"Jangan sampai ada dua balita di rumah karena mengakibatkan pengasuhan yang tidak optimal,"
WHO bilang begitu dan Han hafal sekali, tapi kalau sudah terlanjur, mau bagaimana lagi?
.......
"Rayya, ayoo sama Kakek aja..." seorang pria paruh baya, duduk di atas sofa dengan tangan terentang lebar, membujuk cucu satu-satunya untuk masuk dalam pelukannya. Mungkin ada 45 menit pria ini sampai di sebuah penthouse tengah kota, tak ada waktu untuk berbaring bahkan sungkan ia sekadar meminta kopi atau suguhan lainnya.
"Euunggg..."
Tidak dengan suara muntahan yang cukup jelas terdengar dari kamar utama yang pintunya terbuka sedikit. Laki-laki itu hanya bisa melirik, melihat bagaimana putranya mengelap dagu anak kesayangannya, membantunya berbaring kemudian memastikan tangan yang terpasang jarum infus itu tak melukai si cantik. Sementara istrinya, sibuk mengatur beberapa pekerja rumah tangga, menginstruksikan agar menantunya mendapat asupan sehat, menginspeksi laundry room kemudian memastikan cucu satu-satunya bermain di dalam ruangan bersih dari segala debu dan mainan yang berserakan.
"Mau Nda ajahh..." bocah kecil yang usianya bahkan belum dua tahun, berjalan pelan melongokkan kepalanya ke dalam kamar utama. Melihat bagiamana Yandanya memijat kening sembari memejamkan mata.
"Rayya, sama Kakek dulu sayang, Yandanya sakit. Nanti lagi ya mainnya hmm?" tangan Seungcheol sigap mengangkat Rayya dalam pangkuan, mencegah si kecil naik ke atas ranjang dan mengganggu Yandanya istirahat.
"Sini sayang, bobo siang sini," Jeonghan berusaha membuka matanya meski segalanya terasa bergoyang. Keputusan nekat memang untuk tetap melanjutkan kepindahan mereka dari London ke Singapura kala usia kandungannya masih begitu muda.
Jeonghan dan kehamilan ternyata bukan kombinasi yang tepat. Entah bagaimana, tapi ia cukup heran kenapa di kehamilan kedua, kondisinya tak banyak membaik dari yang pertama?
Katanya, kehamilan kedua harusnya lebih mudah. Ini kenapa Jeonghan malah mabuk berat? Belum lagi berat badannya terus turun dan menjadikkannya sebuah pekerjaan rumah yang selalu merongrong dirinya setiap akan memeriksakan kandungan. Ya bagaimana mau menaikkan berat badan kalau segala yang ia makan hanya untuk dimuntahkan sementara badannya juga bekerja keras mengurus satu balita di rumah?
"Istirahat sayang," agak kesal Seungcheol berucap. Rayya ia tahan kuat-kuat, anak ini mulai berontak dan merengek ingin Yanda. Kalau sudah begini, alih-alih tidur siang, Jeonghan malah akan sibuk mengurusi balitanya.
"Mas..." Jeonghan memicingkan mata, kesal sekali karena kenapa sih suaminya tak bisa pengertian? Apa sekarang mereka kembali harus berdebat akibat kecolongan ternyata Jeonghan dengan mudahnya hamil padahal Rayya menyusu 2 tahun saja belum tuntas? Salah siapa Jeonghan tanya?
"Ndaaa... ngenn~~"
Ohhh Rayya-nya sayang. Jeonghan tak bisa tak berkaca-kaca melihat si kecil yang harus dipaksa dewasa. Tak terbayangkan Rayya harus menjadi kakak di usianya yang masih begitu muda. Mungkin usianya 2 tahun lebih dua atau tiga bulan saat nanti ada adik-adiknya lahir ke dunia. Jeonghan tak bisa tak menyalahkan keadaan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Life
FanfictionPositive. 'Seungcheol akan senang kan?' 'Seungcheol mau ini juga kan?' 'Is it really okay?' Jeongcheol ⚠️ mpreg, angst, major character death