Anyway, semangat Ayah dan Yanda. Happy Father's Day!
---*---
"Chan, beneran gak papa anak-anak ditinggal? Serius bisa handle?" Jeonghan membalikkan badannya lagi pada Ichan yang sedari tadi sibuk mendorong tubuh Jeonghan dan Seungcheol ke luar dari rumah dan menggiring mereka masuk ke mobil.
"Gak papa Kak Han, bisa Ichan! Lagian ada Mbak Mirna. Tenang. Udahlah, kalian have fun aja oke?" Ichan mengusir halus Jeonghan dan Seungcheol yang menatap ragu ke arahnya.
Hari ini jadwal Jeonghan untuk periksa kandungan. Sudah memasuki bulan ke 9, hari perkiraan lahir semakin dekat dan membuat Jeonghan harus lebih sering untuk check up ke dokter. Masih pagi sekali, anak-anak bahkan belum bangun. Ichan yang menginap di rumah sudah lama sekali sounding pada dua orang tua ini untuk menjaga anak-anak dan bermain bersama mereka sementara Jeonghan dan Seungcheol bisa bebas untuk berkencan sebelum anggota keluarga makin bertambah.
"Chan, telfon Mami aja ya?" Seungcheol sudah akan mengambil ponsel di kantongnya, namun Ichan mencegahnya cepat.
"Gak usah Mas! Bisa!! Sama Rayya seharian aja bisa kok. Cincay ini mah. Kalian happy-happy aja oke??" Ichan menunjukkan senyum pasta giginya, berusaha terlihat meyakinkan.
"Hhhhh okedeh. Kalo ada apa-apa langsung telfon, kalo gak sanggup langsung bilang oke? Kita langsung pulang." Seungcheol akhirnya menyerah. Meski ada sedikit keraguan di hatinya, karena mengurus Rayya sendirian tentu sangat berbeda jika ditambah dengan dua botol kecap yang itu. Seungcheol saja yang Ayahnya kewalahan. Apalagi Ichan yang usianya berapa sih? Dia baru saja resmi jadi mahasiswa magang! Horror bukan?
"Janji loh Chan. Kalo ada apa-apa ngomong loh!" Jeonghan memperingatkan Ichan lagi. Sebenarnya anak-anak dalam keadaan sehat dan sangat fit. Sesuatu yang tak perlu dikhawatirkan tapi juga menjadi concern di saat bersamaan karena saat mereka bangun nanti pasti akan langsung dalam mode full charged. Memang Ichan kuat?
"Iyaa iyaaa. Santai! Cuma sampe sore. Bisa Ichan! Dah ya? Oke? Have fun gengs!! Bhayy!!!" dengan kurang ajarnya anak itu melambaikan tangan kemudian buru-buru masuk ke rumah dan menutup pintunya. Meninggalkan si empunya rumah yang terbengong linglung.
"Yaudahlah. Ada Mbak Mirna, ada Bik Nah, Mbak Nita, banyak orang di dalem. Bisa. Udah yuk ditunggu Jihoon nanti." Seungcheol merangkul pundak suaminya pelan, membantunya masuk ke dalam SUV sementara ia berjalan memutari mobil dan masuk ke kursi kemudi. Akhirnya setelah sekian lama, ia menyetir lagi.
"Sebelum ke Jihoon, ada pengen makan apa dulu gak?" Seungcheol membelokkan stir ke kiri sembari memperhatikan jalanan.
"Hmmm gak ada, aku kepikiran anak-anak." Jeonghan menatap ke samping, ke arah suaminya. Pikirannya belum tenang.
"Gak usah terlalu khawatir. Ichan pasti bisa. Sekarang kesempatan nih kita nge-date berdua aja. Kangen loh Ayah." tangan kiri Seungcheol meraih tangan kanan Jeonghan, menggenggamnya. Meski ia juga sedikit khawatir, tapi ia berusaha rileks karena anak-anak tentu dalam pengawasan orang-orang kepercayaannya, seharusnya tidak ada masalah. Dan inilah saatnya ia menghabiskan waktu berharga berdua saja dengan si cinta.
"Di deket rumah sakit tuh ada kedai kopi baru, kata Nyong enak. Kamu mau coba gak? Aku penasaraan sama cheesecake nya." Jeonghan berusaha mengalihkan pikirannya agar tak terlalu khawatir dengan kondisi rumah. Ia teringat dengan kata-kata Bundanya, bahwa dalam menjalani pernikahan, meski telah dikaruniai anak, kita harus selalu ingat bahwa menjalani pernikahan itu dimulai dari dua orang. Mau bagaimana pun, pasangan itu sangat penting untuk dapat perhatian kita secara penuh sebagai pasangan, partner, dan orang yang paling kita kasihi. Perlu untuk lakukan quality time tanpa harus membahas soal anak apalagi pergi bersama mereka. Cinta itu harus selalu disiram, agar tumbuh dengan sehat dan hidup lebih lama. Mungkin memang ini saatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
FanfictionPositive. 'Seungcheol akan senang kan?' 'Seungcheol mau ini juga kan?' 'Is it really okay?' Jeongcheol ⚠️ mpreg, angst, major character death