"So, parents. How may I help you?
---*---
'I think some Kaya Toast would be good.'
Kaya toast memang enak, cocok untuk sarapan. Tapi ini pukul 1 dini hari harus pergi ke pusat jajanan 24 jam di sini sungguh melelahkan. Penthouse yang dihuni Seungcheol dan Jeonghan dekat dengan pusat bisnis, namun Kaya Toast yang dimaksud perempuan ini tentu jauh dari tempat tinggalnya.Seungcheol menatap lagi layar ponselnya, sebelum beranjak dari ruang kerjanya, mengambil jaket dan kunci motor untuk sepotong Kaya Toast. Langkahnya terhenti di depan lift kediamannya.
'Mau ke mana?' pesan dari Jeonghan.
Suaminya itu pasti terbangun karena ia buru-buru memencet tombol lift.
'7 Eleven sebentar. Kamu tidur lagi aja.'
Mematikan ponselnya, kemudian berjalan cepat ke basement tower itu.
Jeonghan mengerjapkan matanya sembari melihat langit-langit kamar. Ia terbangun karena butuh ke toilet, tapi didengarnya lift penthouse mereka berdenting. Siapa lagi kalau bukan Seungcheol. Diliriknya jam di ponselnya, pukul 1 dini hari.
Mau kemana laki-laki itu?
"7 Eleven, laper?"
Seungcheol orang yang efisien. Agak aneh saat ia pergi dini hari begini karena lapar sementara stock makanan di rumah melipah ruah, ia bisa masak sendiri atau sekadar memanaskan macam-macam makanan instan. Jeonghan duduk perlahan, sebelum berjalan pelan ke toilet sembari berpegangan pada dinding. Sedikit takut, tapi menghabiskan waktu 2 minggu di atas ranjang rumah sakit agaknya sudah cukup bagi Jeonghan untuk yakin bahwa berjalan ke toilet sendiri bukan hal yang berbahaya. Ia kembali ke ranjang setelah buang air kecil dan kembali menghadap wastafel. Adegan mual-muntah ini belum juga berakhir meski agak sedikit lebih baik timbang beberapa minggu lalu.
"Pho' kayaknya enak ya Dek?" Jeonghan mengelus perutnya. Udara di Singapura memang sedang agak dingin karena sore tadi hujan deras hingga menjelang malam. Wajar keinginannya memakan makanan berkuah khas Vietnam itu muncul.
'Cheol, aku titip Pho' di tempat Aunty Chu deket 7Eleven itu dong.'
Jeonghan mengirimkan pesan pada Seungcheol. Kedai itu memang bukan yang terbaik tapi ia salah satu yang buka 24 jam, kesayangan turis. Menunggu dengan sedikit lapar hingga pukul 4 pagi, tapi suaminya belum juga muncul.
"Dia kemana sih..."Jeonghan mulai khawatir. Cuaca sedang kurang baik dan suaminya belum juga kembali. Berkali-kali mengganti tontonan Netflix tak lagi dapat membantunya berpikir positif.
"Ayah kemana ya, Yanda udah laper." ia ingat masih menyimpan bihun instan karena nyaris sebulan tidak pernah berkutat di dapur.
"Kita masak yuk Dek!" sepertinya memasak sebentar bukan ide yang buruk.
---*---
'SHIT!' Seungcheol tersadar dari tidurnya dan ini sudah benar-benar siang. Pukul 11 dan tentu ia sudah sangat terlambat ke kantor.
"Kenapa sih rusuh gitu?" diilihatnya Tish masih dengan piyama satinnya dan khidmat menikmati Kaya Toast yang semalam ia beli 2 kotak. Maksudnya agar ia puas memakannya dan tidak lagi menyuruh Seungcheol bolak-balik ke kedai.
"Kamu kok gak bangunin aku?"
"Kamu tidur kayak orang pingsan. Mana tega aku bangunin kamu. Aku suruh pindah ke kamar aja kamu gak nyaut."
Seungcheol buru-buru menuju pintu dan meninggalkan Tish begitu saja.Ia mengecek ponselnya, mati. Ia baru saja melewatkan meeting penting pukul 9 pagi tadi yang akan dilanjut sehabis makan siang. Menaiki motornya cepat, Seungcheol buru-buru ke kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
Fiksi PenggemarPositive. 'Seungcheol akan senang kan?' 'Seungcheol mau ini juga kan?' 'Is it really okay?' Jeongcheol ⚠️ mpreg, angst, major character death