Jadi, ini ya bahagia?
---*---
"Aku minta Mami kirim Mbak Nita ke sini."
Jeonghan melebarkan matanya kaget, "Kenapaaa??"
"Han, aku tiap hari sekarang ke kantor, jujur capek banget kalo pulang harus disempet-sempetin beberes, minimal nge-laundry atau sekadar vakum. Kadang udah gak fokus juga, hasilnya jadi kurang maksimal. Aku cuma sanggup masakin kamu aja, aku gak mau kita banyak jajan di luar karena kamu harus makan yang bener, yang bergizi. Lumayan kan Mbak Nita bisa bantu beres-beres sama sesekali masak kalo kamu kepengen makan makanan Indonesia." Seungcheol membuka kacamatanya, menatap Jeonghan yang terduduk sedih di sofa panjang ruang kerjanya.
"Aku sengerepotin itu ya sampe kamu kecapekan? Maaf ya Cheol, aku di rumah gak ngapa-ngapain." Jeonghan memainkan kuku tangannya, merasa bersalah. Setelah sarapan sederhana yang disiapkan Seungcheol, jadwal Jeonghan adalah mengantar suaminya ke depan pintu lift unit mereka, kemudian berbalik untuk tidur lagi karena tenaganya terkuras setelah muntah pagi harinya. Ia terbangun tengah hari untuk makan siang, itu juga karena Seungcheol yang pulang dan membangunkannya, kemudian mengantar lagi Seungcheol kembali ke kantor, ia membaca buku sebentar dan tertidur di sofa ruang tengah. Terbangun saat hari mulai gelap, mandi, menonton Netflix, kemudian menunggu Seungcheol pulang dan memasakkan makan malam untuk mereka.
Jeonghan masih merasa tidak sanggup untuk berkutat di dapur dan mencium beragam bumbu, ia juga terlalu lelah untuk sekadar memegang gagang vakum, dan semangatnya drop saat melihat tumpukkan setrikaan. Terkadang ia membantu Seungcheol berbelanja bahan makanan, tentu saja online, sembari goleran di kasur. Sangat produktif.
"Enggak Sayang, kamu sehat aja udah cukup. Gak usah dipikirin. Aku beneran gak mau shock lagi karena perut kamu tiba-tiba kram abis bantu jemurin baju. Udah, gak usah. Mending panggil bala bantuan. Aku bilang Mami kalo kita hectic karena mau pindahan. Aku belum bilang apa-apa soal Adek. Please, yang penting kalian sehat dan baik-baik aja, gak usah mikirin kerjaan rumah! Aku gak pernah keberatan kamu mau tiduran seharian juga, bebas." Seungcheol duduk di sebelah suaminya, menggenggam tangan Jeonghan, mengelusnya pelan, menenangkan.
"Terima kasih Ayah.." tak ada lagi yang bisa Jeonghan ucapkan selain rasa terima kasih dengan mata berkaca-kaca dan ucapan syukur dalam hati karena suaminya sungguh pengertian.
"Aku minta Mami sama Papi ke sini dulu pas nganterin Mbak Nita."
"HAH? Mami sama Papi kan sibuk ngurusin mau pelantikan. Kamu gimana sih Mas?" Jeonghan menatap Seungcheol tak percaya.
"Kita udah berhasil lewatin trimester pertama, sekarang Adek udah jalan 4 bulan. Kamu juga gak dapet ijin terbang, mending kasih tau mereka sekarang. Kasian Adek masa diumpetin terus."
"Tapi gak enak dong ke Mami ama Papi, mereka sibuk Mas."
"Ssssttt udah, aku maksa. Tiffany sama Nyong juga ke sini. Kita berbulan-bulan di sini juga mereka gak ada yang jengukin kamu. Semuanya lupa, sibuk masing-masing. Aku gak tega kamu kesepian di rumah. Aku juga khawatir di kantor kamu gak ada temennya. Udah ya, nurut aja..." tangan Seungcheol mengusap kepala suaminya pelan, yang diajak bicara masih merengut sedih. Merasa sangat gagal menjadi suami karena terbukti tidak bisa menjalankan perannya dengan baik. Jeonghan otomatis mengingat bahwa Seungcheol pasti kerepotan urusan makan padahal ia sendiri sudah sangat sibuk.
"Okay...terserah.." cicit Jeonghan. Entahlah, perasaannya campur aduk.
"Jangan cemberut gitu dong, besok kita belanja baju Adek yuk. Nyicil aja sedikit sambil liat-liat stroller, mau?" Seungcheol mengusap air mata di pipi Jeonghan, berusaha menghiburnya. Ia ingat Jeonghan pernah menatap satu persatu gambar rekomendasi stroller di sebuah forum. Mungkin melihat-lihat saja tak masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
FanfictionPositive. 'Seungcheol akan senang kan?' 'Seungcheol mau ini juga kan?' 'Is it really okay?' Jeongcheol ⚠️ mpreg, angst, major character death