57. fifty seven

1.6K 193 14
                                    

Advika Auristela

"Selamat ya sayang, mama bangga sama kamu" bisik mama ketika selesai berfoto dengan papa mama. Aku menyelesaikan S1 ku dengan nilai terbaik. Aku berfoto sambil menggendong kenzo adikku yang sudah bisa berlari kesana kemari, ia selalu menggemaskan dimataku.

Kami berfoto layaknya keluarga cemara. Namun di relung hatiku, aku kehilangan sosok yang begitu penting di hidupku. Aku menatap kosong foto kelulusanku yang terasa kurang.

"Belum tidur?" Mama duduk disampingku, aku menutup hp ku dan tersenyum ke mama.

"Aku belum ngantuk, mama harusnya tidur, besok kan mau terbang pagi" ujarku. Besok mama, papa & kenzo harus kembali ke bandung.

"Mama mau kasih hadiah buat kamu"

"Hadiah?"

"Iya, mama hampir lupa. Tadi keinget waktu packing" mama memberiku totebag berukuran sedang. Aku mengambil isi dalamnya.

"Novel?" Tanyaku ke mama, tumben mama belikan aku novel.

"Hmm, karya adik kamu" jawab mama, aku mengerutkan keningku.

"Karya?"

"Dara kasih mama ini kemarin, tapi sepertinya lebih cocok kalau kamu yang nerima. Mama gak suka baca novel" jelas mama. Aku memperhatikan buku ini, tertulis jelas nama lengkapnya disana. Aku terpaku membaca namany, bayangan wajahnya kembali melintas di benakku. Aku segera memasukkan kembali novel itu ke totebag.

"Auri, mama harap novel ini jadi penghibur buat kamu. Maaf mama dan papa tidak jadi orang tua yang layak buat kamu"

"Jangan bilang begitu ma, punya papa mama & kenzo itu udah lebih dari cukup"

"Mama tahu isi hati & pikiran kamu yang sesungguhnya. Mama ingin lihat senyum kamu yang tulus, mama rindu auri yang dulu, sama seperti mama rindu tingkah dara yang menyebalkan. Gak ada yang lebih penting buat mama, kecuali melihat anak-anak mama bahagia"

Aku menatap mata mama yang berkaca-kaca, aku menggenggam erat tangan mama. Mama sesekali berbicara tentang dara padaku tanpa ku minta, mama dan dara masih bertemu tiap ada kesempatan. Berbeda dengan papa, ia tak pernah membahas dara.

Papa mengajakku kembali ke bandung, tapi aku menolak dengan halus. Aku ingin bekerja dan berkarir disini. Aku menjalani hari-hariku sendiri di apart ini. Aku tidak ada niat untuk pindah, walau sulit terbiasa kembali hidup sendirian, tapi aku merasa nyaman tinggal disini.

Aku memandangi novel di atas kasurku. Aku masih ragu untuk membacanya. Sudah lama aku tidak membaca novel, aku hanya membaca buku kuliah. Aku menyentuh sampulnya dan membuka halaman pertama. Sebuah kartu undangan berwarna pink terselip disana.

Aku tidak tahu apa yang ada dipikiranku sekarang. Aku sedang berada di toko buku terbesar di kota ini, aku berdiri ikut mengantri di barisan. Satu persatu terlewari hingga giliranku. Aku merapatkan topi dan maskerku agar semakin tak terlihat.

"Nama kamu?" Tanyanya setelah menandagangani buku yang aku sodorkan. Aku tak menjawab dan segera memgambil buku itu. Aku buru-buru pergi karena jika semakin lama disana aku bisa kena serangan jantung.

Aku memandangi coretan tanda tangan dara, aku tersenyum dan memeluk buku ini lalu pergi dengan hati berbunga.

Ia tumbuh dengan baik, aku mensyukuri hal itu. Setelah bertahun berlalu, Ia semakin keren dan berubah lebih elegan. Seperti hari ini, ia memasuki ruang meeting dengan gagah. Ia semakin menarik, wajahnya dingin namun semakin membuatnya cantik. Ia memakai barang serba mewah sekarang, ia sangat cocok dengan barang itu. Aku memandanginya sedari awal, aku tak mengalihkan pandanganku darinya. Ia memikatku dari segala sisi.

Don't Leave Me AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang