WARNING!
MATURE CONTENT
21+
m-preg, graphic birth scenes
"You're doing great sayang. I love you."
---*---
"Gak bosen makan nanas terus?" Seungcheol menyuapkan sepotong nanas lagi yang sudah beberapa hari ini Jeonghan konsumsi. Terheran, memangnya tidak bosan ya makan buah yang sama berhari-hari?
Jeonghan menggeleng masih mengunyah nanas dengan khidmat, "I have no choice, ini anaknya gak keluar-keluar. Aku udah engap banget."
Seungcheol mengeluskan telapak tangan besarnya ke permukaan perut Jeonghan, "Dek, kok seneng banget bobok di dalem? Ayah udah pengen ketemu loh."
"Dek, denger Ayah gak? Diajak ngomong terus deh anaknya." Jeonghan mengelus kepala suaminya yang sekarang menempelkan telinga kanannya ke depan perutnya.
"Udah kenceng banget padahal." Seungcheol mengecup lama perut bulat itu. Berbisik dalam hati agar anak bungsunya bisa segera keluar dan tak lagi membuat Jeonghannya lelah.
"Aku udah capek banget. Ini aja aku nahan pipis nih. Berat mau ke toilet tuh. Duh." Jeonghan menekan bawah perutnya dengan tangan kiri, berusaha menahan buang air kecil karena sudah terlalu lelah untuk ke kamar mandi.
"Diinduksi di rumah sakit aja ya?" Seungcheol mengelus sayang kepala Jeonghan yang masih meringis menahan kencing tapi mulutnya sibuk mengunyah nanas. Tentu pertanyaan itu dibalas gelengan cepat Jeonghan.
"Enggak! Pasti bisa di rumah. Udah ah Mas! Timbang kamu bujuk-bujuk ke rumah sakit terus, mending bantuin aku ke kamar mandi, cepetan!!" Jeonghan mengulurkan tangannya ke depan agar diraih oleh Seungcheol yang duduk anteng di sampingnya, kode untuk membantunya bangun dan berjalan ke toilet.
Usia kandungan Jeonghan sudah nyaris memasuki 39 minggu, sedikit lagi. Berat badannya naik 13 kilogram, sangat besar dan berat sekali untuk menopang tubuh. Ditambah, aslinya ya Jeonghan tak begitu suka olahraga kecuali pilates yang masih rutin ia lakukan. Meski ia jago banyak sekali olahraga, tapi ia tak pernah intens lakukan itu semua. Hanya untuk bersenang-senang. Jadilah, setiap hamil ia selalu kepayahan. Selalu gampang terengah mengambil napas dan keluhan badannya cepat lelah sungguh akrab di telinga suaminya.
"Anak-anak disandera Mami sama Papi, timbang kamu pusing bujuk aku ke rumah sakit, mending entry data aja sekarang." Jeonghan menatap mata suaminya yang membantunya berdiri dari dudukan kloset.
"Yang bener aja sayang!" Seungcheol membantu Jeonghan berjalan ke arah ranjang, sudah cukup malam sebenarnya untuk menyajikan Jeonghan nanas dan menemaninya ngemil buah itu. Tapi perut Jeonghan yang hamil tak pernah bisa ditebak, selalu lapar, selalu haus. Jadilah ia selalu siap siaga menuruti segala kemauan sayangnya itu.
"Ya gimana? Induksi alami. Lagian kan enak! Masa gak mau yang enak-enak. Yah??" Jeonghan memasang tampang memelasnya, kedua tangannya memegang pergelangan tangan sang suami yang berdiri di hadapannya yang terduduk di ranjang. Bersiap untuk sesi membaluri perut besarnya dengan cream untuk stretch mark.
"Jangan aneh-aneh sayang. Induksinya ekstrem kalo kayak gitu." Seungcheol mengecup kening suaminya, berusaha memberi pengertian bahwa ia cukup ngeri dengan ide induksi alami yang Jeonghan minta. Sudah sebulan mereka berhenti melakukan hubungan seksual karena Seungcheol takut mempercepat kontraksi Jeonghan dan masalahnya akan melebar ke mana-mana.
"Ck, kamu gak kasian sama aku kayak gini?" si cantik melepaskan kasar pegangan tangannya, menaikkan piyamanya sebatas perut, memperlihatkan perut bulat, putih besarnya yang terlihat ketat dengan sedikit urat-urat keunguan Jeonghan yang terlihat samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
FanfictionPositive. 'Seungcheol akan senang kan?' 'Seungcheol mau ini juga kan?' 'Is it really okay?' Jeongcheol ⚠️ mpreg, angst, major character death