IF I (You Knock Me Out, Ruga!) Chapter 6

1K 49 4
                                    


"I love you, Sayang. Anak Ayah. I'll always..always..love you. Ayah sayang sekali sama Ruga." 


---*---


"Mas, kita udahan aja bawa-bawa Ruga kayak gini." Jeonghan menatap suaminya yang masih sibuk memasukkan beberapa baju ke dalam koper, tak menggubris ucapan Jeonghan.

"Mas..." Jeonghan memanggil pelan suaminya lagi. Berhasil, Seungcheol menghentikan kegiatannya kemudian balik menatap Jeonghan yang terduduk di atas ranjang.

Jam menunjukkan pukul 1 dini hari dan Seungcheol sebenarnya baru saja kembali dari business tripnya ke Jepang pukul 8 malam tadi. Setelah makan malam bersama anak-anak lalu mandi, bukannya istirahat, Seungcheol malah sibuk kembali dengan kopernya. Bersiap pergi lagi.

"Ruga udah mau setahun. Mau sampe kapan kamu kayak gini?" Jeonghan lelah sekali. Sejak mendapat diagnosis (yang sebenarnya tetap perlu dikaji ulang) soal Ruga yang ASD (autisme spectrum disorders). Seungcheol langsung menghubungi beberapa dokter di Singapura dan Inggris. Mencoba mencari second opinion karena tak terima dengan diagnosis dokter di Jakarta.

"Dokter ada banyak, cari yang lain kalo emang gak bisa kasih diagnosis jelas."

Jeonghan tahu, Seungcheol cukup terpukul karena diagnosis ADHD pada Ara di tahun yang sama. Belum selesai mereka mencoba menerima dan memutar otak tentang bagaimana bisa menyelesaikan problem anak ketiga mereka, si bungsu ikut menyusul dengan masalah perkembangan lainnya.

Semuanya tentu tidak mudah.

Untuk mengantar Ara periksa saja, butuh bertahun-tahun hingga akhirnya anak itu didiagnosis ADHD. Selama ini, Jeonghan hanya bisa mengeluh dan menghela napas karena baik Jeonghan maupun Seungcheol pasti mengalami masa-masa habis kesabaran dan meledakkan emosinya saat menangani Ara. Belum lagi masalah anak ini di sekolah yang akhirnya membuat Rayya, Aluna, dan Ara pindah sekolah ke sekolah swasta inklusi, berharap semua menjadi lebih mudah.

Memiliki Ruga memang sebuah keberkahan. Hadiah, Seungcheol bilang. Bayangkan, bayi yang Seungcheol tunggu-tunggu dan dambakan bahkan perlu berlutut memohon di hadapan Jeonghan, ternyata didiagnosia memiliki gangguan perkembangan. Usianya bahkan belum 12 bulan waktu itu. Wajar kan jika Seungcheol tak terima?

Beberapa bulan ini mereka habiskan untuk bolak balik ke Singapura juga Inggris hanya untuk sebuah diagnosis yang sama. Persis kata Professor yang mereka datangi di Jakarta. Bukannya berhenti, Seungcheol masih saja memaksa untuk memeriksakan Ruga ke Amerika. Ada dokter tumbuh kembang terbaik yang ia tau dari salah satu dewan direksinya.

Seungcheol bahkan tak punya waktu untuk beristirahat. Saat menunggu di Narita, Seungcheol sibuk meminta tolong Mbak Mirna untuk membantu Jeonghan packing kebutuhan si bungsu untuk berangkat ke Seattle.

Jeonghan lelah. Ia juga resah karena merasa 3 bulan ini mereka hanya buang-buang waktu saja sementara usia Ruga terus berjalan. Semakin lama anak mereka ditangani, kemajuannya akan semakin jauh dirasakan. Mereka selama ini benar-benar hanya mengulang screening saja dan lagi-lagi mendapat jawaban template bahwa Ruga harus diintervensi ini dan itu. Sama sekali belum mulai terapi dan membuat Jeonghan yang hampir 24 jam di rumah, kelimpungan sendiri dan nekad saja belajar melakukan intervensi pada anaknya dari Prof. Bas waktu itu.

Belum ada kemajuan berarti tapi bukannya tak ada sama sekali. Ruga sudah mulai mau untuk melakukan kontak mata lebih lama dengan Jeonghan. Itu saja Jeonghan sudah bersyukur luar biasa. Jeonghan pernah bilang kan, bahwa setiap menyusui langsung pun, bonding dengan si bungsu memang kurang karena Ruga terlihat enggan untuk berkontak mata. Sekarang, paling tidak anak itu sudah tertarik dengan Yandanya.

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang