"Anak siapa sih cantik begini hmm? Anak siapa??"
"Anak Ayah!!!"
---*---
"Kakak bisa marah loh Yanda, gak Yanda aja..."
Jeonghan menghela napasnya pelan. Anak perempuannya sedang melipat tangan di depannya dengan raut wajah yang dibuat serius. Mengultimatum Jeonghan karena sudah melupakan jadwalnya ballet hari ini.
Tinggal 2 jam tersisa, karena pukul 3 sore anak ini harus sudah ada di kelas balletnya yang Jeonghan lupakan, kemudian mengiyakan mengisi webinar bersama Professornya di London. Jeonghan tak dapat berkutik, ini memang salahnya. Bagaimana bisa ia lupa hari dan tentu janjinya pada sang putri untuk menemaninya hari ini.
Sekarang anak ini mogok, tak mau beranjak dari kamar untuk bersiap. Semua dimulai saat makan siang dan tiba-tiba saja Aluna membahas soal persiapannya perform untuk show 'naik tingkat' minggu depan dan Yanda yang sudah berjanji untuk datang melihat persiapannya, berkata bahwa ia harus bekerja hari ini. Kan tidak boleh jadi yang ingkar janji!
"Maaf ya sayang. Yanda harus apa ini biar Kakak gak marah lagi?" Jeonghan ingin mengusap surai putrinya tapi sang anak mengelak, masih dengan wajah cemberut. Kecewa berat.
Sebenarnya 'wajar' jika Jeonghan lupa. Ini hari Sabtu, ia biasa mengisi seminar di weekend, hanya butuh waktu maksimal 2 jam untuk itu. Ia sudah mengiyakan dan lupa jika latihan Aluna minggu ini bisa 3 kali karena minggu depan akan ada event besar. Tamatlah Jeonghan.
Ia ingin menyalahkan mommy brain yang menyerangnya karena kehamilan ini tentu membuat segala sesuatu dalam tubuhnya berubah, termasuk sering sekali lupa. Jeonghan ingin menangis rasanya.
"Kak...." Seungcheol masuk. Sejak makan siang tadi, ia sudah mencium akan adanya drama yang muncul karena ribut-ribut perkara jadwal hari ini. Tapi ia diam saja, mereka sepakat jika salah satu orang tua 'berdebat' dengan salah satu dari anak mereka, kewajiban mereka untuk menyelesaikannya sampai akhir. Jika Jeonghan berurusan dengan si Kakak, maka tanggung jawab Jeonghan untuk menyelesaikan segala kotorannya. Namun nampaknya, kasus ini cukup alot. Aluna bahkan menyisakan separuh nasinya di meja makan setelah Jeonghan berkata bahwa ia harus bekerja dan praktis batal untuk menemaninya latihan.
"Sama Ayah ditemeninnya mau gak? Ayah kan jarang temani Kakak les karena jadwalnya pas sama Ayah di kantor. Mau? Kita date abis itu. Father- Daughter time. Kayak Ayah sama Mas kemarin-kemarin. Mau?" Seungcheol berjongkok di sebelah putrinya yang masih merengut menatap Jeonghan.
Anak itu melirik Ayahnya sebentar, sedikit tergoda dengan penawaran yang diberikan sang Ayah.
"Tapi Yanda sudah janji.."
Jeonghan yang duduk di kursi kecil vanity table putrinya kembali menghela napas. Ya, memang salah Yanda.
"Yanda kan lupa, memang harusnya janji itu ditepati. Harusnya memang tidak begitu, Yanda kan tadi sudah bilang. Tapi kan ada Ayah. Ayah juga jarang sekali loh temani Kakak. Yanda sudah sering temani, sekarang gantian boleh? Ayah pengen sekali liat Kakak ballet. Gimana ya?" Seungcheol terus memberikan penawaran, berharap putrinya luluh. Ia tak tega juga dengan Jeonghan yang sedikit-sedikit menarik napas lelah karena kandungannya yang makin membesar.
"Hhhh tapi Kakak sedih sekali lho Yanda." anak itu tak menjawab, memilih untuk menatap lagi Jeonghan. Mengungkapkan kekecewaannya.
Jeonghan menggigit bibir, menyesal. Sudah seharusnya ia mendahulukan keluarga dibanding apapun. Tapi ia juga tak enak dengan Professornya, pun kesempatan ini tak datang dua kali. Jeonghan berkali-kali bertanya pada Seungcheol, apa ia harus membatalkan jadwalnya dan menemani putrinya sesuai janji. Namun suaminya menolak tegas, 'Kakak sama aku aja. Kamu seminar aja gak papa. Sayang banget kalo ditolak.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
Fiksi PenggemarPositive. 'Seungcheol akan senang kan?' 'Seungcheol mau ini juga kan?' 'Is it really okay?' Jeongcheol ⚠️ mpreg, angst, major character death