Ujian Akhir Semester sudah dimulai. 3 hari ini, otomatis akan mengganngu aktifitas kerjaku di bangunan karena fokus belajar.
Niat hati hendak mengutarakan maksud, tapi menemui pak Mulyono boos kami sangat susah.
Sudah hampir 5 hari setelah kejadian kami pergi makan itu aku tidak bisa menemuinya.
Malam itu, terpaksa aku harus menunggunya setelah membereskan peralatan makan malam kuli kuli.
"Co, gimana ini. Pak boss kenapa belum datang juga ya. Ini sudah pukul 19.20. Aku harus pulang. Besok ujian" curhatku ke rekanku.
"Robby, kamu pulang aja. Biar nanti aku sampaikan ke boss, mulai besok pagi kamu gak bisa masak buat kuli. Pasti pak boss mengertilah, kamu kan ujian kenaikan kelas"
"Tak enak hati aku ini. Disangkanya nanti aku main main"
'Robby, kamu bikin suratlah, biar nanti kusampaikan"
"Iya, By. Kalau soal sarapan kami bisa di luar sementara. Yang penting kamu bisa masak buat makan siang" usul yang lain.
"Akan aku usahakan kalau untuk masak buat makan siang. Selesai ujian jam 10, akan aku usahakan" jelasku.
"Udah bikin surat aja. Ini sudah hampir jam 8 malam. Kamu pulang aja"
"Ok akan kutulis surat permisiku ya." kataku. Akupun merogoh ballpoin dan buku untuk meninggalkan pesan buat pak boss kami.
Saat pulang ke kontrakanku malam itu, pikiranku hanya ke pak bossku, pak Mulyono.
"Pak Mul, tolong jangan marah sama aku. Aku tau kamu baik sekali sama aku"bathinku.
"Aku hanya tidak bisa selalu dekat dengan pak Mul. Aku takut bila ada orang tau, hidupku akan hancur untuk yang ke dua kali. Itu saja pak Mul" kata kataku sedikit keluar.
Aku hampir terjatuh karena menginjak lobang di depanku. Aku melihat kanan kiri depan belakang, barang kali ada orang yang memperhatikan.
"Pak Mul, tolong jangan membenciku. Apalagi sampai kamu mengelurkan aku dari pekerjaanku"jerit hatiku.
Setiba dikontrakanku, aku bergegas mandi, agar segera belajar buat ujian besok. Pak Mul, kuhilangkan dari ingatanku, fokus untuk belajar.
***
Ujian sudah berakhir. Aku kembali bekerja seperti biasa.
Selama aku menempuh ujian, dan kembali bekerja sebagai juru masak, selama itu juga aku tidak pernah bertemu dengan pak Mul, hingga di suatu hari aku melihatnya dengan seorang laki laki muda berjalan dari parkir motornya menuju kamarnya.
"Sore pak boss"sapaku penuh hormat.
"Sore"singkat jawabannya dengan cuek sekali.
"Ayo Han, kita ke kamarku"ajaknya ke pria disampingnya. Pria tersebut tersenyum ke arahku. Kubalas dengan senyum.
Akupun kembali ke aktivitasku, dengan hati sedikit gundah. Betapa tidak, dengan cueknya pak Mul, melangkah melewatiku.
'Robby!" panggil seorang kuli. "Boss sama siapa?" tanyanya.
Aku angkat bahu. 'Saudaranya mungkin. atau temannya. Enggak tau aku"jawabku.
"Oh gitu. Tapi orangnya masih muda ya?. Apa calon kuli?"
"Mana ku taulah. Udah sono kerja. Bentar lagi dah jam kerja selesai"
"Ok ok...."katanya dan meninggalkanku.
Sungguh mati, aku tidak pernah berfikir negatif tentang pak Mulyono boss kami, karena dia membawa seorang pria masuk ke kamarnya.
Mungkin teman teman kerja yang lain juga sepaham dengan pemikiranku. Sama seperti aku, ketika pertama kali minta pekerjaan. Jadi tidak ada niatku untuk menjauhinya, bahkan dalam benakku, aku ingin meminta maaf sebesar besarnya, karena mungkin kesalahan yang telah kubuat hingga dia memusuhiku.
***
Sore bahaga bagi kami ketika santap malam. Bagaimana tidak, setiap kumpul selalu bercanda. Meskipun saat makan.
Ketawa kami terhenti ketika Pak Mulyono berdehem. Kuli kuli banyak yang pindah tempat karenanya.
Aku memandang wajahnya. Lalu kudekati.
"Bapak makan ya. Biar ku ambilkan. Sekalian sama temannya"kataku setulus tulusnya.
"Enggak usah, Robby. Kami mau keluar. Handi lagi siap siap"balasnya.
"Ya sudah. Silahkan pak"kataku datar.
Pak Mulyono mengalihkan pandangannya ke arah Handi yang mennuju Pak Mul.
"Bisa bicara sebentar pak. Saya mau ngomong"pintaku setengah berbisik.
"Kenapa? Penting aku buat kamu?"ketus dia bicara.
"Aku minta maaf kalau aku sudah berbuat salah dan dosa. Bukan maksudku...."kata kataku terpotong karena Handi sudah mengajaknya.
Aku terdiam. Dan hanya bisa melenguh ketika memandangi dua punggung meninggalkan ku.
"Siapa sih dia, Rob" tanya seorang temanku.
"Handi. Namanya Handi. Tadi pak boss memanggil begitu"
"Saudaranya ya?"
"Aku juga gak tau. Dari wajahnnya kulihat mirip, mungkin saudaraan"jawabku.
"Tapi pak Boss seperti angkuh ya kelihhatannya...." celetuk yang lain.
"Hhuss....tak baik begitu. Kalau dia angkuh mungkin kita kita gak bakal kerja disini"jawabku.
"Iya Fad, kamu gak boleh asal menilai" Koco yang membalas.
"Iya bukan begitu juga kali. Maksud ku, waktu dia bicara
sama si Robby, seperti gak biasa"Fadil membalas."Udah udah gak usah di bahas. Piring gelas kumpulin semua biar ku bereskan"kataku.
Masih dalam gerutu mereka, peralatan makan kotor terkumpul juga.
Saat mencuci peralatan makan yang kami gunakan, aku berjanji dalam hati, akan menemui pak Mul guna minta maaf. Biar bagaimanapun, aku masih membutuhkan pekerjaan ini.
Aku tidak akan sanggup bertahan tanpa ada pemasukan uang. Buat makan sehari hari yang terpenting. Baju baju dan celana dalam belum bisa terbeli untuk ganti.
Dalam lamunanku, tanpa kusadari air mataku meembasahi pipiku. Karena aku berfikir, akan kemana lagi aku akan mencari pekerjaan yang bisa memberi ketenangan seperti sekarang.
Sementara aku masih 1 tahun lagi baru tamat sekolah. Timbul penyesalan dalam diriku, mengingat kejadian di kampung, hingga aku di usir.
Kukutuki diriku. Kusebut diriku binatang, kotoran atau apa saja yang berbau kotor.
Inilah sebab, aku tidak mau terlalau dekat dengan pak Mul. Aku masih takut. Aku masih trauma. Aku takut bila orang tau, aku bisa dimusuhi. aku bisa diolok olok. Tidak. Aku tidak mau itu terjadi.
"Robby!" suara mas Fadil. Aku tidak menoleh. Dia mendekatiku. "Robby, kau menangis?" bahuku di guncang.
Aku diam. Kucuci wajahku dengan air keran.
"Aku tidak menangis Fad"kataku beerusaha terseyum. "Ini aku habis cuci muka"kataku.
"Robby, kau tak usah berbohong. Air dan air mata itu beda Rob. Kenapa kau menangis?"
"Eengak papa Fad. Sedih aja. Tidak ada yang akan perduli lagi sama aku, kalau aku tidak kerja disini lagi"
"Hahhhhh.....! Pak boss memberhentikan kamu atau apa Rob?" suara Fadil begitu kerasnya hingga mengundang keingin tahuan yang lain.
"Enggak. Pak Mul tidak mengatakan apa apa. Dia orangnya baik."
"Apa si...si..."
"Handi"sebutku.
"Iya, apa dia yang mau menggantikanmu?"
Aku terdiam. Mereka tidak akan pernah tau, bahwa baru beberapa hari, Handi sudah bisa menggantikanku di hati pak Mulyono.
"Enggak tau. Kalau boleh, kalian bubar saja. Nanti pak boss datang berabe semua. Kalian pasti tidak bisa membela, apabila salah satu dari kita tertimpa masalah. Jadi biarkan aku sendiri"pintaku
Masih kudengar si Fadil bersungut sungut dengan kata "Kejam"nya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LIFE (BI SEX) ALONE
General FictionAPAKAH ANDA PERNAH MERASAKAN DIUSIR DARI RUMAH, KETIKA ANDA KETAHUAN SEORANG 'HOMO atau GAY?' APA BISA ANDA MERASAKAN BETAPA SAKITNYA? ikuti ceritaku Like dan komen ya. Robby Ferdinand biasa dipanggil Robby atau Ferdi di usir oleh orang tuanya karen...