41. Mulyono dan Kecewa lagi

244 27 15
                                    

Minggat dengan buru buru, Handoko dan Exell memperhatikanku ketika keluar pintu.

Menyeberang ke arah timur perempatan untuk mencegat taksi aku hanya fokus ke jalanan. Aku tidak tau ada yang melihatku atau tidak.

"Bang ke Teratai Indah"sebutku ke supir taksinya.

"Siap boss"jawabnya.

Kejadian hari ini kuingat semua di dalam taksi yang kutumpangi.

Wajah Om Pierr menari nari di pelupuk mataku. "Makasih Om, kau mendekatkan aku dengan anakmu Ihot dengan mengundangku ke rumahmu" bisik hatiku. Dan kubayangkan besok sore aku akan menyerahkan pengunduran diriku bila tidak diberi Izin selama 3 hari Ebtanasku.

"Exell, apa tidak ada seidikitpun tergerak hatimu untuk membantu aku?. Seperti ku bilang, uang kuliah di PTN hanya 4 atau 5 kali kau bermain dengan pria bayaran. Itupun kalau kau tidak kecewa." Pikiranku ke Exell yang katanya mencintaiku.

"Bang, Teratai Indah. Sudah sampai" supir taksinya membuyarkan lamunanku.

"Eeeh iya. Berapa bang?"

Supir taksi menyebutkan argonya. Kuberikan uangnya hanya lebih beberapa ratus perak.

"Terima kasih ya bang"ucapku.

Aku dengan santai melangkah ke rumah Mulyono yang mungkin sudah menungguku.
Wajah tampan hitam manis itu, yang sebenarnya aku cintai dulu tetapi pudar karena kehadiran Handi.

Aku mengetuk ngetukkan gembok pagar ke pengaitnya, berharap mas Mulyono segera datang.

"Apa sudah tidur ya."khawatirku. Mataku tertuju ke pintu, berharap dia membukanya. Kugedor gedor lagi ber ulang ulang. Akhirnya pintu terbuka.

Bagai di sambar petir, aku lemas berjongkok memegangi pagar rumahnya. Mulyono hanya memakai celana dalam diikuti pria seumuran dengannya di depan pintu.

"Robby!"sebutya. Pria dibelakangnya memegangi bahu Mulyono.
Mulyono mendekatiku. Senyumku menyambutnya.

"Maaf kalau mengganggu, mas. Aku hanya menepati janajiku untuk datang berbekal uang taksi yang mas berikan. Tapi maaf sekali lagi. Aku sudah membuat tidur mas terganggu."kataku. Pediiihhhhh....periiiiiihhhh....

Tak kubayangkan akan terjadi seperti ini. Aku berjalan secepatnya meninggalkan kediaman Mulyono. Hanya sakit hati yang kuraskan, tiada lagi tangisan.

"Robbyyyyy ..tinggalkan semua ini. Tinggalkan Robyyyy.... Kau harus fokus ujianmu. Ingat apa kata kepala sekolah, bila kau di terima di PTN, uang kuliahmu bebas se tahun. Bebassss Robby."itu semangatku dalam jiwaku.

Dengan semangat yang menyala nyala, kuseberangi jalan menunggu angkot. Sayang angkot yang kutunggu lama datangnya karena sudah menjelang tengah malam.

"Robby, tunggu" Suara Mas Mulyono dari seberang. Aku melangkah cepat menjauhinya. Dia mengikuti langkah setengah berlari di seberang jalan sambil memanggil namaku."Robby, mas mau bicara"katanya setelah menyeberangi jalan.

Aku tidak menjawab. Mataku ke arah datangnya angkot berharap angkotnya datang. Masih ada dua atau beberapa orang yang melihat kami di jalan yang temaram karena lampu jalanan yang mati.

"Robby, maafin mas mu sayang. Mas bisa jelasin"

Aku diam. Apa yang mau dijelasin, dah jelas jelas sama pria jelek itu. Ihhh liat tampangnya saja harusnya Mulyono gak mau.

"Robby ngomong, jangan hanya diam"

"Mas Mulyono, aku tau mas jiwa petualang, seperti mas mungkin tidak bisa menahan sedikit saja walau sudah janji sama orang. Mungkin mas berfikir, aku tidak akan datang. Makanya mas mau mengundang orang lain. Robby maklum mas. Paham. Makanya Robby, tidak mau mengganggu. Mungkin lain kali aku datang."

"Robby, ayo kita ke rumah. Dia sudah pergi"

"Maaf mas. Jangan mengorbankan perasaan orang lain. Robby bisa memaklumi."

"Robby..."

Aku mencegat angkot yang lama kutunggu dan naik. Aku melenguh karena nasibku. Orang yang punya mau, tapi Tuhan yang menentukan

Angkotku hanya berhenti di perempatan di dekat Resto aku kerja. Kuperhatikan Restoran masih ada lampu yang menyala. Kuarahkan mataku ke dalam sana melalui kaca dinding. Handoko dan Exel masih ada didalam.

"Mungkin membicarakan booking resto nya Om Pierr"pikiran positif ku.

Aku berjalan sedikit ke arah kiri menunggu angkot yang sudah jarang karena sudah tengah malam, bahkan sudah ganti hari.

"Sore nanti, ya sore nanti, hari terakhirku, di sana...di Resto yang memberiku masa depan"kata hatiku.

Aku duduk berjongkok, karena kulihat Exell sudah keluar. Handoko mengunci pintu utama. Mereka berbicara sebentar dan pergi menuju mobil masing masing.

Entah nasib apa yang bisa disebutkan ke aku, malam ini malang sekali nasibku.

Handoko meminggirkan mobilnya mendekati aku. Spontan aku berdiri dan menghindar berjalan menjauhinya.

"Ngapain di pinggir jalan Robby. Bukannya tadi duluan pergi. Apa menunggu pelanggan"katanya seperti meledekku.

"Andai pun, Ya, bukan kamu yang ku mau. Masih terima gaji aja belagu. Pemiliknya saja aku tolak"kataku enteng.

"Sombong kamu kalau bicara"

"Wajar sombong, karena ada yang di sombongkan. Bukan pengemis nafsu macam kau."

"Kamu kalau bicara..."

"Apa?. Mau pukul pukulan? Hayooo..."badanku kugesekkan ke badannya."Situ yang bicara tidak sopan, bilang menuggu pelanggan"

"Mau pulang tidak. Ayooo"ajaknya.

"Sok baik hati. Biar bisa pegang pegang orang tampan macam aku.Tak sudi..."

"Diajak baik baik.."

"Kan kutolak baik baik"

"Mudah mudahan tidak ada angkot lagi, biar mampus kau"

"Mudah mudahan kau tabrakan, biar mati kau. Apa tengok tengok...".

Handoko menuju mobilnya. Masih sempat dia menawarkan.

"Ayo biar ku antar"

Aku diam. Akhirnya dia pergi.

Sial bener ngatain menunggu pelanggan. Apa moralku sebobrok itu. Itu tuh bila tidak kesampaian hasratnya.
Dasar kodok.

Angkot yang kutunggu akhirnya datang juga. Aku penumpang ke dua didalamnya.
Aku menyederkan tubuhku dijok, menyelonjorkan kakiku.

Lelah, sedih, kecewa, marah pengalamanku hari ini.

Karena tidak ada lagi penumpang, jalannya angkot dipercepat hingga akhirnya aku tiba di pangkalan.

Dengan memotong jalan, aku agak cepat berjalan karena sepinya jalan menuju rumah kontrakanku yang baru.

"Bang Robby, pulang malam?"sapa tetanggaku.

"Iya Om. Tutup jam 10 tempat kerjaku"jawabku.

"Wah wah....hebat juga ya. Pagi sekolah sore kerja pulang malam. Salut Om tengok kau Robby"

"Demi sekolah dan hidup Om"kataku sambil membuka kontrakanku. "Mari Om, Robby istrahat dulu"

"Silahkan Robby, silahkan"

Berpindah tempat, akan belajar lagi memahami karakter tetangga, teman baru atau siapapun yang baru.

Cuci muka, dan ganti pakaian inilah ritual malamku sebelum tidur.
Ada yang lupa. Aku mengambil ranselku kukeluarkan pakaian yang ku pakai kemaren dan ku rendam.

Kuregangkan otot ototku dan kurebahkan diriku. Kunikmatu malamku yang hanya tinggal 5 jam lagi. Kareba besok harus bangun pagi, menyongsong masa depanku.

Berlalulah kesedihan, moga besok lebih baik dari hari ini.

Semoga

***

MY LIFE (BI SEX) ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang