S~2 Bab 27

7.5K 714 44
                                        

[Typo Bertebaran.]
.
.
.
***

Al terus berjalan tanpa henti. Anak itu menggosok kedua tangannya berharap mendapatkan rasa hangat saat hembusan angin malam yang terus saja menerpa tubuhnya.

Hari semakin malam dan dirinya tak mendapatkan siapapun yang dapat membantu dirinya. Jalanan semakin sepi dan toko-toko disekitar jalan juga sudah banyak yang tutup.

Diwajahnya yang sedikit pucat itu raut kesedihan telah terpancar.
Menatap lengan baju pendek yang ia gunakan. Sedikit menyesal akibat pergi terbaru-buru hingga ia lupa untuk memakai jaket yang dapat Ia gunakan untuk melindunginya dari angin malam.

Perutnya terus berbunyi karena Ia belum makan sedikitpun. Matanya menelisik sekitar tapi tak ada penjual makanan membuat Ia hanya bisa menghela napasnya panjang.

Kepalanya menggeleng kecil. "Bukan saatnya nangis, ini kesalahan yang gue lakukan jadi pantas gue dapatin. Ini belum seberapa."

"Bukannya dikehidupan dulu juga pernah? Bahkan gak makan beberapa hari masih bisa hidup." Senyum tipis terukir pada wajahnya. Mencoba menyemangati dirinya sendiri. Tapi senyumannya seketika luntur kala mengingat sang Daddy dan keluarganya yang lain.

"Apa gue masih pantas tinggal disana?" Langkahnya terhenti. Perasaan bersalah kembali hinggap dihatinya, kepalanya tertunduk menatap pergelangan tangannya.

"Mereka pasti udah benci banget, jadi pasti udah gak ada tempat untuk gue disana." Dirinya terus terbayang akan tatapan tajam para keluarganya, bahkan tak ada satupun dari mereka yang berbicara padanya bahkan untuk terakhir kalinya Ia akan meninggalkan kediaman itu. Seharusnya Ia tahu diri dan Ia tidak pantas sekarang.

Keluarganya berhak mendapatkan yang lebih baik dari pada dirinya.

"Maaf Daddy_maaf__seharusnya Al gak milih mereka." Bibirnya bergetar, Ia tak ingin menangis. Tapi saat mengingat Daddynya itu Ia tak bisa menahan air matanya yang seolah-olah berlomba-lomba untuk keluar.

"Alvin__Bunda tak ingin di saat Bunda pergi hingga tak lagi di dunia ini. Bunda akan diliputi rasa bersalah yang amat sangat besar. Hidup Bunda tidak akan tenang apabila Bunda sedikitpun tidak pernah merawatmu dan membesarkan-Mu selayaknya seorang anak."

"Alvin__anggap saja ini keinginan terakhir Bunda nak. Bunda sangat ingin sekali bersama-Mu. Bunda tak akan bisa hidup lagi, kalau kau benar-benar pergi meninggalkan Bunda jauh. Sangat jauh hingga Bunda tak bisa lagi menggapai-Mu."

"Bohong! Kalian bohong!" Dirinya berteriak kencang saat mengingat perkataan bundanya waktu itu. Ia harus membuat keputusan yang salah hanya karena kata-kata itu.

Matanya menatap kedepan, senyum tipis terukir pada wajahnya kala melihat dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang melaju kencang.
Entah apa yang Ia pikiran sekarang hingga Ia berniat berjalan menuju ketengah jalan. Memejamkan kedua matanya dengan erat. Mungkin dengan ini tak akan ada lagi yang memanfaatkan dirinya, dengan ini tak akan ada lagi seseorang kecewa karena ulahnya. Sakit hati yang Ia berikan kepada mereka yang telah menyayangi dengan tulus mungkin inilah yang bisa Ia bayarkan. Sebuah kematiannya.

"To_long." Suara yang sangat pelan dan terdengar kesakitan, segera membuat langkah Al yang baru saja menyentuh aspal jalan raya didepannya segera terhenti. Ia berbalik menatap sekitarnya dan tidak ada siapapun membuat Ia mengerutkan keningnya dengan heran.

Dirinya menggelengkan kepalanya. Kembali ingin melanjutkan langkahnya kala mobil yang dilihatnya sudah hampir dekat kearahnya.

Sekali lagi langkahnya terhenti, suara itu kembali terdengar, hingga Ia berbalik dengan terkejut. Ada seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan.

ALVIN ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang