2. Two

3.8K 290 0
                                    

"Dar, minggu depan puncak yuk" aku melirik amel dan rina yang baru balik dari kantin, tangan mereka penuh dengan cemilan.

"Gak bisa gua"

"Kenapa?, tumben banget" celetuk rina. Aku meraih minuman di meja yang baru mereka beli.

"Ada acara keluarga"

"Keluarga yang mana?, mau kawin lu?" Tanganku melayang hendak menjitak kepala rina. Beruntung rina menghindar.

"Baru kali ini gua denger lu ada acara keluarga" balas amel. Aku tak membalas ucapan mereka. Mereka tahu aku hanya berdua dengan mama dikota ini. Nenek kakek pun aku tak punya, persisnya aku tak tahu karena mama tak pernah membicarakan siapa pun , termasuk siapa papaku. Aku juga tidak pernah bertanya, karena selama mama ada disisiku aku pun tak perlu keluarga lain. Mama adalah satu-satunya keluargaku.

Aku jalan melenggong menyusuri koridor sekolah. Aku akan membawa buku-buku ini ke ruang guru. Aku tersenyum melihat pak rangga.

"Udah dar?" Tanyanya sambil melepas kacamatanya. Aku suka sekali mata pak rangga. Siapa wanita yang tidak akan lunglai melihatnya.

"Sudah pak, beres" ucapku meletak buku-buku itu.

"Terima kasih ya"

"Sama-sama pak" ucapku. Aku masih berdiri disana memandangi pak rangga yang menatap komputer di depannya.

"Ada perlu apa dar?"

"Ha?"

"..."

"Oh gak ada pak, saya ke kelas pak" kataku gagap. Pak rangga tersenyum, ah ganteng.

"Dar, mama jemput kamu ya" heran deh, kenapa mama jadi rajin jemput aku. Biasanya juga sibuk kerja.

"Guys, gua duluan ya"

"Bareng dong" seru amel yang masih memberesi tasnya.

"Dijemput mama nih" balasku, mereka pun membiarkanku keluar kelas.

Aku melihat kanan dan kiri, mobil mama belum ada.

"Ma, dimana?. Dara udah di depan gerbang nih" aku menelpon mama. Aku segera menutup telpon ketika melihat mobil mama di ujung jalan yang berjalan ke arahku.

"Tumben gak nunggu di depan ma" ucapku sembari menutup mobil dan memakai seatbelt. Mama tak menyahutku, aku menoleh.

"Auri" pekikku. Auri menutup telinga sebelah kirinya dan menatapku sinis.

"Bisa gak sih lu volume suaranya di kecilin, berisik!" Auri mengomel sambil menjalankan mobil.

"Kok lu yang jemput gua, mama mana?"

"Kerja, mama minta gua jemput lo"

"Kalau tau bukan mama yang jemput, lebih baik gua bareng teman deh" aku menggerutu.

"Kalau gak karena mama yang minta, gua juga gak mau jemput lo" balas auri dengan ketus. Aku mendengus kesal membuang wajahku ke luar jendela. Haruskah aku bersaudara dengan wanita menyebalkan ini.

Aku melirik auri yang fokus ke depan, ia tampak keren dari samping. Pakaian simpelnya, rambut panjangnya, menyetir dengan satu tangan kirinya. Apakah aku harus meminta ijin mama untuk kursus menyetir, sebentar lagi aku akan punya KTP kan.

*****

Acara yang dinanti mama papa pun tiba. Aku suka dekornya, simpel tapi elegan. Bisa aja nih mama milihnya, kursi untuk tamu pun hanya beberapa. Sesuai kata mama acaranya private.

Aku dan auri memakai dress warna senada. Auri yang tanpa heels sudah tinggi, kini tampak seperti model. Aku haru mendongak melihatnya, tinggiku kini sedikit di bawah bahunya.

Don't Leave Me AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang