"Tapi Ara capek. Capek Ayah. Udahan, Ara gak mau capek."
---*---
"PUNYA ARAA!!"
Seungcheol dan Jeonghan menghela napas lelah saat Ara yang terakhir kontrol dengan Seokmin memiliki berat 17 kg, naik dengan mantab ke atas stroller milik Rayya yang baru saja sore tadi diantar oleh pihak laundry. Tadinya, anak itu semangat sekali membuka box stroller yang baru selesai dicuci, Jeonghan dan Seungcheol berpikir anak ini mungkin bersemangat karena stroller milik Rayya akan jadi milik adik nanti. Nyatanya, maksudnya lain.
"Itu kan Mas Rayya punya nak.." Jeonghan berdiri tak jauh dari hadapan Ara yang kini melipat kedua tangannya di depan dada. Teguh dengan pendiriannya.
"Punya Ara ini Yanda! Coklat, punya Ara!!"
Seungcheol memijat keningnya pelan. Paham maksud putranya. Stroller Rayya berwarna coklat, ia yang belikan saat ulang tahun Jeonghan di Inggris bertahun-tahun lalu dan kemudian ia ingat di ruang penyimpanan, stroller si kembar juga berwarna coklat. Anak ini pasti mengira kalau stroller yang ia naiki itu miliknya.
"Ini punya Mas Rayya sayang. Punya Ara sama Kakak kan di gudang." Jeonghan berusaha membujuk si kecil sambil menyimpan ngeri dalam hati, Ara terlalu besar untuk duduk dengan gerakan cukup heboh di atas stroller itu. Kehamilan Jeonghan sudah terlalu besar untuk sekadar scrolling dan membeli stroller baru yang semua serinya pasti termutakhir yang berarti Jeonghan harus kembali riset dan ia tak punya waktu untuk itu. Tidak dengan 3 anak yang harus diurus dan kontraksi palsu yang makin rutin menyerang, maka ia memilih memakai stroller Rayya yang masih tersimpan dan segera dibawa ke laundry karena adik akan lahir tak lama lagi
"Turun nak, Ara sudah besar, sudah tidak pakai stroller. Ini stroller Mas Rayya bayi buat adik. Ayo Ara turun." ada tekanan di setiap kata yang Seungcheol ucapkan. Harusnya bocah ini sudah tidur karena jam menunjukkan pukul 9 malam, tapi saat sore tadi ia tahu strollernya datang dan akan dibuka setelah makan malam, entah bagaimana baterai anak ini kembali penuh dan dengan semangat ikut 'membantu' membuka kardus strollernya.
"INI PUNYA ARA!!" anak ini tak akan puas sampai kedua orang tuanya mengiyakan pernyataannya. Kakinya makin menghentak di footrest stroller, membuat Jeonghan sigap menahan pegangan strollernya karena ngeri Ara akan terjatuh ke depan saking hebohnya ia menghentak kaki.
"Sayang!" Seungcheol ikut memegang lengan Jeonghan, agak kaget karena gerakan Jeonghan yang tiba-tiba.
"Ara. Turun." kali ini Seungcheol menatap mata anaknya serius. Seungcheol sebenarnya cukup lelah karena hari ini terpaksa harus pergi ke kantor dan menghadiri RUPS yang berlangsung sepanjang hari dan besok masih ada agenda rapat dengan direksi tapi bukannya bersantai, ia malah harus meladeni bocah kecil yang menatapnya nyalang, menantangnya balik.
"PUNYA ARA INI AYAH!! ARA PUNYA!" Ara makin menjerit marah saat ia merasa Ayahnya tidak mengerti ucapannya. Ini kan punya Ara, apa susahnya sih mengiyakan saja?
"Ara, Ayah bilang turun." Seungcheol meremas handrest stroller makin erat, matanya intens menatap sang putra yang kekeuh dengan pendiriannya. Jeonghan diam di sebelahnya, tak ingin menginterupsi karena sejujurnya ia juga lelah. Pinggangnya mulai sakit karena kandungan yang membesar tapi merapikan stroller saja butuh waktu lama.
Stroller ini rencananya akan digunakan untuk sesekali menjemur si kecil di rumah, stroller Rayya ini juga memiliki satu keranjang untuk newborn yang juga ikut dicuci namun belum sempat dibuka karena Ara keburu mensabotase strollernya. Semua barang-barang adik baru bisa disiapkan sekarang karena Jeonghan yang terlena, merasa bahwa kehamilan ketiga sangat santai dan segalanya bisa diurus nanti-nanti plus ketiga anak yang mulai punya banyak sekali kegiatan dan harus selalu Jeonghan awasi, jadilah ia merasa agak keteteran begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
FanfictionPositive. 'Seungcheol akan senang kan?' 'Seungcheol mau ini juga kan?' 'Is it really okay?' Jeongcheol ⚠️ mpreg, angst, major character death