"Namaku Ruga Arshakka, call me Ruga. Aku suka makan ayam!"
---*---
"Ayoooo!!"
"Adek, eeyy! Ayah gak ikut sayang. Ayah tunggu di luar, nanti Ayah jemput lagi. Hari ini sama Miss Sarah sekolahnya. Seperti kemarin itu yang Adek pinter. Main sama Miss Sarah kan seharian?" Seungcheol berjongkok di depan Ruga yang masih menarik tangan kanannya kencang.
Jika bisa, Seungcheol mau sekali menunggui dan menemani putranya sekolah. Tapi apa mau dikata, memang sudah saatnya Ruga mandiri dan Seungcheol harus terima. Jeonghan ikut berjongkok di sebelahnya, tangan kanannya mengusap pelan poni Ruga yang baru berhasil Seungcheol rapikan hari Minggu kemarin.
Usia Ruga sudah 7 tahun, sudah tak lagi histeris ketika harus potong rambut. Anak-anak dengan ASD ringan seperti Ruga memiliki beberapa ciri yang khas, salah satunya gangguan input sensori. Masih Jeonghan ingat bagaimana Ruga histeris ketika disentuh, dipeluk, terlalu banyak menerima rangsangan pada indera baik penglihatan, pendengaran, bahkan pengecapnya. Hingga usianya kini, masih saja hanya Seungcheol yang bisa merapikan rambut anak itu. At least sekarang ia sudah tidak menangis.
"Ruga udah SD, sudah besar sayang. Kan kita udah sekolah-sekolahannya kemarin. Cuma sebentar. Nanti Ayah sama Yanda jemput lagi." Jeonghan melirik suaminya dengan ujung matanya. Sedikit menahan napas karena melihat mata Seungcheol yang mulai basah. Jeonghan kemudian melihat lagi Ruga yang seluruh wajahnya sudah memerah, pertanda akan menangis karena merasa akan ditinggal.
"Yanda nanti tunggu di parkiran. Adek masuk sama Miss Sarah." bagi Jeonghan dan Seungcheol, melepas anak-anak di hari pertama sekolah tak pernah mudah. Mereka berdua selalu harus menghabiskan berhari-hari untuk mempersiapkan diri. Mungkin faktor karena rata-rata Rayya dan Twiniez baru masuk sekolah saat usia mereka 3 menuju 4 tahun. Sehingga, anak-anak memiliki attachment yang kuat baik dengannya maupun Seungcheol. Tentu hari-hari seperti ini berat sekali bagi mereka, pun dengan anak-anak.
Utamanya Ruga.
Ruga, 7 tahun. Pertama kali dalam hidupnya bocah ini akan masuk sekolah. Iya, Ruga tidak pernah ikut kelas playgroup bahkan TK sebelumnya. Hanya 3 bulanan ia habiskan untuk trial di TK, itu pun seminggu hanya 2 kali. Agar terbiasa.
"Adek nanti baca cerita sama teman-teman, berhitung juga! Adek udah pinter sekali kan?" Jeonghan terus membujuk Ruga yang terlihat akan mogok dan tak mau beranjak karena Seungcheol masih berjongkok dan menatap putranya dengan mata berkaca-kaca.
Melepas Rayya, Aluna, dan Ara terasa sedikit lebih mudah. Waktu yang mereka habiskan bersama hanya sedikit ketimbang Ruga. 7 tahun Seungcheol dan Jeonghan berjuang mendampingi anak itu terapi yang mostly dilakukan di rumah. Ada di ruangan yang sama, bermain bersama, perlahan-lahan membangun kepercayaan diri anak itu, mengejar ketertinggalan kemampuan bicaranya, merengkuh dan membimbing Ruga ketika ia merasa risih saat melatih motoriknya. Semuanya. Berat.
"Ruga, ayo belnya sudah bunyi. Nanti kita satu bangku loh!" Miss Saran yang 15 menit berdiri dan memperhatikan keluarga ini dari jauh, akhirnya menghampiri dan ikut membantu membujuk Ruga untuk masuk ke kelasnya.
"Playgroup dan TK itu tidak penting, yang penting bisa start masuk SD biar sekolahnya nanti sama seperti anak-anak lain."
Prof. Bas berkali-kali mengatakan hal itu pada Jeonghan dan Seungcheol yang terlihat mulai senewen seiring dengan bertambahnya usia Ruga. Beberapa kali mereka bertanya, apa usia 4 tahun sudah saatnya Ruga didaftarkan sekolah? 5 tahun bagaimana? kalau 6?
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
FanfictionPositive. 'Seungcheol akan senang kan?' 'Seungcheol mau ini juga kan?' 'Is it really okay?' Jeongcheol ⚠️ mpreg, angst, major character death