S~2 Bab 4

10.8K 1.1K 21
                                    

[Typo Bertebaran.]
.
.
.
***


***

"Baru dateng tu si cupu." seru Kaivan, teman sekelas Al yang mengundang gelak tawa bagi para murid yang mendengarnya.

Al berjalan mendekat menuju meja anak yang selama ini selalu menghinanya. Dengan langkah santai, membuat kebingungan mereka yang melihatnya.

"Matanya lagi bermasalah ya?" tanyanya Al dengan tampang polosnya. Kaivan yang mendengar itu segera emosi dibuatnya.

"Lo bilang gue buta hah!" pekiknya.

"Santai dong! Aku kan gak bilang tuh kalau kamu buta. Tapi, kamu sendiri yang bilang gitu." jelas Al dengan raut santainya. Al pun menatap teman sekelasnya yang duduk disebelah Kaivan.

Dengan senyum manisnya ia bertanya."Bener gak?" tanyanya dengan menaik-turunkan kedua alisnya.

"Bener." jawab anak itu polos sambil menganggukkan kepalanya.

"Kaivan dia emang gak ada bilang Lo buta." sambungnya lagi kepada temannya itu. Al tersenyum penuh kemenangan mendengarnya.

"Temannya aja lebih tau, dan aku mau bilang sama kamu. Bukannya sombong, tapi kalau dibandingkan kamu sama aku, masih kalah jauh kerennya aku kemana-mana!" ungkap Al penuh ejekan. Membuat teman-temannya berbalik mentertawakan Kaivan.

Kaivan yang sudah tak tahan, berencana akan melayangkan pukulannya kepada Al tapi, Al dengan cepat menahannya. Dipegangnya pergelangan tangan Kaivan dengan erat, sampai sang empu merintih kesakitan dibuatnya.

Matanya menatap Kaivan dengan tatapan dingin dan tajamnya.
"Jangan berani-berani buat nyakitin aku. Kalau kamu gak mau aku buat keluargamu hancur. Ingat, aku bukan orang sembarangan."

Al mendekatkan tubuhnya hingga kepalanya mendekat didekat telinga Kaivan. "Bisa saja aku suruh keluarga ku menghancurkan keluargamu." Bisik Al dengan nada yang penuh akan ancaman yang Al ucapkan kepada Kaivan. Membuat udara terasa mencekam disana.

Setelah mengatakan itu Al segera memundurkan tubuhnya menatap wajah pucat anak didepannya. Dengan raut terkejut, disusul senyum smirknya." Serius banget, aku hanya bercanda kali!" Al tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah didepannya ini. Ia pun segera melepaskan pegangan pada pergelangan tangan Kaivan, dan segera pergi untuk duduk dikursinya.

Selama menuju ke kursinya, Al diberi banyaknya tatapan para murid-murid yang ada disana. Al membalas menatap tajam mereka, membuat mereka segera mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Berani banget dia ngancam gue!" geram Kaivan melihat Al yang sekarang sedang duduk dengan tenang dikursinya disana. Ia memegang pergelangan tangannya yang terasa sakit. Ternyata tenaga Al tidak main-main hingga membuat pergelangan tangannya memerah dibuatnya.

*

Bel istirahat telah berbunyi, Al segera keluar dari kelasnya dengan kotak bekal ditangannya. Seperti biasa ia akan menunju taman karena, disana tempat yang paling nyaman untuk menyantap makanan dan menikmati pemandangan.

Saat akan berjalan menuju taman, dari jauh Al dapat melihat Melvin dan teman-temannya, sedang duduk didekat lapangan dengan santai menikmati minuman es mereka.

Al menyentuh saku celananya yang terdapat suatu benda yang sudah ia siapkan dari semalam. Dengan langkah perlahan ia mendekat, bersembunyi dibalik punggung mereka. Saat Melvin meletakkan minuman tepat disamping tubuhnya. Dengan gerakan yang sangat-sangat pelan. Al membuka tutup botol yang dipegangnya dan menaburkan isi didalamnya kedalam gelas minuman Melvin. Dengan senyum smirknya, ia segera pergi dari sana. Setelah cukup jauh, Al segera bersembunyi dibalik tembok menatap ketiga anak yang sedari tadi sangat fokus melihat permainan bola dilapangan.

"Tenang aja, gak banyak kok! Paling efek sampingnya cuma teriak-teriak." gumamnya penuh kesenangan.

Al terus memperhatikan, sampai Melvin yang akan meminum minumannya. Tanpa menyadari sesuatu yang aneh, Melvin meminum minumannya hingga habis. Sampai saat merasakan sesuatu yang aneh didalam mulutnya, Melvin langsung berteriak heboh. Al pun segera pergi dari sana dengan penuh kemenangan. Ia melempar sebuah botol yang berisikan bubuk cabe ke dalam tong sampah yang tidak jauh dari sana. Ia pun segera melanjutkan perjalanannya menuju taman sekolah.

Semalam Al mengambilnya diam-diam di dapur, tanpa sepengetahuan siapapun di mansionnya.

Suasana hatinya sangat baik hari ini. Bahkan setiap ia memakan suapan demi suapan makanan yang dibuat Omanya itu, hatinya seolah berbunga-bunga hingga senyum yang terukir diwajah manisnya itu tak pernah luntur dibuatnya.

*
Sekolah telah usai, Al segera berjalan menuju gerbang, dimana seperti biasanya sang Daddy akan menunggu dirinya.

Langkahnya sempat terhenti saat melihat banyaknya ibu-ibu muda yang mengerumuni Daddynya itu. Dengan langkah cepat ia segera berlari menerjang Daddynya dengan pelukan yang cukup erat. Ditatapnya mereka yang ada disana dengan tatapan tajamnya.

"Daddy, Ayo pulang!" pintanya kepada sang Daddy. Rafa segera membawa putranya itu masuk kedalam mobil meninggalkan kawasan sekolah dengan ibu-ibu yang harus menelan kekecewaan melihat kepergian dirinya.

Didalam mobil, Al menatap Daddynya itu dengan raut masamnya.

"Daddy, nanti jangan keluar lagi dari mobil kalau jemput Al!" perintahnya kepada Daddynya itu.

Rafa melirik putranya itu dengan senyum tipisnya."Kenapa?" tanyanya yang padahal ia sudah tau akan jawabannya.

"Pokoknya jangan keluar! Pokoknya tunggu Al didalam mobil saja!" ucap Al penuh penekanan.

Rafa mengelus rambut putranya itu dengan lembut." Baiklah, apapun yang putra Daddy inginkan." ujarnya dengan lembut.

Al mengangguk mantap mendengarnya. Suasana hatinya yang buruk segera hilang saat mendengar penuturan dari Daddynya itu.

Al tak mau Daddynya jadi incaran para ibu-ibu disana. Daddynya hanya miliknya dan juga keluarganya. Tidak boleh ada yang lain. Kecuali Daddynya menyukai seseorang didalam hatinya, kalau ada.

.
.
.
.
.
~Next

ALVIN ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang