S~2 Bab 23

7.6K 735 36
                                        

[Typo Bertebaran.]
.
.
.
***

"Sekarang gue harus gimana?"

Sekarang Ia sendirian sesuai dengan keinginannya. Suaranya sangat pelan, bahkan mungkin hanya dirinya saja yang dapat mendengarnya. Al, anak itu menyembunyikan wajahnya diantara lipatan lututnya yang ia peluk dengan erat. Suara tangis yang begitu menyakitkan terdengar di ruangan itu. Posisinya tak berubah, tubuhnya begitu rapat pada pintu kamarnya.

"Hahaha kasihan gak punya orang tua."

"Ini pertemuan orang tua, tapi dia datang sendirian lagi. Hahaha__"

Al tubuhnya seketika menegang saat mendengar suara-suara itu. Kepalanya terangkat, dan betapa terkejutnya ia saat didepannya ada sebuah layar besar yang menampilkan sebuah tayangan kehidupannya dahulu, sebelum dirinya bertransmigrasi.

Wajahnya langsung pucat saat melihat, disana ada sesosok anak kecil yang ia tahu anak itu adalah dirinya.

"Seharusnya kamu gak sekolah disini, kamu tuh pantasnya hidup di jalanan aja!"

"Kami gak suka kamu disini!"

Anak-anak itu mendorong tubuhnya hingga hampir terjatuh. Ia disudutkan oleh mereka yang selalu membenci dirinya.

Hanya karena ia tidak memiliki orang tua dan banyak hal lainnya yang membuat mereka membencinya. Disana dirinya seharusnya akan mengambil rapot kenaikan kelasnya, seperti biasa ia mengambil sendiri. Padahal harus orang tua yang mengambil. Semua guru sekolahnya tak pernah mempermasalahkan hal itu, karena ia adalah murid kesayangan mereka. Bukan tanpa alasan dirinya mendapatkan hak seperti itu, dirinya begitu pintar dalam semua pelajaran. Membuat dirinya selalu dipuji setiap harinya.

Tapi, itu tidak berlaku untuk teman-teman sekelasnya. Semua perlakuan istimewa guru kepada dirinya membuat perasaan iri pada teman-temannya itu. Hingga pada akhirnya dirinya selalu diejek dan di buli oleh mereka semua.

Terus-menerus ia dapatkan, tanpa bisa membela. Dirinya masihlah anak-anak saat itu. Tak tahu bagaimana harus melawan, dirinya hanya selalu takut dengan teman-temannya. Ia yang tak pernah memiliki dendam selalu menerima perlakuan buruk mereka dengan lapang dada.

Apakah Ia tak memiliki teman saat itu? Tentu saja ia memilikinya. Satu-satunya orang yang selalu menerima dirinya apa adanya. Bahkan pernah membelanya, tapi itu dulu.

Karena dirinya, sahabatnya juga mendapatkan perlakuan buruk dari para pembulinya. Hingga saat itu persahabatan mereka berakhir.

"Al, aku tidak ingin berteman dengan-Mu lagi, karena kamu mereka juga mengganggu ku!"

"Maaf membuat dirimu kesulitan selama ini."

Bahkan dirinya yang merasa bersalah saat itu.

Al pikir dirinya dan sahabatnya hanya akan menjadi orang asing setelahnya, tak disangka bahwa sahabatnya akan ikut-ikutan membuli dirinya. Hanya karena pengaruh buruk dari mereka.

"Al salah apa sama kamu?" Sorot matanya begitu terluka, tapi hanya tawa penuh ejekan yang ia dapatkan.

"Hahaha! Kamu memang pantes mendapatkan itu. Dasar anak pembawa sial!"

Mereka pergi. Pergi meninggalkan dirinya sendiri disana. Didalam toilet yang begitu dingin dan dirinya dikunci dari luar. Sahabatnya, sahabatnya sendiri begitu tega melakukan ini kepadanya. Dengan mudahnya sahabatnya itu mengiyakan perintah teman-teman sekelasnya.

Tak ada satupun yang menolong dirinya. Ia terkurung disana, padahal Ia yakin mereka mendengarnya. Tak ada guru yang lewat karena toilet itu dikhususkan untuk siswa. Terkunci hingga hari sore tiba, Al pikir ia akan bermalam disana tapi, ternyata ia cukup beruntung hingga terselamatkan oleh penjaga sekolah yang biasanya memeriksa seluruh ruangan yang ada disekolah. Berteriak dengan kencang hingga orang itu mendengarnya.

ALVIN ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang