32. ThirtyTwo

1.9K 214 1
                                    

Aku mendorong koperku dengan semangat. Aku sudah menghapal nama dan no apart yang papa kasih. Mulutku komat kamit sembari melihat daerah sekitarku, sesekali mengerutkan kening dan berpikir apakah aku tersesat?.

Seorang wanita tua mendekatiku, ia berbicara dengan english.

"Kamu cari alamat?" Tanyanya memperhatikan koperku. Aku mengangguk.

"It is granville place?" Tanyaku ragu. Wanita ini mengangguk, aku bernapas lega dan bertanya lebih lanjut. Seusai mendapat petunjuk aku kembali berjalan menaiki lift menuju bedroom auri.

Auri tidak tahu aku akan berada di sydney. Aku meminta mama papa serta kedua sahabatku untuk merahasiakan kedatanganku. Aku akan memberi suprise untuknya.

Aku menunggu dengan cemas di depan pintu. Aku sudah memencet bel sekali. Pintu belum terbuka, aku kembali memencet bel. Papa bilang auri tak ada kelas hari ini, dan berencana tak pergi kemanapun. Setelah 3 menit, auri juga belum membuka pintu. Aku membuka hp, ah aku teringat belum membeli kartu baru. Aku mulai bingung. Apakah auri sedang keluar.

Aku memilih duduk di depan pintu menunggu auri. Mungkin auri sedang keluar mmebeli makanan. Karena auri tak kunjung datang, aku merubah posisi dari duduk hingga berbaring.

"Dar!, Dara!!!"

Aku terperanjat bangun. Aku mengucek mataku. Auri berdiri di depanku dengan napas terengah. Aku melihat keringat di kening dan lehernya, ah ternyata dia pergi olahraga. Aku beranjak berdiri, merapikan rambut dan pakaianku. Aku tersenyum padanya, namun auri tak membalas senyumku, ia malah tampak kesal.

Auri menggeserku dengan tangan kanannya. Ia memasukkan kode pintu kamarnya. Aku mengikuti auri masuk.

Aku terpaku melihat apart auri ketika lampu menyala. Apart ini ukurannya tidak luas, cukup untuk 1 atau 2 orang. Ruangannya bersih, rapi dan harum khas auri.

Aku duduk di sofa satu-satunya diruangan ini, sofanya memghadap ke tv. Ruangan mungil ini, aku suka. Mataku berhenti di auri yang sedang minum di depan kulkas. Aku memperhatikannya. Ia menghampiriku, meletakkan minum di depanku. Aku mengurungkan niatku untuk menyapanya, karena ia langsung saja pergi masuk ke kamar. Aku menghela napas, mengambil minum itu dan menghabiskannya.

Aku masih duduk menunggu auri keluar kamar. Aku menghidupkan tv mengisi bosanku. Auri akhirnya keluar, dengan handuk dikepalanya. Harum sabun dan shampoonya masih sama. Aku menatapnya, ia selalu cantik dimataku. Ia memakai kaos oversize. Aku mengalihkan mataku ketika melihat bagian bawahnya, ia pasti pakai hotpant, namun pendeknya tidak lebih panjang dari kaosnya.

"Lo masuk aja, mandi" ucapnya. Ia kembali ke arah dapur. Aku mengangguk dan beranjak ke kamar. Kamar auri juga tak luas. Ketika masuk langsung disambut kasur yang hanya 3 langkah dari pintu. Di pinggirnya ada meja belajar dan lemari dua pintu. Tak banyak perabotan dengan ruang sekecil ini.

Aku menghanpiri auri yang sedang masak. Aku duduk di meja makan kecil dengan dua kursi berhadapan. Auri meletakkan makanan disana, ia duduk di depanku sambil menuang air minum.

Aku melirik auri yang mengunyah makanannya. Setelah satu tahun tak bertemu, ini terasa canggung. Namun tahukah dia, aku ingin sekali memeluknya.

"Gua boleh pinjem hp lo?, gua mau telpon mama papa" kataku pelan, auri mengambil hp dari sakunya dan memberikannya padaku. Aku menhembunyikan kagetku melihat walpaper auri, itu foto polaroid seperti yang ada di dompetku. Aku menahan senyumku sambil mencari panggilan auri, nama papa teratas. Sepertinya ia baru telponan dengan papa.

"Halo ma, dara udah sama auri. Mama sehat?.... adek gimana?... iya ma.. ok.. bye ma" aku memgembalikan hp auri. Auri sudah selesai makan

"Gua aja ri" kataku menahan tangan auri yang mengangkat piringnya. Akhirnya auri menatapku, aku merindukan matanya. Auri meletakkan kembali piringnya, namun ia meninggalkanku masuk kamar.

Don't Leave Me AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang