Chapter 3

1.8K 88 7
                                    


Tentu, akan selalu ada Seungcheol kan di sampingnya?

---*---

Jeonghan menundukkan kepalanya lebih dalam ke wastafel. Cairan yang ia keluarkan lebih banyak dari adegan muntah pukul 2 dini hari tadi dan terulang lebih parah 2 jam kemudian. Seungcheol di belakangnya memijat tengkuknya pelan. Ia baru memejamkan mata 3 jam jika ditotal. Lembur ini akan terus terjadi paling tidak sampai bulan depan. Ia benar-benar harus membereskan semua pekerjaannya sebelum berganti mengurusi mobil listrik dan bisnis renewable energy yang lain di Inggris.

Ya, Seungcheol tetap bekerja. Jangan kalian pikir ikut menemani Jeonghan dengan mudah terucap semata-mata karena ia hanya ingin menemani Jeonghan studi. Tidak mungkin. Seungcheol sudah menghitung semuanya. Setelah di Indonesia ia banyak berfokus dengan bisnis fintech dan sempat terlibat di perusahaan manufaktur keluarga, keputusannya ikut pergi ke Inggris karena keluarganya sedang memulai bermain dengan renewable energy (dan berusaha sedikit membersihkan nama di publik karena bisnis keluarga mereka utamanya bergerak di industri pertambangan).

Seungcheol mulai memberikan proposal potensi bisnis ini pada Ayahnya dan langsung disetujui karena Ayahnya memang mulai mempelajari model bisnis ini. It's sexy tho. Dan saatnya Soonyoung mengurusi perusahaan fintech milik keluarga yang kebetulan cocok dengan passion and slightly his personality. 

Kandungan Jeonghan baru 4 minggu, sebesar biji kacang hijau tapi cukup membawa perubahaan besar di kehidupan dua orang dewasa ini. It's not morning sickness, it's all day sickness. Jeonghan akan muntah pukul 2 dini hari, 4 atau 5 pagi, pukul 9 setelah sarapan menuju brunch, sedikit tenang di tengah hari karena Jeonghan akan tidur seharian, muntah lagi di pukul 3 sore, dan pukul 8 setelah makan malam. It's a big thing. Kalau ini berlanjut, Jeonghan benar-benar harus bedrest di rumah sakit dan tentu laki-laki keras kepala ini tidak akan mau, tapi ternyata bayinya menuruni kepala batunya.

"Udah?" 

Jeonghan tidak menjawab. Sibuk menelan ludahnya lagi karena berusaha menahan mualnya. Ia duduk di closet sembari memegangi tangan Seungcheol yang berjongkok menatapnya. Jeonghan bahkan merasa bisa jatuh kapan saja jika Seungcheol tidak memeganginya begini.

"Capek." 

"I'll call Rachel to check up on you this morning. No excuse Han, ini udah gak bener kamu seharian gini terus."

Jeonghan tidak menjawab, kepalanya rasanya berputar dan telinganya berdengung kencang sekali. Persetan dengan ucapan Seungcheol, ia cuma mau tidur. 

"Udah? sini kumur dulu."

Seungcheol menyodorkan gelas berisi air dan ganti mengambil baskom kecil untuk Jeonghan membuang kumurannya. Setelahnya ia menggendong Jeonghan ke ranjang dan mulai ribut menelfon obgyn. Sayup-sayup Jeonghan mendengar Seungcheol gusar ditelfon sampai ia benar-benar lelap lagi.

---*---

Jeonghan membuka matanya saat ia merasa ia akan muntah lagi. Seungcheol di sana, duduk di sofa kamar mereka menunggui Jeonghan yang baru saja terlelap satu jam lalu. Sigap ia mengambil ember kecil sembari membantu Jeonghan duduk. Jeonghan terkesiap, rasa ingin muntahnya lenyap tatkala tidak sengaja ia meraba sprei di bawahnya, lembab.

"Cheol.." 

"Kenapa? gak jadi?" 

"Ini kok.. agak basah ya?" 

"Hah?"

Seungcheol menyibak selimut Jeonghan dan ya Seungcheol pikir adegan ini hanya ada di film thriller yang biasa ia tonton. Darah sebanyak ini. Aroma besi langsung menyeruak ke indera penciumannya, ia mengerjap sebentar sebelum mengangkat Jeonghan ke mobil dan melaju cepat ke rumah sakit.

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang