Chapter 15

1.7K 85 11
                                    


Rayya itu pelita. Dia cahaya yang menerangi keluarga kita. Ada di tengah-tengah saya dan kamu. Disambut bahagia semua orang karena terang, memberi harapan. It's Rayya.


---*---


"Aku suka rambut kamu panjang." Seungcheol berkata ketika mereka berdua sudah saling berbaring nyaman di ranjang, berhadapan.

Semenjak kejadian creambath dadakan di rumah sakit waktu itu, entah bagaimana Seungcheol bersedia meluangkan waktunya membantu Jeonghan mencuci rambut 2 hari sekali dan creambath seminggu sekali. Seperti malam ini, mereka baru saja selesai mandi, yes, mereka. Dengan Seungcheol yang menggunakan bathrobe, menunduk di sebelah Jeonghan yang duduk dengan kursi kecil dan kepalanya yang ia 'gantungkan' ke bathtub. Menikmati aliran air hangat dan usapan disertai pijatan lembut dari Seungcheol. Aroma strawberry dari shampoo kesukaannya, menguar memenuhi kamar mandi.

Dari sisi ini, Jeonghan bisa melihat dengan jelas raut wajah Seungcheol. Terlihat segar meski kantung mata yang menghitam itu tercetak jelas di sana. Sudah sebulan sejak ia keluar dari rumah sakit, namun kebiasan ini tetap Seungcheol lakukan. Tetap dengan alasan, 'Bayaran karena kamu udah mau buka konsultasi bisnis ke aku.' Setelahnya, Seungcheol mengeringkan sedikit rambut Jeonghan, membungkusnya dengan handuk dan membantunya duduk di depan meja rias untuk dikeringkan rambutnya dengan hairdryer. Seungcheol tak menyangka ternyata ia juga menikmatinya, hitung-hitung menambah skill.

"Aku rencananya pengen potong rambut kalo HPL nya udah deket, gerah. Besok nyusuin Adek juga takut ribet." Jeonghan memainkan kancing piyama Seungcheol. Yang diajak bicara membeku. 'Nyusuin ya...' Bisakah Jeonghan mengalami itu? Menyusi anaknya? Sudah sebulan dan Seungcheol terkadang bingung dengan semua ini. Apa bisa ia mengubah takdir? Membuat Jeonghan tetap hidup di masa depan? Atau ini dunia parallel? Di mana berarti Rayya mungkin juga sudah keluar dari rumah sakit dan tak ada Seungcheol di sana, Seungcheol hidup di sini. Memikirkannya membuat kepala Seungcheol sakit.

"Terserah, aku cuma bilang kalo aku lebih suka rambut kamu panjang.."

"Apa aku potong poni aja ya?"

"Boleh, terserah kamu. Potong poni juga lucu.." sudah tengah malam tapi entah bagaimana mereka betah berbaring berhadapan begini. Bagi Jeonghan, ini kesempatan karena kandungannya belum terlalu besar. Ia masih bisa tidur agak leluasa meski untuk tidur terlentang tetap membuat pinggangnya pegal.

"Cheol, perut aku masih agak gak enak. Masih eneg." Jeonghan menatap Seungcheol sedikit mengernyit karena rasa mual itu kembali, tapi tak ada keinginan memuntahkannya. Ia bersyukur intensitas mual-muntahnya sedikit berkurang, meski di jam-jam begini kerap muncul, nanti pukul 2 dini hari ia pasti akan memuntahkannya.

Seungcheol mengerjap, ia ingat waktu itu beralasan pergi ke 7eleven padahal ia jauh dari tempat itu untuk sepotong kaya toast. Kalo tidak salah, Jeonghan sempat memintanya membelikan Pho di dekat situ.

"Mau makan anget-anget? Aku beliin Pho mau? Biar gak eneg."

Mata Jeonghan membulat. Baru saja mie berkuah itu terlintas di kepalanya. Kenapa Seungcheol bisa langsung menawarinya? Ikatan batinkah?

"Aku barusan banget kepikiran itu. Enak kali ya, kuahnya seger yang di..."

"Aunty Chu."

"Aunty Chu. Ih Cheol! Kok bisa pas?!"

Seungcheol tersenyum. Jeonghan sungguh menggemaskan.

"Aku beliin ya, naik motor, kan deket. Biar cepet juga. Kamu di rumah aja, ntar naik mobil malah pusing."

Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang