Chapter 23- end (21+)

4.1K 116 16
                                    


WARNING!!

MATURE CONTENT!

21+

m-preg, graphic birth scenes 

 "Hmmm.. I'm glad, bersyukur, happy, semuanya."

---*---


Jeonghan meremas kuat pinggiran sink di dapur saat dirasakannya kontraksi menyerang perutnya. Jam menunjukkan pukul 5 pagi dan ia bahkan belum memejamkan mata sama sekali. Udara makin membeku dan gegap gempita persiapan tahun baru serta sisa kemeriahan natal yang masih terasa, terdengar jelas dari apartmentnya. Seungcheol bilang, bahkan pukul 3 dini hari, banyak anak muda berkeliaran dan polisi berjaga hingga ke ujung jalan, mencegah adanya kerusuhan menjelang tahun baru.

"Makin kenceng ya?" Seungcheol memijat pelan pinggang Jeonghan. Wajahnya terlihat kuyu tapi ia berpikir bahwa suaminya pasti lebih lelah ketimbang dirinya.

Jeonghan mulai merasakan kontraksi kecil sejak sore dan hingga pagi buta begini, ia menolak untuk dibawa ke rumah sakit, 'Nanti di sana pasti disuruh nunggu, aku ngerasa bukaannya belum banyak, ketubannya juga belum rembes, di rumah aja. Jalanan juga rame. Pusing.'

Tak ada yang bisa Seungcheol lakukan selain ada di sana dan menjadi supporter terbaiknya. Tiffany masih bergelung dalam selimut setelah pukul 1 dini hari heboh datang ke apartmentnya saat Seungcheol berkata Jeonghan mulai kontraksi.

Menurut birth plan yang mereka buat, Jeonghan meminta hanya akan ada Emma dan beberapa perawat saja yang mendampinginya, tentu dengan Seungcheol dan Tiffany sebagai videografer. Jeonghan ingin moment bersejarah ini terekam dengan baik. Ia tak tega jika meminta tolong pada Hao karena ia tau Hao kurang bersahabat dengan rumah sakit. Begitupun dengan Jisoo yang payah dengan urusan fotografi, semua foto cantiknya di instagram adalah hasil kerja keras intagram boyfie.

Akhirnya Tiffany bersedia dengan gagah berani, menawarkan jasanya cuma-cuma pada pasangan ini. Jeonghan menyambut gembira, karena Tiffany punya skill mumpuni dan ia masih keluarga, Jeonghan tak akan merasa risih jika Tiffany ikut masuk ke ruang bersalin bersamanya.

"Kalo sampe jam 7 kamu jadi makin parah, kita berangkat. Aku gak nerima penolakan." Seungcheol memijat sepanjang punggung Jeonghan, membantu merilekskan tubuh suaminya yang terasa tegang.

Jeonghan merasa bayinya sudah mulai turun ke panggul dan perutnya terasa sangat jatuh. Jeonghan bahkan sudah mengganti piyamanya dengan piyama yang baru karena basah oleh keringat. Ia berjalan pelan ke ruang tengah, tangan kirinya menumpu pinggangnya dan yang kanan menahan perutnya yang terasa bisa jatuh kapan saja.

"Bola. Tolong." Jeonghan mulai tak bisa berkonsentrasi karena sakitnya makin intens. Beruntung Seungcheol sigap selalu di sisinya dan cepat memenuhi segala permintaannya.

Seungcheol menggelindingkan gym ball merah muda ke dekat Jeonghan dan perlahan membantu Jeonghan duduk. Jeonghan hanya memakai piyama dengan panjang sepaha dan celana dalam saja. Tadinya ia ingin memakai pembalut, takut-takut ia flek atau ketubannya tiba-tiba pecah dan mengotori lantai, tapi Seungcheol melarangnya, akan lebih sulit mendeteksi sejauh apa progress persalinannya jika Jeonghan melakukan itu.

Seungcheol menarik kursi kecil, duduk di depan Jeonghan yang memantulkan pelan tubuhnya, kedua tangannya menangkup perut yang terasa mengencang lagi.

"Huuuuhhhh...." berkali-kali ia mengambil dan membuang napas, mengingat-ingat teknik pernapasan yang sudah ia pelajari untuk menghadapi persalinan. Seungcheol menyerah saat berhari-hari mereka memperdebatkan soal metode persalinan Jeonghan. Kali ini Seungcheol kalah. Ia dihadapkan dengan Jeonghan yang menangis pilu memohon padanya untuk melahirkan normal. Hanya air mata yang keluar dan isakan kecil, Jeonghan bahkan tidak meraung, tapi hati Seungcheol seakan tercubit ngilu, 'Kamu tega banget Mas..' Jeonghan berbisik begitu saat mengatakan bahwa ia ingin menyambut Rayya sebaik-baiknya, tentu dengan segala laporan kesehatan yang menunjukkan kemajuan pesat. Jeonghan dinyatakan sehat dan Seungcheol sadar bahwa ia baru saja terkena gaslighting karena merasa menjadi manusia paling jahat, menghalangi suaminya melakukan persalinan normal hanya karena ketakutannya semata.

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang