Chapter 22 (21+)

3.3K 77 3
                                    


Warning!

MATURE CONTENT!

21+

Seungcheol belajar bahwa membangun rumah tangga dan mengasuh anak, bukan hanya tentang usahanya tapi bagaimana ia tak memaksakan kehendak.

---*---

Jeonghan memakan kimbab yang Seungcheol buat dengan khidmat. Mereka duduk di kursi panjang yang menghadap ke hamparan salju tipis sembari memakan bekal. Kimbabnya cukup hangat karena dibungkus alumunium foil. Ini pemberhentian kedua mereka sejak berangkat dari kediaman mereka menuju Rye.

Kandungan Jeonghan dinyatakan baik-baik saja dan psikolog yang didatangi Seungcheol mengatakan bahwa ia butuh istirahat dan refreshing dari padatnya kota mungkin bisa membantu. Di sini lah mereka sekarang, setelah 2 jam kurang lebih berkendara menuju kota kecil yang sebenarnya berjarak kurang lebih 1,5jam dari London jika naik kereta. Tapi bukan Jeonghan namanya jika tak membuat Seungcheol menuruti kemauannya. Dengan usia kandungan memasuki 8 bulan lebih, mereka nekat berkendara dengan estimasi kurang lebih 3 jam karena mereka berhenti 2 kali hanya untuk meluruskan pinggang.

Di tengah perjalanan, Jeonghan sempat menimbang, apakah ia menyesal untuk berkendara dengan mobil ketimbang naik kereta karena ternyata ini cukup melelahkan. Seungcheol hampir putar balik saat Jeonghan berkali-kali mengeluh pegal dan tentu ditolak mentah-mentah, tanggung.

"Sabar, bentar lagi nyampe. Atau mau berhenti dulu?"

"Gak usah, makin lama nanti nyampe hotelnya, aku beneran pengen rebahan."

Saat mereka akhirnya sampai di kamar hotel dengan pemandangan padang rumput yang cukup luas, rumput coklatnya masih terlihat sedikit meski mulai banyak tertutup salju. Jeonghan langsung membaringkan tubuhnya, masih dengan baju ia gunakan saat perjalanan. Padahal ia orang yang sangat higienis, Seungcheol saja harus mandi dulu sebelum menyentuh kasur, kebiasaan semenjak menikah dengan Jeonghan. Tapi melihat Jeonghan cukup kelelahan, Seungcheol hanya bisa membantu melepas kaos kaki dan coatnya, membiarkan Jeonghan berbaring nyaman kemudian. Jeonghan bahkan membawa bantal hamil kesayangannya dan mulai berbaring menyamping, mencoba terlelap karena hari mulai sore.

Seungcheol masuk ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi, setelahnya ia mengganti baju dengan piyama. Perjalanan memang tak begitu panjang tapi nyatanya badannya cukup lelah. Mungkin mereka memang harus tidur lebih awal malam ini. Sebelum berbaring, ia sempat melihat buku menu dan memesan homeservice untuk mereka makan malam. Kemudian beranjak lagi, membuka koper dan toiletries milik Jeonghan. Mengganti sweater Jeonghan dengan piyama, setelah sebelumnya membantu Jeonghan mengelap badannya. Seungcheol mati-matian menahan sesuatu yang mulai tegang di bawah, karena Jeonghan dengan mata setengah terpejam, begitu pasrah saat sweater dan long johnnya di buka, menyisakan bra yang mulai Jeonghan pakai saat trimester pertama nyaris berakhir, karena ternyata payudaranya mulai membesar dan ngilu jika tak ditopang dengan bra.

Perutnya membulat besar sekali. Bayinya selalu ada di kurva hijau, lebih sedikit urusan berat badan. Seungcheol benar-benar memperhatikan makanan yang masuk ke tubuh Jeonghan. Menyiapkan menu yang variatif dan berkonsultasi dengan dokter gizi, tentu dengan otak Seungcheol yang juga siap dengan segala keinginan Jeonghan yang berubah untuk memakan sesuatu hari itu. Seungcheol akan otomatis menghitung kandungan gizinya agar nutrisi Jeonghan tercukupi setiap hari.

Seungcheol menghela napas berat saat akhirnya piyama selutut berbahan satin itu sudah terpasang sempurna. Ia melirik jam di dinding, mungkin ia bisa bersantai sejenak dengan membaca buku atau mandi air dingin karena entah kenapa ia jadi berkeringat melihat Jeonghan yang sudah terbuai dalam tidurnya. Ia akan membangunkan suaminya satu jam lagi saat makan malam tiba.

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang