51. fifty one

1.4K 157 2
                                    

Aku sudah rapi, aku happy karena akan menemui auri hari ini. Sudah 3 hari kami tak bertemu, auri sibuk jadi panitia seminar kejuruannya. Aku juga sibuk dengan urusanku bersama papa. Aku singgah membeli bunga sebelum ke apart.

"Kemana anak ini" pikirku kembali melihat hp. Aku mengiriminya pesan sejak pagi, namun sampai siang ini auri tak menjawab. Aku sudah di apart, namun auri tak ada disana. Aku menelponnya tapi ia tak menjawab.

Ketika mondar mandir gelisah menunggu auri. Akhirnya aku mendengar suara ketikan sandi apart. Aku bergegas meraih bunga yang aku letak di sofa, aku berdiri di depan pintu menunggu auri.

"Suprise!!!" Teriakku ketika pintu terbuka. Hening!.

Aku menggeser bunga dari hadapanku. Aku terbelalak. Auri berdiri disana bersama papa andrea. Papa menatap tajam padaku, mengambil kasar bunga itu dari tanganku. Aku terpaku, papa berjalan melewatiku dan duduk di sofa. Aku menoleh ke auri, wajahnya murung. "Ada apa ini" batinku. Aku mengikuti auri, aku bingung melihatnya duduk bersimpuh di depan papa.

"Lihat, dia bahkan belikan kamu bunga. Apa ini?, love you?" Papa mencibir bungaku, ia melempar bunga itu ke lantai.

"Pa, please!!" Auri menunduk.

"Ada apa ini pa?" Tanyaku, aku masih berdiri menatap mereka.

"Papa kecewa, papa kerja buat kamu, papa mau kamu berkembang dan suskses. Bukan malah hidup melenceng begini" papa tak menjawabku, melainkan memarahi auri yang nunduk dan menangis.

"Apa kurang yang papa kasih ke kamu?, apa salah papa sampai kamu bisa begini?, papa udah korbanin semuanya untuk kamu"

"Auri gak berharap papa berkorban seluruh kehidupan papa, auri yang salah. Maaf pa" jawab auri.

"Kenapa kamu minta maaf?, kamu gak oerlu bersimpuh seperti ini" kataku menarik auri berdiri, auri menolakku. Papa beralih menatapku.

"Dara, kamu pikir yang kamu lakuin ini benar?. Kamu gak pikirkan mama kamu bagaimana kecewa dan stres nya disana" ia beralih memarahiku.

"Kamu selalu berlaku sesuka kamu tanpa pikirin orang lain, kamu merusak auri"

"Pa, auri juga..." auri menyela omongan papa

"Diam kamu!, papa lagi bicara sama dara. Harusnya papa gak setuju kamu ke aussie susul auri, kamu sama papa kamu sama aja" lanjutnya. Mata dan telingaku memanas ketika papa kandungku dikaitkan. Aku menatap tajam ke papa andrea

"Lalu, apa menurut papa yang kalian lakukan benar?. Karena kalian berkorban hidup untuk kami, jadi kalian berhak atas masa depan kami?. Kalian marah, menghina, menyerang hati kami agar kami berpisah. Aku lebih baik disamakan dengan papa kandungku, dibanding harus dibandingkan dengan orang kasar seperti papa"

"Apa?" Papa berdiri mendekatiku. Auri sontak berdiri diantara kami.

"Pa, please stop!" Auri menahan papanya, aku masih menatapnya. Rasanya air mataku memaksa keluar, auri berbalik ke arahku dan menarikku keluar dari apart. Auri membawaku menuruni tangga 1 lantai, aku berhenti melangkah dan menghempas tangan auri dari lenganku. Kami berdua saling tatap dengan mata berlinang.

"Kamu pergi dulu, kita harus tenang"

"Aku akan pergi kalau kamu ikut aku" kataku padanya. Auri menggeleng, air matanya makin deras.

"Aku gak bisa ikut kamu, aku gak bisa ninggalin papa sekarang"

"Tapi kamu gak aman tinggal disini"

"Papa gak akan nyakitin aku. Udah ya, kamu pergi dulu" katanya sedikit mendorongku. Aku mendesah pelan, ku peluk erat ia menenangkan tangisnya. Kita berdua duduk di tangga sampai auri tenang.

Don't Leave Me AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang