[Typo Bertebaran.]
.
.
.
******
"Bunda dan Ayah pulang dulu ya, Besok kami akan kesini lagi. Alvin harus istirahat, biar cepat sembuh."Fiona mengelus rambut Al pelan, dengan senyum manis yang terukir diwajahnya juga kata-kata yang Ia ucapkan begitu lembut terhadap Anak didepannya ini. Setelahnya, Ia dan suaminya itu pun segera pergi meninggalkan Al disana. Walaupun sedari tadi Ia dan sang Suami tak mendapatkan sedikitpun tanggapan dari Anak itu tak membuat mereka begitu mudah menyerah.
Al, anak itu menatap mereka berdua yang sudah berbalik pergi. Mulutnya yang akan terbuka segera ia rapatkan kembali saat dirinya bingung dengan apa yang ingin ia ucapkan. Jadinya ia hanya bisa memperhatikan mereka hingga kedua tubuh itu tak terlihat lagi di balik pintu kamarnya. Helaan napas terdengar, tubuhnya bersandar pada ranjang yang ditempatinya. Dikamar itu begitu banyak pasang mata keluarganya yang menatap dirinya dengan berbagai tatapan. Al mengamati mereka semua hingga matanya tertuju pada sang Daddy yang berjalan mendekat kearahnya dan duduk disebelah dirinya.
Rafa, tangannya terulur menyentuh kepala Putranya itu dengan usapan pelan."Jangan pernah membuat Daddy dan yang lainnya khawatir lagi Al."
Dapat Al lihat rasa takut terlukis pada wajah Daddynya itu. Rasa bersalah yang ia rasakan di hatinya, membuat kepalanya menunduk menghindari tatapan semua keluarganya yang kini tertuju padanya.
Sekali lagi Ia telah menyusahkan mereka semua, kenapa ia harus selemah ini. Tidak bisakah sekali saja ia tak membuat keluarganya itu khawatir terhadap keadaannya, tidak bisa kah Ia tak merepotkan mereka semua.
Rafa segera membawa Putranya itu kedalam pelukannya. Dapat Ia rasakan tubuh kecil itu bergetar dengan isakan kecil yang seperti dipaksa untuk ditahan. "Maaf_" Satu kata yang terucap dari mulutnya, dengan rasa bersalah yang amat sangat besar ia rasakan. Kecewa terhadap dirinya sendiri saat tak bisa memenuhi kewajibannya sebagai orang tua. Dirinya tak bisa mempertahankan senyum Putranya itu, hingga hanya kesedihan, kesedihan yang Ia rasa itu karena dirinya. Ia gagal, sekali lagi Ia gagal.
Al tak mampu lagi menahan tangisnya, permohonan maaf yang terucap dari Daddynya sungguh menyakiti hatinya. Biarlah orang-orang mengatakan dirinya cengeng sekarang. Tapi, yang ia rasakan membuat perasaan bersalahnya semakin besar.
Kepalanya menggeleng hebat didalam dekapan Daddynya itu. "Enggak_enggak. Al yang salah_hiks_Al salah. Disini Al yang salah! Daddy jangan minta maaf_harusnya Al yang minta maaf."
"Al hanya bisa nyusahin Daddy dan yang lainnya_jangan minta maaf. Al mohon__" Suaranya seakan terendam dalam tangisannya yang terdengar.
"Al mohon_hiks_seharusnya Al gak disini_seharusnya Al ... "
"Jangan! Jangan katakan apapun Al!" Rafa dengan cepat memotong ucapan Putranya itu, dengan nadanya yang terdengar tinggi membuat Putranya itu terdiam. Ia tak ingin mendengar kalimat selanjutnya yang hanya bisa membuat hatinya sakit.
Tangisan, hanya suara tangisan yang memenuhi ruangan itu. Sekeras apapun hati mereka, tetap tak akan mampu menahan tangis mereka juga disaat mendengar tangis kesayangan mereka disana. Chris, bahkan wanita itu sudah tak mampu melihatnya hingga dengan cepat Ia meninggalkan ruangan itu dan disusul suaminya. Semua pergi, memberikan Rafa dan Al ruang untuk bersama. Bagaimanapun yang paling dekat dengan Al hanya Rafa, pemuda yang menyandang status sebagai sang Daddy adalah orang pertama yang paling dibutuhkan anak itu.
Senyuman, sebuah senyuman yang mereka harap akan kembali lagi pada wajah manis itu.
***
"Satu suapan lagi ya?"
Chris mengehela napasnya saat hanya mendapatkan gelengan dari Cucunya itu. Bahkan anak itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Ya sudah, tapi harus minum obat ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
ALVIN ✓
Teen Fiction~ Familyship, Brothership, Bromance dan Friendship *** Kisah seorang remaja yang meninggal akibat kecelakaan dan bertransmigrasi ke tubuh seorang anak berumur empat tahun yang hidup di jalanan. Disaat meratapi nasibnya remaja itu di kejar-kejar pre...