Aku pulang lebih larut malam ini. Aku terkejut melihat mama sudah berkacak pinggang di depanku. Aku melihat arlojiku. Jam 22.00. Aku masih menggunakan rok sekolah, hanya atasanku yang sudah ganti dengan kaos hitam.
"Hai ma, kok gak ngabarin mau balik" sapaku dengan khawatir melihat ekspresi mama yang sudah siap akan mengomeliku panjang lebar.
"Kamu ya, sudah mama bilang jangan pulang larut begini. Ini lagi masih pakai seragam sekolah, kamu kalau ada yang niat jahat sama kamu bagaimana?" Mama mulai ngomel. Aku memejamkan mataku, menarik napas dalam dan setia mendengarkan omelan mama sampai mama reda.
"Kamu sudah makan dar?" Om andrea muncul meredakan amarah mama. Aku mengangguk pelan.
"Mandi gih, lalu tidur. Besok kamu kan sekolah" om andrea mendekat berdiri di antara aku dan mama.
"Ok om"
"Om?, dar kamu harus ubah itu. Ini papa kamu. Sampai kapan kamu sebut om, gak sopan sama orangtua begitu" mama kembali mengomeliku. Aku menunduk.
"Sudah ma" om andrea merangkul bahu mama. Aku melirik om andrea
"Maaf ma. Permisi om" ucapku menunduk melewati om andrea. Aku perlahan membuka pintu kamar. Auri sudah tidur. Aku bergerak hati-hati agar tak membuat keributan.
Usai mandi aku tak langsung tidur, karena aku belum ngantuk. Aku duduk di depan PC ku. Aku memikirkan ucapan mama. Aku belum bisa manggil om andrea dengan sebutan "PAPA"
Pagi ini aku bangun lebih awal. Mama, om andrea dan auri sudah di meja makan untuk sarapan. Aku bergabung dan langsung menikmati makanan yang disiapkan mama.
"Auri, bagaimana sekolah kamu?. Pelajarannya bisa diikuti?" Mama memulai percakapan.
"Bisa ma, auri gabung kelompok belajar juga dengan teman-teman peringkat atas" jawab auri
"Wah bagus itu" sambut mama
"Berarti kamu sudah punya teman dong, good job anak papa" om andrea dan mama tampak senang.
"Dara gimana?, ada yang perlu diceritakan ke om sama mama?" Aku menatap om andrea, aku menggeleng pelan. Aku melirik mama yang tak menggubrisku. Aku menyudahi makanku, tentu saja aku tak menghabiskannya.
"Loh, udah sarapannya?"
"Udah om" jawabku. Aku beranjak membuang sisa makanan dan mencuci piringku. Tanpa bicara lagi aku meraih ranselku dan berjalan ke arah pintu. Aku keluar apart tanpa auri. Aku turun dan menuju basement. Aku menunggu auri dengan bersandar di badan mobil.
Dalam mobil aku tak niat untuk bicara. Aku memakai earphoneku. Menurunkan senderan kursi dan menutup mataku. Aku memilih tidur.
"Dar.. dara.."
Aku terbangun dengan guncangan. Aku melihat sekitar.
"Udah sampai" ucap auri. Aku segera bangkit dan keluar dari mobil. Aku meninggalkan auri, bergegas masuk kelas.
Moodku hari ini kacau. Aku tak mengikuti kelas dengan baik. Aku memilih berbaring di uks, atau melipir ke kantin mencari minuman dan makanan manis untuk memperbaiki moodku.
Kelas sudah usai. Aku melihat notif dari auri. Ia akan belajar kelompok lagi. Aku akan menunggunya kali ini. Uang saku ku hari ini sudah menipis untuk membayar ojek juga tak akan cukup, waktu di mall kami banyak menghabiskan uang.
Aku duduk termenung di kantin. Aku melihat satu persatu orang berlalu lalang hingga tak ada satu pun yang lewat. Semilir angin membuatku mengantuk, sudah satu jam berlalu. Aku beranjak mencari tempat lain mengusir bosanku.
Aku ke lapangan. Kosong. Aku meletakkan ranselku, membuka kemeja putohku dan mengambil bola yang tergeletak di pinggir lapangan. Aku mendribel bola kesana kemari. Aku bermain dengan semangat.
"Boleh gabung?"
Aku menghentikan gerakanku. Aku menyeka keringatku. Auri berdiri hanya jarak dua meter dariku. Auri berjalan mendekat, namun tiba-tiba. Aku terkejut. Auri tersungkur. Aku menjatuhkan bola dari tanganku dan berlari mendekati auri. Aku membantu auri berdiri, namun ia kesakitan dan tak bisa berdiri dengan sempurna.
"Darah" pekikku melihat luka di lutut auri. Aku panik. Aku memapah auri ke pinggir lapangan hingga ia bisa duduk. Aku berjongkok di depan auri. Aku menatap lututnya.
"Tunggu sebentar ya" aku berdiri dan berlari. Aku tak yakin apakah UKS masih buka atau tidak, aku berlari kesana dan sesuai dugaan uks sudah tutup. Aku kembali berlari ke arah luar sekolah celingak celinguk mencari tempat untuk beli antiseptik dan plester luka.
Ah. Begonya aku. Aku kan tidak punya uang. Aku hampir menangis. Aku tak bisa berfikir, aku terbayang wajah auri yang meringis kesakitan. Aku menghampiri sebuah warung depan sekolah, aku menceritakan keadaan auri pada ibu yang punya warung. Ibu baik hati ini memberikan kebutuhanku.
"Terima kasih bu, nanti saya kembalikan. Sebentar ya bu" ucapku
"Iya nak, sudah sana kasihan temen kamu"
Aku kembali berlari masuk area sekolah. Akhirnya aku sampai di lapangan basket, aku mengatur napasku agar tak terlihat kelelahan, aku juga menyeka keringatku.
Aku tertegun melihat auri. Boy sudah disana membereskan kekacauan. Auri menyadari kehadiranku. Ia menatapku, aku tersadar dan segera menyembunyikan kedua tanganku. Aku mengantongi peralatan yang aku dapat dari ibu tadi.
"Lo mau gua antar?" Tanya boy
"Gak perlu boy, gua pulang sama dara" ucap auri. Aku mendekat ke mereka. Aku memakai ranselku dan ransel auri.
"Lo nyetir mobil?" Tanya boy lagi
"Iya"
"Lo yakin bisa?, gua bisa setirin sampai rumah lo, ntar pulangnya gua gampang" ucap boy menawarkan. Auri menoleh padaku, aku hanya diam menundukkan kepalaku. Aku melihat luka di lutut auri yang sudah tertutup rapi.
"Boleh kak boy" jawabku.
"Auri gak mungkin nyetir, pasti masih sakit" ujarku. Aku menelan air liurku. Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering.
"Boy, di warung depan stop sebentar" ucapku. Aku turun mengembalikan yang aku pinjam tadi.
Sepanjang jalan aku hanya diam. Aku duduk di kursi belakang sendiri. Aku melihat jalanan, boy dan auri mengobrol ringan.
"Thankyou" ucapku pada boy. Boy pun pamit pulang. Aku memabantu auri keluar dari mobil dan membantunya ke apart.
"Loh kamu kenapa sayang?" Mama menyambut kami dengan panik. Aku membiarkan mama mengurus auri. Aku langsung masuk kamar dan meletakkan barangku dan auri. Aku merebahkan tubuhku, menutup wajahku dengan lengan kananku.
Aku mengerjapkan mata. Perlahan bangun dan melihat sekitar. Aku masih menggunakam seragam. Aku segera mandi dan bersiap makan malam.
Aku melihat mama dan om andrea yang sedang menyiapkan makan malam. Auri duduk disana dengan membaca bukunya. Aku duduk di sebelah auri, auri menoleh padaku dan tersenyum. Aku membalas tipis senyumnya.
"Ayo makan" ucap mama memberikan piring berisi nasi padaku. Makan malam keluarga ini berlalu. Auri lanjut belajar di kamar. Aku juga mengikutinya. Seperti biasa auri di meja belajar dan aku di meja PC ku. Aku menyelesaikan tugasku lebih awal. Aku menoleh ke auri, aku hanya menatap punggungnya. Aku segera mengalihkan wajahku ketika tiba-tiba auri berbalik.
"Dar, boleh bantu gua ganti perban ini?" Auri beranjak dan duduk di tepi ranjang, ia duduk menekuk kakinya hingga lututnya terlihat jelas. aku bangkit mengambil kotak P3K.
"Masih sakit?" Tanyaku perlahan membuka plesternya.
"Sedikit"
"Perlu minum obat gak?"
"Udah, tadi mama udah kasih" jawabnya. Aku mengangguk. Aku melihat lukanya mulai mengering, sebenarnya lukanya sedikit, namun banyaknya darah yang keluar membuatku panik.
Aku membersihkan lukanya, saat memberi antiseptik auri meringis. Aku melirik auri, kembali memberi antiseptik perlahan. Aku meniup luka ini untuk mengurangi rasa sakit. Aku meniup berulang-ulang hingga beres membersihkan lukanya.
"Terima kasih ya" ucap auri. Ia tersenyum cantik sekali. Aku terpaku melihat senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Leave Me Alone
Adventure(GxG) kamu tidak akan tahu, bagaimana kehidupanmu ke depan. siapa yang akan kamu temui & kamu tinggalkan. siapa yang akan kamu cintai dan kamu benci. aku bahkan tidak menyangka, ketika aku iri dengan temanku yang punya orang spesial, tuhan pertemuka...