedua orangtuaku.
Oh iya, aku sudah tidak memanggil "om andrea". Karena awalnya aku pikir, harus ada yang menggantikan sosok auri dirumah ini untuk papa. Bermula dari itu, aku jadi terbiasa.
Usai makan, kita masih duduk di resto sambil menunggu waktu istirahat papa selesai.
"Dar, papa tadi ada kirim kamu email. Itu persiapan untuk ujian kamu masuk kampus di sydney"
Aku menatap mama, mama memgangguk. Lalu aku beralih ke papa.
"Papa setuju kamu kuliah disana, papa akam berusaha yang terbaik untuk anak papa. Kamu fokus aja ujian, papa yakin kamu bisa. Jangan merasa bersalah karena kamu gak dapat beasiswa, tanpa itu pun papa bisa biayain semua kebutuhan kamu"
Mataku berkaca-kaca mendengar ucapan papa. Papa memang tidak pernah nampak memanjakanku, bahkan cara bicara papa selalu beda denganku, mungkin itu semua karena aku. Aku yang menutup pintu dan memberi pembatas hubunganku dengan papa.
Sejak memanggilnya papa, tentu saja mereka berdua terkejut. Aku tidak tahu persis tanggapan papa, hanya saja papa lebih santai berbicara denganku.
Hariku kembali berkutat dengan buku dan jurnal. Aku mempersiapkan diriku sebaik mungkin untuk mengikuti ujian masuk. Ketika hari H, papa yang mengantar dan menungguku ujian. Papa juga membawaku makan dan berbelanja di mall ketika aku kelar ujian.
Mama menyambutku dengan pelukan hangat dan masakannya yang enak. Beban ujian tidak memgkhawatirkan, aku yakin akan mendapat hasil yang bagus. Tentu saja, doaku terjawab.
"Ma, aku lulus" teriakku dari kamar. Aku berlari mengelilingi kamar seperti selebrasi ketika menang tanding basket. Mama mencoba menghentikan teriakanku. Aku memeluk erat mama dengan bahagia.
Aku masih senyum-senyum melihat layar laptop. Walau tak beasiswa, namun lulus dengan mengikuti ujian ini saja aku sudah bersyukur dan bahagia.
"Selamat anak papa" papa memelukku setibanya dirumah.
"Terima kasih pa" ucapku membalas pelukannya.
*****
"Sydney???" Amel dan rina terperangah dengan penjelasanku. Aku sudah siap mendengar ocehan merek.
"Kita gak salah denger kan?, lo mau ke sydney?, ke kampus kak auri" amel dan rina memggoyang tubuhku. Aku menghentikan mereka.
"Iya guys, walau gak beasiswa"
"Gila keren banget lo" sahut amel
"Lebih keren lagi, ternyata lo sayang banget sama kak auri" sambung rina. Aku tersipu malu mendengarnya.
"Gua kira lo gak benci kak auri" kata amel, rina mengangguk.
"Maaf ya, lo berdua pasti bingung kenapa gua sama sekali gak tertarik sama obrolan waktu bahas foto-foto yang dikirim ke kak auri" ucapku.
"Gara-gara lo juga gua gak pernah nanya kabar kak auri lagi, gua sedih lihat lo" ucap amel. Aku menepuk punggung tangan amel.
"Sorry" kataku
"Its ok, yang penting lo happy sekarang. Kita berdua juga happy" ujar amel memelukku. Kita bertiga berpelukan.
"Lo tunggu kita ya, gua sama amel bakalan main kesana" ucap rina. Amel menengadahkan telapak tangannya mengaminkan ucapan rina.
Aku menghabiskan banyak wakru dengan keluarga dan sahabatku sebelum berangkay ke aussie. Amel dan rina banyak mmeberiku hadiah perpisahan. Mereka memintaku berjanji untik tidak melupakan persahabatan ini walau aku akan punya sahabat baru disana.
Selain amel dan rina. Mamalah yang terlihat berat melepasku perfi. Tiap duduk menonton TV, mama selalu memeluk lenganku dan bersansar dibahuku. Mama juga suka bolak balik ke kamar sekedar melihatku. Aku sampai tidak menutup pintu kamar agar mama tak repot mengetuk pintu tiap ingin melihatku.
Tiap makan malam mama selalu menasehatiku. Sebelumnya mama tak melakukan ini ke auri, apakah karena mama tak mempercayaiku?.
" sudahlah ma, dara pasti sudah ngerti apa yang tidak boleh dilakuin. Dara sudah dewasa ma" sela papa. Mama berdecak mendelik ke papa.
"Iya ma, dara bakal turutin semua nasehat mama" kataku berusaha menenangkan mama.
"Mama takut dia liar disana pa, papa kan lihat sendiri anak ini bagaimana" mama mulai memojokkanku. Aku hanya menghela napas pelan, aku berusaha mengerti kekhawatiran mama. Papa dan aku pun diam tak membantah mama, mama lagi sensitif. Naluri ibu hamil.
Hari keberangkatanku semakin dekat. Aku sudah mempersiapkan paspor dan visa. Barangku pun sudah mulai dicicil masuk koper. Aku membuka kotak yang berisi barag pentingku. Aku mengambil satu foto polaroid dan memasukkannya ke dompetku.
"Sayang, mama boleh tidur disini?" Tanya mama. Aku mengangguk tersenyum ke mama yang mengintip dari balik pintu. Mama langsung masuk dan naik ke kasur. Aku berbarinf di sebelah mama.
"Sudah lama ya mama gak tidur sama kamu" ujar mama
"Iya, setelah mama menikah dengan papa" jawabku. Mama menggenggam tanganku dan mendekapnya.
"Mama bakal kangen banget sama kamu" kata mama berkaca-kaca. Aku menyentuh perut mama.
"Ada adek yang bakal nemenin hari mama. Nanti mama juga bakal lupa punya anak yang bernama dara" kataku. Mama memukul bahuku dengan keras.
"Kamu tetap anak pertama mama, kesayangan mama. Kamu gak bisa diganti sama apapun. Mama belajar jadi ibu ya dari kamu"
"Asal jangan galak begitu ke adik ya" kataku dengan senyum jahil. Mama kembali memukul bahuku.
"Mama jangan khawatir. Dara akan baik-baik disana. Bakal jaga auri juga, pergi sehat, kembali juga sehat. Tapi dara gak bisa lihat adik lahir dong" kataku berakhir sedih. Adik pasti sudah bisa jalan nanti kalau ketemu kakaknya. Aku bakal banyak ngelewatin hal seru pertumbuhan adik.
"Semoga mama papa ada rezekinya buat kunjungin kamu dan auri disana" ucap mama. Aku tersenyum. Mama dan papa pasti juga kangen dengan auri. Karena mereka juga belum ada mengunjungi auri.
Mama sudah tertidur. Mama masih mendekap tanganku, aku tak bisa bergerak. Walau terasa tak nyaman dengan posisi, aku tetap tertidur lelap.
Hari berangkatku tiba. Aku sudah berpamitan dengan rina dan amel yang ada disini. Aku menghampiri papa, papa memelukku, menepuk bahuku. Ia hanya memintaku untuk jaga diri.
"Jaga mama dan adik ya pa" ucapku. Papa memgangguk sembari melepas pelukannya. Aku melihat papa menghapus air mata disudut matanya.
"Ma" aku beralih ke mama yang sedari tadi tak melihatku. Ini pertama kalinya aku pisah dengan mama. Sejak kecil aku selalu berdua dengan mama kemanapun. Masa sulit, kita berdua saling bergantung. Seperti yang aku pernah bilang, kita berdua tak punya siapapun, apa itu kakek?, nenek, paman bibi?. Aku tak punya semua itu. Mama adalah satu-satunya keluargaku, begitupun mama. Kita bagai anak kembar denagn satu jiwa.
Mama tak berkata apa-apa. Ia hanya memelukku erat dengan tangisnya. Awalnya aku bertekad tak akan nangis, namun ketika tangis mama pecah, air mataku pun tak kalah deras.
"Ma, sudah. Dara harus masuk" mama memegang kedua bahu mama. Mama melepas pelukannya. Masih dengan terisak memintau untuk jaga diri. Aku mencium kedua pipi mama, memeluknya sekali lagi dan segera masuk untuk imigrasi. Sebelum benar- benar masuk, aku menoleh ke belakang. Melambaikan tanganku pada orang-orang yang ku tinggalkan.
Ma, pa. Terimakasih sudah mendukungku.
Mel, rin. Terimakasih selalu disampingku.
Aku mencintai kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave Me Alone
Aventura(GxG) kamu tidak akan tahu, bagaimana kehidupanmu ke depan. siapa yang akan kamu temui & kamu tinggalkan. siapa yang akan kamu cintai dan kamu benci. aku bahkan tidak menyangka, ketika aku iri dengan temanku yang punya orang spesial, tuhan pertemuka...