Chapter 20

1.5K 90 4
                                    


"Kamu gemesh! Sini-sini gemeshnya Mas, peluk dulu sini!"


---*---


"Mulai minggu depan, aku kerja di rumah." Seungcheol menurunkan buku dari wajahnya, kepalanya menengadah menghadap Jeonghan. Minggu pagi yang cerah karena matahari menyembul sedikit mengintip dari jendela, waktu yang pas untuk bersantai setelah sarapan. Membaca buku di ruang tengah dengan Seungcheol yang berbaring beralaskan paha Jeonghan. The Happiest Baby On The Block, buku yang dipegang Jeonghan dan Raising Good Humans; Peaceful Parents, Happy Kids yang serius dibaca oleh Seungcheol.

"Gimana Mas?" Jeonghan mengernyit bingung, suaminya memilih bekerja dari rumah saat usia kandungan nyaris 7 bulan, apa tidak terlalu dini?

"Aku udah bilang Papi kemaren. Direksi juga oke, mungkin seminggu sekali ke kantor."

"Mas, aku udah gak papa. Kenapa harus sampe kayak gitu?" Jeonghan sedikit meninggikan suaranya. Agak kesal karena kenapa suaminya selalu menganggapnya lemah dan sakit-sakitan, padahal ia merasa sudah sangat sehat!

Seungcheol yang melihat gelagat itu, beranjak duduk. Memposisikan dirinya agar bisa berhadapan dengan Jeonghan, bersiap memberikan argumentasi.

"Kamu inget kejadian kemarin gara-gara apa? Tentu sama sekali bukan salah kamu sayang. Saya capek ngerasa lalai, saya gak berhenti nyalahin diri saya sendiri karena kecolongan jagain kamu. Kemarin, kalo saya gak tidur selelap itu, mungkin saya bisa ngelakuin sesuatu biar kamu ditangani lebih cepat. Atau mungkin kalo saya gak sibuk ke kantor setiap hari dan nemenin kamu di rumah, saya bisa lihat gejalanya lebih awal, kamu yang perutnya tiba-tiba kram atau spotting atau apalah. Itu semua karena saya kecapekan kerja dan ninggalin kamu di rumah. Saya bahkan gak berani bayangin kalo misal malam itu saya gak kebangun? Terus kamu di ruangan lain ternyata udah berdarah-darah kayak gitu dan saya baru nemuin kamu besok paginya? Saya bisa gila Jeonghan."

Persis, nyaris sama dengan kejadian malam itu, di mana ia seharian di kantor, abai pada Jeonghan dan menemukan suaminya kesakitan yang tak pernah ia sangka kemudian dalam beberapa jam Jeonghan pergi meninggalkannya. Seungcheol tidak mau kejadian menakutkan itu terulang. Cukup sekali dan ia akan berusaha sekuat tenaga tak akan ada yang pergi kali ini.

Jeonghan terdiam menatap Seungcheol, mendengarkan Seungcheol yang berkata cepat, penuh dengan gelisah dan wajah yang ketakutan. Harusnya Jeonghan paham keresahan itu. Ia sadar, ia juga tak bisa memberikan kepastian bahwa di masa depan tak akan ada kejadian seperti kemarin. Semuanya di luar kendali Jeonghan. Wajar jika suaminya begitu concern dan sedikit berlebihan menanggapinya. Lagipula, kehamilan ini pengalaman pertama bagi keduanya dan melakukan sesuatu sedikit berlebihan bukankah harusnya akan banyak dimaklumi? Ayah mertuanya yang begitu disiplin terkait pekerjaan pun dengan mudah mempersilakan Seungcheol, pun dengan dewan direksi yang kebanyakan seusia Ayah mertuanya, semua memberikan dispensasi pada Seungcheol. Bukankah Jeonghan harusnya lega?

"Hhhh terserah..."

Seungcheol meraih tangan Jeonghan, menggenggamnya lembut, "Saya cuma mau make sure kalian baik-baik aja, di depan mata saya. Saya gak mau nyesel Jeonghan. Saya yakin kamu sehat, kamu bisa jaga diri, apa sih yang kamu gak bisa? Saya gak pernah raguin kemampuan kamu apalagi urusan jagain Rayya. Kamu yang terbaik, yang terhebat! Tapi urusan anak itu bukan cuma punya kamu aja. Kamu udah janji buat kita selalu bareng-bareng, ini salah satu cara saya biar kita bisa selalu bareng-bareng. Lagian, seumur hidup saya sekolah, kerja, sempurna saya lakukan buat nyenengin Papi. Mungkin ini saatnya saya punya waktu rehat dan kebetulan pas sama Rayya ada di sini."

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang