Chapter 9

1.2K 97 7
                                    


Agaknya, sekeras apapun ia membujuk Jeonghan. Keputusannya tidak akan pernah berubah.


---*---

"Han....Jeonghan..." Seungcheol mengetuk pintu kamar Jeonghan pukul 9 pagi. Berniat mengajaknya sarapan.

Semalam ia hanya bisa terduduk di sofa setelah sedikit shock melihat Jeonghan menangis sehebat itu. Ditambah karena tidak ada tempat lain yang bisa ia gunakan untuk tidur. Kamar di apartment itu hanya dua. Kamar Jeonghan (yang dulunya Jeonghan bagi dengan Jisoo) dan satu ruang kerja merangkap perpustakaan mini dengan lemari buku berukuran sedang, tidak ada celah bahkan untuk menggelar kasur tambahan.

Beberapa kali tak ada sahutan dari dalam, Seungcheol nekat masuk. Tidak dikunci.

Ia melihat Jeonghan tertidur menghadap kanan dengan gelisah. Ini sudah hampir siang, agak terlambat untuk sarapan.

Jeonghan membuka matanya, memegang kepalanya sebentar karena rasa pusing itu mendadak kembali. Sebenarnya semalam kepalanya berat sekali, telinganya sedikit berdengung akibat terlalu hebat menangis. Jeonghan sangat yakin tekanan darahnya pasti naik lagi.

"Han...hei.. sarapan?" Seungcheol buru-buru menghampirinya, membantu Jeonghan duduk sebelum lengannya Jeonghan hempas.

Tangan Jeonghan menutup mulutnya, asam lambungnya naik lagi tapi kepalanya terlalu sakit untuk sekadar berdiri.

"Ughhh..." mualnya makin tak tertahankan dan Seungcheol cukup keras kepala untuk tetap berjongkok di depannya, badannya menolak bergeser meski Jeonghan sudah memberinya kode untuk minggir. Dan tentu saja, sudah terlalu terlambat untuk ke kamar mandi karena Jeonghan memuntahkan sup yang semalam sempat ia makan.

Seungcheol minggir sedikit, membiarkan Jeonghan mengeluarkan isi perutnya.

"Keluarin aja semuanya, jangan ditahan.." tangannya memijat pelan tengkuk Jeonghan. 

Sepertinya ini adegan muntah terhebat Jeonghan. Tidak ada sedikit pun rasa jijik dari Seungcheol, ia membiarkan Jeonghan menguras isi perutnya. Saat dilihat Jeonghan mulai tenang, ia mengambil segelas air di atas nakas Jeonghan. Membantunya minum dan mengatur bantalnya sehingga Jeonghan bisa duduk dengan nyaman. 

Dari angle ini Seungcheol bisa melihat perut Jeonghan yang membesar karena ia hanya menggunakan sweater, tidak tertutup coat seperti semalam. Perutnya memang membesar, namun wajahnya makin tirus.

Jeonghan memejamkan matanya erat. Kepalanya berputar cukup hebat hingga ia benar-benar tak peduli jika Seungcheol merasa jijik setelah ia 'muntahi' tadi. 

Bagus, agar Seungcheol bisa enyah dari sini.

Seungcheol memijat sedikit kening Jeonghan.

'Hangat.'

"Aku ambilin air anget dulu sama crackers. Kamu gini karena telat makan juga kayaknya."Seungcheol beranjak ke dapur, kembali ke kamar dan membantu Jeonghan minum kemudian menyuapinya crackers. 

Jeonghan pasrah karena ia benar-benar tak bertenaga dan terlalu tidak tega untuk mendahulukan egonya karena bayinya juga butuh makan.

Setelah dirasa Jeonghan sudah tenang, Seungcheol keluar lagi mengambil lap dan pel. Membersihkan dengan cekatan kekacauan yang Jeonghan buat. Jeonghan hanya melirik dengan ekor matanya.

'Terserahlah...'

"Abis ini kita ke rumah sakit aja." Seungcheol berkata setelah selesai mengembalikan alat pel ke tempatnya.

Jeonghan diam, menutup matanya. Sejujurnya badannya memang tidak enak sejak semalam dan nampaknya makin parah pagi ini. Sempat terbersit, mungkin mati akan lebih baik karena sakit kepala hebat yang menderanya saat tengah malam. He can't sense his body properly yang membuatnya pasrah aja saat Seungcheol mendudukkannya di kursi sebelah kemudi menuju rumah sakit.

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang